PT Tinggi, Pemodal Kendalikan Pemilu

Sabtu, 19 November 2011 – 11:45 WIB
JAKARTA - Kuatnya pengaruh modal dalam pemilihan umum legislatif dan presiden, termasuk pemilihan kepala daerah (pemilukada) di Indonesia masih sangat kuatHal ini tidak hanya terjadi di negara liberal

BACA JUGA: DPR Berkeras Alokasi Anggaran Desa Harus Ada

Terbukti banyak kalangan pengusaha yang  berlomba-lomba dalam setiap suksesi jabatan politik.

Hal ini diungkapkan oleh anggota Komisi II DP,R Rahadi Zakaria dalam diskusi 'Haramkah Anggota DPR Bergaya Mewah?' di press room DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jumat (18/11).
 
"Pemilih ideologis akan hancur dengan pemberian uang sesaat ketika pilkada dan pemilu
Ini persoalan serius bagi bangsa Indonesia

BACA JUGA: Oneng Siap Maju di Pilgub Jabar

Pemilih ideologis nyaris tergerus oleh kekuatan modal
Yang punya modal itulah yang bisa memenangkan pertarungan dalam dunia politik," ujarnya.

Untuk mengeliminir hal tersebut, politisi PDIP ini menegaskan, jika rakyat harus punya kesadaran politik

BACA JUGA: Pilih Capim KPK, DPR Tak Mau Didikte

Ini adalah tugas pengamat, akademisi, wartawan untuk tidak tergiring dengan model yang sangat liberalistik dan individualistik ini.

"Sebagai contoh di Amerika Serikat, ada perlawanan terhadap kaum liberalis, borjuis, dan kapitalis yang dilawan oleh komunitas yang terpinggirkan oleh sistem yang tidak adilKelompok-kelompok ini disemangati oleh tulisan-tulisan Ivan IllichMereka adalah komunitas memberi pencerahan kepada masyarakat," katanya mengurai.

Sementara itu, anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKB Abduk Malik Haramain mengatakan makin besarnya angka PT maka makin besar pula kemungkinan pemodal yang akan menangHal ini tentu saja hanya akan membunuh kedaulatan suara rakyatPadahal, yang paling penting dalam pemilihan umum adalah terjaminnya kedaulatan rakyat untuk menentukan wakil rakyat dan pemimpin.

"Ketika pemilu menghasilkan derajat keterwakilan atau representatif yang rendah, di mana pemodal yang memegang kendali sepenuhnya, maka saya kira disitulah kegagalan sebuah pemilu," katanya dalam diskusi di di Jakarta beberapa waktu lalu.
 
Menurut Malik, berdasarkan perbandingan terhadap tiga pemilu terakhir, ada kecenderungan bahwa proporsionalitas keterwakilan itu semakin tipisPemilih yang terdaftar semakin tinggi, tetapi tingkat partisipasi pemilih semakin rendah.

"Pada tahun 1999 ada 190 juta pemilih, tahun 2004 ada 124 juta dan tahun 2009 ada 121 juta pemilih tetapi tingkat partisipasinya jauh lebih rendah," papar Malik.

Selain itu, menurut Ketua Pansus RUU Ormas ini, ketika berbicara representasi, hal yang terpenting adalah bagaiman supaya suara konstituen itu benar-benar mewujud menjadi kursi di DPRBeradasarkan data yang dikumpulkannya, pada tahun 2009 dengan PT 2,5 persen, ada 19 juta suara sah yang terbuang dan tidak mewujud menjadi kursi di DPR.

Dari data itu pula, jumlah suara yang tidak sah karena kesalahan mencoblos mencapai 17 juta suaraJika keduanya dijumlahkan jumlahnya mencapai 36 juta suara.  "Jumlah 36 juta suara itu, jika harga satu kursi (BPP) itu 400 ribu per orang asumsinya, maka ada 91 kursi yang terbuang,” ujarnya.

Sampai sekarang, kata Malik, dirinya tidak ditemukan teori, tidak menemukan solusi, cara bagaimana agar kemudian menghapus, meminimalisir jumlah suara sah yang tidak terkonversi menjadi kursi itu.

Karena itu terang Malik, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengusulkan parliamentary treshold (PT) sebesar 3 persen untuk meminimalisir jumlah suara sah yang hilang dan suara yang tidak sahHal ini dilakukan berdasarkan hasil perbandingan data yang dilakukan oleh PKB.

"Ketika PT ditetapkan pada angka 2,5 persen ada sekitar 19 juta suara yang terbuang dan tidak terkonversi menjadi kursiJika PT ditetapkan pada angka 3 persen, jumlah suara yang terbuang dan tidak terkonversi menjadi kursi tidak bergerak dari 19 juta sekianTetapi jika PT menjadi 4 persen, 19 juta itu bergeser menjadi 19 juta,” katanya.

Itu, tambah Malik, kalau kita berpikir secara linearMeskipun kita tidak menjamin kalau PT 5 persen akan menambah jumlah suara sah yang terkonversi menjadi kursi”Begitu juga sebaliknyaIni masih asumsi, jaminan dan prediksi," pungkas Malik. (dms)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Priyo Enggan Komentari Dualisme Kosgoro


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler