jpnn.com, TANGERANG - PT Non Ferindo Utama menyatakan keberatan dengan dua pemberitaan JPNN.com yang dianggap merugikan mereka.
Berita pertama terbit pada Selasa 24 September 2019 dengan judul "Minta Gakkum KLHK Tindak Perusahaan Yang Lakukan Pelanggaran".
BACA JUGA: Minta Gakkum KLHK Tindak Perusahaan yang Lakukan Pelanggaran
Pada alinea 1 menyebutkan 'Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri telah menetapkan PT Non Ferindo Utama (NFU) sebagai tersangka tindak pidana lingkungan hidup berkaitan pengelolaan limbah B3'.
"Dengan ini kami sampaikan, PT. Non Ferindo Utama belum menerima pemberitahuan bahwa kami telah ditetapkan sebagai tersangka (Nomor: BSP2HP/276/X/2019/Tipidter, Perihal: Surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan, Tanggal: 02 Oktober 2019, tidak disebutkan kami sebagai tersangka) selain itu kami pun belum pernah menerima tembusan SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) apabila pihak PT. NFU dijadikan tersangka, sebagaimana diamanatkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 130/PUU-XIII/2015. Oleh karena itu kata "tersangka" juga menjadi tidak valid pada alinea ke-2," kata Direktur PT Non Ferindo Utama, Alfred Sihombing, seperti tertulis dalam surat yang diterima redaksi.
BACA JUGA: Gerapana Bakal Gelar Aksi di Depan Kantor PT Astra Indonesia dan GS Battery
PT NFU juga tidak menerima isi pada alinea ke-5 yang berbunyi 'Helmi pun menuturkan, PT NFU telah melakukan pengelolaan limbah B3 berupa aki bekas secara ilegal dan tak memiliki izin UKL-UPL, izin lingkungan, dan izin pengumpulan limbah B3'. "PT. NFU jelas telah memiliki izin lingkungan serta UKL-UPL," kata Alfred.
Dia menjelaskan, izin tersebut ialah:
1. AMDAL/UKL/UPL: Nomor902/Kep.l27-DLHK/IV/2018
2. Izin Lingkungan: Nomor 570/15/ILH.DPMPTSP/IV/2018
3. lziin Pemanfaatan : Nomor 07.51.09 dari KLHK
Kemudian pada alinea ke-7 dalam berita yang dimaksud, menyebutkan 'Salah satu bukti nyata dampak buruk dari pengelolaan limbah B3 oleh PT NFU adalah adanya warga Cinangka, Depok yang terjangkit penyakit tremor'.
"Perlu kami jelaskan bahwa hal tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan perusahaan kami. Dan lokasi Cinangka adalah di Ciampea, Kab. Bogor bukan di Depok. Dan dapat dicek pada web resmi KLHK," tutur Alfred.
Kemudian terkait terbitan kedua, pada hari Senin tanggal 30 September 2019 dengan judul "Gerpana Bakal Gelar Aksi di Depan Kantor PT. GS ASTRA Indonesia dan GS Battery".
PT Non Ferindo Utama keberatan dengan alinea ke-3 yang menyebutkan: 'Langkah ini diambil setelah PT Non Ferindo Utama (NFU) pabrik timah hitam dari aki bekas masih beroperasi. Padahal, pabrik NFU yang pusatnya di Tangerang itu, Agustus lalu oleh Ditpiter Mabes Polri telah ditetapkan menjadi tersangka berdasar LP/A/0680/VIII/2019//Bareskrim'.
"Perlu kami jelaskan bahwa LP/A/0680/VIII/2019/Bareskrim tidak disebutkan bahwa perusahaan kami ditutup dan tidak diizinkan untuk beroperasi, karena LP/A/0680/VIII/2019/Bareskrim adalah untuk penyimpanan aki bekas kami di Cirebon yang perlu diproses tanpa menyebutkan perusahaan PT. NFU harus ditutup dan tidak diiziinkan beroperasi," kata Alfred.
"Dan perlu kami sampaikan bahwa PT. NFU adalah perusahaan yang sudah berdiri sejak 1986, yang sejak pertama berdiri kami sangat concern bergerak di bidang pengelolaan Limbah B3 khususnya aki bekas. Sedangkan untuk gudang Cirebon sendiri mulai beroperasi sejak April 2019," imbuhnya.
Kemudian, pada alinea ke-5 yang menyebutkan 'Karena mereka melanggar tindak pidana UU 32/2009 karena gudang Cabang NFU di Cirebon tidak memiliki izin UKL-IPL serta
Tempat Penampungan Sementara (TPS) limbah B3. Selain melanggar UU nomor 32/2009, PT NFU juga menyalahi PP nomor 01/2009 serta Kepbapedal nomor 1/Bapedal/09/2015 tentang tata cara dan persyaratan teknis penyimpanan limbah bahan berbahaya beracun (B3)," terangnya Helmi'.
"Penjelasan kami, gudang tersebut hanya merupakan tempat transit sementara aki bekas yang akan dibawa ke Pabrik PT. NFU dan merupakan tempat sewaan, sehingga tidak tepat
disebutkan sebagai cabang PT. NFU karena kegiatannya bukan berupa pabrik dan tidak melakukan proses produksi Dan mengenai tata, cara dan persyaratan teknis penyimpanan limbah bahan berbahaya beracun (B3), kami tetap menaati Kepbapedal nomor l/Bapedal/09/2015 yaitu beratap, lantai dicor, kedap air dan penempatan dengan menggunakan pallet," sebut Alfred.
Kemudian soal isi alinea ke-6 yang menyebutkan 'Sampai saat ini, pabriknya masih beroperasi, padahal mereka tak memiliki AMDAL dan IPAL. Ini yang membuat kami bertanya-tanya. Artinya, masih ada kerja sama perusahaan seperti GS Battery dan Astra ini terhadap perusahaan yang melakukan kejahatan lingkungan, karena perusahaan ini masih operasi." terangnya'.
"Seperti perizinan yang sudah kami sampaikan di atas kami sudah memiliki AMDAL dan pabrik PT. NFU sudah memiliki IPAL dengan kapasitas 40 m3/jam dengan sistem Batch," kata Alfred.
"Berikutnya mengenai customer kami, GS Battery dan ASTRA yang juga terbawa dalam pemberitaan, padahal sumber informasi dari berita tersebut belum/tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya sehingga ini merupakan langkah-langkah pembunuhan karakter PT. NFU di hadapan customernya," ujar Alfred.
"Sehubungan dengan pemberitaan yang masih belum bisa dipertanggungjawabkan ini, berakibat kepada customer kami yang mengalami demo yang sangat merugikan mereka. Sehingga secara tidak langsung berakibat kepada perusahaan lain juga," pungkas Alfred. (jpnn)
Redaktur : Tim Redaksi