jpnn.com, JAKARTA - Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti permasalahan krisis air bersih yang melanda sejumlah daerah di Indonesia.
Krisis air bersih terjadi akibat dampak musim kemarau berkepanjangan ini telah diprediksi oleh BMKG sebelumnya.
BACA JUGA: Soal Pertemuan Megawati-Prabowo, Puan: Silaturahmi Penting, InsyaallahÂ
Puan meminta Pemerintah untuk segera mengambil langkah strategis dengan mendistribusikan air bersih secara cepat ke lokasi yang masih mengalami dampak musim kemarau.
“Permasalahan krisis air bersih ini adalah isu yang serius dan memerlukan perhatian pemerintah karena menyangkut kebutuhan hidup dan kesehatan masyarakat. Segera beri bantuan kepada warga yang sampai sekarang masih mengalami krisis air,” ujar Puan Maharani, Rabu (11/9/2024).
BACA JUGA: Perihal Putusan MA, Mintarsih Akan Surati Ketua DPR Puan Maharani dan Komisi III DPR
Salah satu daerah yang mengalami krisis air bersih adalah Kampung Leuwi Urug, Desa Rahong, Kecamatan Cilaku, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Warga setempat bahkan sampai menggunakan air kubangan dari aliran Sungai Cilaku karena sumur-sumurnya mengering.
BACA JUGA: Ketua DPD RI Ingatkan 13 Gubernur Ancaman Kemarau Panjang, Ini Daftarnya
Warga Kampung Leuwi Urug menggunakan air kubangan tersebut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti mandi, minum hingga memasak.
Akibatnya sudah ada warga yang mengeluhkan sakit gatal-gatal akibat penggunaan air yang kurang bersih itu.
Puan menyebut harus ada langkah cepat mengatasi persoalan krisis air di daerah-daerah yang masih mengalami kekeringan seperti di Kampung Leuwi Urug.
“Pengiriman air bersih ini harus segera dilakukan sebagai solusi jangka pendek agar warga tidak menggunakan air kubangan yang berpotensi berbahaya bagi kesehatan mereka," tutur perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.
Pada bulan Mei lalu, BMKG sudah mengeluarkan prediksi bahwa musim kemarau akan melanda Indonesia lebih panjang hingga menjelang akhir tahun meski memasuki pertengahan September ini sejumlah daerah sudah ada yang mulai musim hujan.
Kemarau panjang tersebut terjadi karena posisi gerak semu matahari yang berada di dekat Khatulistiwa.
Berdasarkan data BMKG, kondisi suhu panas di wilayah Indonesia beberapa bulan terakhir cukup bervariasi rata-rata berada di kisaran 25-34 derajat Celsius.
"Ke depannya Pemerintah harus melakukan antisipasi jangka panjang agar dapat menanggulangi kekeringan yang biasa terjadi saat musim kemarau. Mitigasi harus semakin dimaksimalkan,” ujar Puan.
Menurut mantan Menko PMK itu, langkah panjang yang harus dipersiapkan salah satunya dengan membangun sarana penyimpanan air dan sumur untuk permukiman yang kerap mengalami krisis air.
Puan menilai pemerintah juga perlu membangun infrastruktur yang lebih tahan terhadap kekeringan.
“Misalnya sumur dalam atau penampungan air hujan (rainwater harvesting). Selain itu, penting sekali untuk meningkatkan aktivitas penghijauan dalam rangka pemulihan lingkungan seperti reboisasi di daerah tangkapan air atau perbaikan aliran sungai,” terangnya.
“Reboisasi dan perbaikan aliran sungai juga diperlukan untuk memastikan bahwa sumber air tetap terjaga. Pengelolaan sumber air secara berkelanjutan sangat penting agar wilayah-wilayah rentan tidak kembali mengalami krisis air setiap tahun,” ujar Puan.
Puan pun mendorong Pemerintah untuk aktif melakukan kolaborasi dengan berbagai elemen masyarakat lain, termasuk sektor swasta, LSM, atau organisasi non-pemerintah (NGO) yang bergerak dalam bidang air bersih.
Menurut Puan, kerja sama ini dilakukan guna mempercepat distribusi dan penyediaan fasilitas air bersih, khususnya di wilayah-wilayah yang sulit dijangkau.
“Langkah-langkah ini harus dilakukan secara simultan untuk mengurangi risiko jangka panjang. Respons cepat dari Pemerintah, khususnya Pemda, sangat diharapkan agar kebutuhan dasar masyarakat, seperti akses air bersih dapat terpenuhi," paparnya.
Tidak kalah penting, Puan juga meminta Pemerintah untuk melakukan edukasi dan penyuluhan kesehatan bagi warga yang terdampak kemarau panjang. Edukasi secara khusus mengenai bahaya penggunaan air yang terkontaminasi dan pentingnya menjaga sanitasi.
"Edukasi dan penyuluhan ini harus beriringan dengan solusi dan antisipasi yang telah dilakukan Pemerintah,” tegas Puan.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari