jpnn.com - JAKARTA - Dua anak Megawati Soekarnoputri, Prananda Prabowo dan Puan Maharani yang dipercaya ibundanya menjadi Ketua DPP PDI Perjuangan masih menjadi perdebatan.
Nanda (43 tahun), yang selama ini dikenal lebih sering di belakang layar 'langkah' ibunya, kini dipercaya menjadi ketua di bidang ekonomi kreatif.
BACA JUGA: Apa Hebatnya sih Megawati?
Sejumlah kaum Marhaen (basis kekuatan PDI Perjuangan) menganggap Nanda sebagai salah satu pewaris trah Soekarno. Sebagai politikus partai banteng moncong putih, Nanda memang jarang muncul. Beberapa tulisan menyebut kemunculan Nanda pertama kali terjadi saat Mega mengajaknya konferensi pers bersama Puan, menjelang pembukaan Kongres III PDI Perjuangan di Bali, 2010.
Sebelum menjadi Ketua DPP PDI Perjuangan 2015-2020, Nanda ditempatkan sebagai Kepala Ruang Pengendali dan Analisis Situasi (Situation Room) DPP PDI-Perjuangan. Beberapa pidato politik Megawati dibuat oleh anak keduanya tersebut. Salah satu sentuhan pidatonya yang dianggap cukup bisa menggambarkan cara pandangnya terhadap dunia politik adalah ketika ia menyisipkan penggalan nasihat dari Kitab Baghawad Gita, "karmanye vadhikaraste ma phaleshu kada chana" (kerjakan seluruh kewajibanmu dengan sungguh-sungguh tanpa menghitung untung-rugi).
BACA JUGA: Clearkan Dulu, Jangan Sampai Honorer K2 Siluman Ikut Tes
Pidato yang dibacakan pada Pembukaan Kongres III PDI Perjuangan tahun 2010 tersebut memang kemudian menjadi salah satu pidato Megawati yang paling banyak mendapatkan pujian dari berbagai pihak.
Pada Kongres IV PDI Perjuangan di Bali yang baru ditutup Sabtu (11/4), pidato politik Mega juga menggambarkan bagaimana Nanda berpikir. Soal 'penelikung' dalam partai, kontrak migas, ISIS dan sebagainya, merupakan buah pikir Nanda.
BACA JUGA: Menteri Yuddy Ancam Batalkan NIP Honorer K2 Palsu
Selain aktif dalam dunia politik, Nanda juga memiliki ketertarikan tinggi di bidang musik. Penyuka aliran musik cadas ini dikenal piawai dalam bermain bass. Karakter permainan bassnya tersebut banyak dipengaruhi oleh gaya bermain Steve Harris, bassis Iron Maiden, band cadas asal Inggris yang menjadi idolanya.
Keprihatinannya yang mendalam atas semakin pudarnya rasa nasionalisme di kalangan anak muda mendorongnya untuk membentuk sebuah grup band bernama Rodinda (Romantika, Dinamika, Dialektika adalah prinsip-prinsip Revolusi yang sering diucapkan Bung Karno) sebagai medium penyampai pesan nasionalisme kepada kaum muda.
Sementara Puan? Asam garam politik sudah dirasakan sarjana Ilmu Komunikasi lulusan Universitas Indonesia. Wanita yang suka memelihara rambut panjangnya ini merupakan Ketua Fraksi PDI Perjuangan 2012-2014.
Puan disebut juga pernah magang di majalah Forum Keadilan dan merasakan tantangan dunia jurnalistik seperti mencari nara sumber dan kesibukan di kantor menjelang naik cetak.
"Memangnya kenapa kalau anak dari ketua umum partai masuk menjadi pengurus (pusat)? So what?" tandas pengamat politik dari Universitas Indonesia, Indra Novi, Minggu (12/4).
Menurut Indra, kritikan atas posisi Nanda dan Puan itu hanya sebatas ada kepentingan. Di negara lain bahkan, tradisi dinasti memerintah melekat di pucuk pemerintahan seperti presiden atau perdana menteri. "Apalagi Nanda dan Puan itu bukan anak kemarin sore dalam politik," ujar Indra.
Pengamat politik yang baru berusia 35 tahun ini melihat, Puan dan Nanda memang pantas menjadi pengurus di DPP PDI Perjuangan. "Saya tidak bicara kualitas, karena itu hanya diketahui internal partai, namun saya mengamati Puan dan Nanda ini loyalisnya ada lho. Bukan orang-orang ibunya. Mereka punya loyalis sendiri. Jadi ya wajar saja (masuk DPP)," singkat Indra.
Politisi senior PDI Perjuangan, Pramono Anung juga mengapresiasi keberanian Mega menunjuk dua anaknya meski sudah diprediksi akan menimbulkan perdebatan tersendiri.
"Ini isyarat dari Bu Mega bahwa regenerasi di dalam tubuh partai itu terus dilakukan," ujar Pramono di sela-sela Kongres IV beberapa hari lalu. (adk/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Minta Sidang Praperadilan Jero Wacik Ditunda
Redaktur : Tim Redaksi