PU: 80 Situ di Jabodetabek Telah Direhabilitasi

Jumat, 03 April 2009 – 19:49 WIB
JAKARTA - Departemen Pekerjaan Umum (PU) mengaku telah merehabiltasi 80 situ dari total 202 situ yang berada di JabodetabekRehabilitasi dilakukan dalam periode tahun 1996-2008

BACA JUGA: UMJ Aktif Kuliah, Korban Situ Gintung Pindah

Sementara tahun 2009 ini, Departemen PU akan merehabilitasi tujuh situ lainnya
Seperti dikatakan Kepala Pusat Komunikasi Publik (Kapuskompu) Departemen PU, Amwazi Idrus, perbaikan situ itu dilakukan secara bergiliran karena keterbatasan dana.

"Khusus untuk Situ Gintung, pemeliharaan baru saja dilakukan pada November 2008

BACA JUGA: Enam Warga Sulut Selamat dari Bencana Situ Gintung

Pada saat itu, tim evaluasi dari Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Departemen PU tidak menemukan adanya kerusakan berarti pada situ tersebut," ungkap Amwazi, Jumat (3/4), di Jakarta.

Untuk saat ini, lanjut Amwazi pula, Departemen PU mengalokasikan dana pemeliharaan Situ Gintung sebesar Rp 1,5 miliar pada tahun lalu
Dana tersebut dipergunakan antara lain untuk pengerukan, pembersihan, serta pembuatan public barrier berupa jogging track pada kawasan seluas 21 Ha tersebut.

"Public barrier berupa jogging track sengaja kita buat, dengan tujuan agar lahan Situ Gintung tidak diokupasi lebih jauh sebagai daerah permukiman," tegas Amwazi.

Amwazi juga mengungkapkan, bahwa secara administrasi, pengawasan dan pengelolaan ke-202 situ di Jabodetabek itu berada dalam kewenangan Departemen PU baru sejak tahun 2007

BACA JUGA: Skandal Perempuan Perberat Hukuman Al Amin

Hal tersebut sebagai konsekuensi dari UU No 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

"Sebelumnya, hal itu berada di tangan pemerintah daerahNamun memang ada situ-situ yang ditangani pusat, sesuai permintaan dari daerah," tambahnya Sementara itu, mengenai penyebab jebolnya tanggung Situ Gintung, Kapuskompu tersebut mengatakan bahwa berdasarkan kajian dari tim Balitbang Departemen PU, itu disebabkan oleh penyempitan saluran pelimpah air akibat sepadan sungai yang diokupasi sebagai daerah permukiman.

"Lebar mulut spillway yang berada di bawah tanggul itu 11,2 meterTadinya saluran air setelahnya memiliki lebar 5 meteran, namun kini tersisa hanya 1,5 meterAkibatnya, saat terjadi overtopping, maka terjadi turbulensi di sekitar mulut spillway menuju saluran yang lebarnya hanya 1,5 meter, sehingga terjadi pengerusan kaki tanggul, kemudian jebollah tanggul tersebut," terang Amwazi.

Sesuai aturan, lanjut Amwazi, seharusnya di bawah tanggul tidak diperkenankan sebagai daerah permukimanAlasan ini tak lain untuk mengantisipasi bencana seperti di Situ Gintung yang terjadi pekan lalu.

"Meski kita buat tanggul dengan konstruksi permanen, tetap saja di bawahnya tak diperkenankan sebagai perumahanHal itu demi mengantisipasi bencana alam semisal gempa, yang bisa saja berdampak terhadap jebolnya tanggul, yang lalu menyapu perumahan yang ada di bawahnya," cetus Amwazi(rie/JPNN)

BACA ARTIKEL LAINNYA... DWP Dephub Ikut Nyumbang ke Situ Gintung


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler