PSSI Sebaiknya Gandeng KPSN untuk Perbaiki Persepakbolaan Indonesia

Minggu, 28 Juli 2019 – 18:12 WIB
Ilustrasi PSSI. Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Oleh: Rudi S Kamri, pengamat sepak bola

 

BACA JUGA: Umuh Muchtar: Ini Cuma Pengumuman, Bukan KLB PSSI

Lagi-lagi Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) menciptakan rekor yang “wow”.

Pada 27 Juli 2019, PSSI mengadakan kongres luar biasa (KLB) di Hotel Mercure, Ancol. Jakarta.

BACA JUGA: Ini Susunan KP dan KBP PSSI Hasil Kongres Luar Biasa

Hanya dengan hitungan jam sejak dibuka, KLB langsung ditutup dengan empat keputusan penting.

Yaitu tentang susunan Komite Pemilihan (KP), Komite Banding Pemilihan (KBP), perubahan Statuta PSSI, dan percepatan waktu Kongres PSSI.

BACA JUGA: Exco PSSI Coret Orang-orang Bermasalah dari KP dan KBP, Siapa Penggantinya?

BACA JUGA: KPSN: Semua Calon Ketum PSSI Hebat dan Bagus

Seperti yang dikeluhkan oleh Manajer Persib Bandung Umuh Muchtar sebagai salah satu voter PSSI, apa yang dilakukan PSSI bukan kongres, melainkan sekadar pengumuman sepihak.

Sebab, sebanyak 86 voters PSSI yang seharusnya memegang kekuasaan tertinggi dalam pengambilan keputusan sama sekali tidak dilibatkan dalam proses pembuatan keputusan. Mereka hanya diminta persetujuan. Aneh!

PSSI ternyata tidak berubah. Dalam kongres tersebut, petinggi PSSI sama sekali tidak menyinggung terbongkarnya mafia pengaturan skor (match fixing) yang sedang dalam proses pengusutan aparat penegak hukum.

PSSI juga tidak memberikan apresiasi atas kerja keras Komite Perubahan Sepak Bolla Nasional (KPSN) yang mempunyai andil besar dan signifikan atas terbongkarnya kasus mafia sepak bola ini.

Dalam kongres tersebut PSSI terkesan tidak menghargai niat baik Presiden Joko Widodo yang telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No 3 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Persepakbolaan Nasional.

PSSI sama sekali tidak menyinggung atau memberikan apresiasi terhadap niat baik dari Jokowi.

Ini sangat jelas menandakan PSSI seolah selalu berlindung di balik Statuta FIFA dan Statuta PSSI untuk tidak memberikan ruang kepada pemerintah dan masyarakat untuk membantu memperbaiki PSSI yang sedang berdarah-darah.

Kalau saja elite PSSI bijaksana dan mempunyai niat baik untuk memperbaiki persepakbolaan nasional, seharusnya petinggi PSSI mengajak KPSN duduk bersama untuk membahas masa depan persepakbolaan nasional.

Bahkan seharusnya personel yang duduk dalam Komite Pemilihan atau Komite Banding Pemilihan adalah orang-orang yang direkomendasikan oleh KPSN. Bukan justru memilih orang-orang yang mendukung status quo PSSI.

Terkait revisi Statuta PSSI, konon pasal yang menyatakan mantan krimimal atau narapidana tak bisa menjadi pengurus PSSI dihilangkan.

Ini diduga untuk memberi jalan kepada mantan Plt Ketua Umum PSSI Joko Driyono untuk comeback ke kursi Ketua Umum PSSI.

Dengan sikap defensif yang diambil oleh Iwan Budianto sebagai Plt ketua umum PSSI, kita tidak lagi bisa berharap lebih banyak dari PSSI untuk berbenah menjadi lebih baik.

Yang akan terjadi, PSSI ke depan akan tetap seperti sekarang, di mana merah hitamnya persepakbolaan Indonesia ditentukan oleh kemauan Sang Bandar. Pengurus PSSI.

Siapa pun ketua umumnya yang akan terpilih pada Kongres 2 November 2019 nanti hanya pion-pion yang menjadi operator dari keinginan Sang Mafioso.

Prediksi saya, awan gelap masih akan menyelimuti harapan masyarakat terhadap prestasi persepakbolaan nasional di masa yang akan datang.

Satu-satunya jalan untuk menyibak awan gelap tersebut adalah harus ada Keputusan Presiden (Keppres) tentang Persepakbolaan Nasional sebagai tindak lanjut teknis atau penjabaran dari Inpres No 3 Tahun 2019.

Dalam Keppres tersebut Presiden Jokowi harus membentuk badan atau lembaga khusus sebagai pelaksana teknis koordinasi lintas instansi untuk merealisasikan Inpres No 3 Tahun 2019.

Saran saya, KPSN dapat dipertimbangkan dengan serius sebagai embrio badan tersebut.

Tanpa ada langkah-langkah yang ekstrem dari pemerintah, kita jangan berharap akan ada perbaikan secara signifikan dalam prestasi persepakbolaan nasional.

Hanya berharap pada elite PSSI yang saat ini berkuasa untuk memperbaiki persepakbolaan Indonesia adalah pekerjaan yang sia-sia tanpa makna.

Yang terjadi pertandingan sepak bola yang merupakan olah raga favorit masyarakat Indonesia, hanya akan tetap menjadi pertunjukan dagelan yang sudah diatur dari ruang sejuk Sang Bandar.

Anda rela kita dipermainkan seperti itu? Kalau saya, tidak sudi! (*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPSN: Semua Calon Ketum PSSI Hebat dan Bagus


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler