JAKARTA - Direktur Eksekutif Maarif Institute Fajar Riza Ul Haq menyatakan rakyat Indonesia sudah tak suka dengan model kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat ini. Makanya, ia yakin pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 mendatang, pemilih akan mencari sosok antitesis dari model Presiden SBY
"Kalau SBY dianggap tidak tegas, partisan pada satu kelompok, elisitis, jaim, maka orang nanti di 2014 akan cari sosok sebaliknya," kata Fajar di Jakarta, Kamis, (13/6).
Fajar menjelaskan selain rakyat mencari presiden yang tegas, pemilih publik juga mengharapkan pemimpin yang merakyat, tidak berjarak dengan mereka. "Saya melihat sih itu kriteria yang diinginkan masyarakat. Di luar kriteria yang umumnya ya, punya integritas, bersih, baik. Tapi ada model lain, yang anti tesis dengan SBY," katanya.
Karenanya kata dia, tidak mengherankan bila Joko Widodo (Jokowi) mendapat dukungan kuat untuk maju sebagai capres. Bahkan semua survei mengunggulkan Gubernur DKI Jakarta untuk maju di Pilpres 2014. "Itu memperlihatkan bagaimana publik haus sosok yang merakyat, familiar, wong deso," tandasnya.
Walaupun harapan publik begitu tinggi terhadap Jokowi kata Fajar, pencalonannya di Pilpres 2014 tergantung Ketua Umum DPP PDIP, Megawati Soekarnoputri. Sebab, tanpa restu Mega, Jokowi akan kesulitan menjadi calon.
"Saya kira ini akan jadi dilema bagi Jokowi dan PDIP. Satu sisi publik mengharapkan dia menjadi salah satu calon. Tapi dia sekarang masih menjabat di DKI," ungkapnya.
Menurut Fajar, kalau akhirnya PDIP mengusung Jokowi maka satu-satunya cara untuk bisa membendung elektabilitas jagoan Mega itu adalah mempersiapkan calon alternatif. Calon alternatif yang dimaksud adalah Gita Wirjawan, Dahlan Iskan, dan Mahfud MD.
"Tetapi mereka belum punya kendaraan yang jelas. Makanya, saya berharap momen konvensi yang dibuka berbagai partai bisa memberikan kesempatan kepada mereka," tandasnya.
Partai yang melakukan konvensi capres harus digelar serius dan fair. Sebab, jika cuma asal-asalan dan yang dihasilkan capres dari generasi lama maka bisa dipastikan tak akan bisa melawan Jokowi. "Kalau mereka keukeuh (mencalonkan tokoh tua), mereka akan ditinggalkan PDIP jika PDIP mengusung Jokowi," tandasnya.
Sebelumnya, Jeffrie Geovanie, juga mengatakan hal yang sama. Board of Advisor Center for Strategic and International Studies (CSIS) mengatakan, kalau Pilpres digelar saat ini maka Jokowi menang dengan suara mutlak di atas 60 persen, siapa pun lawannya.
Tapi karena waktu pilpres masih satu tahun lagi maka kemenangan Jokowi akan sangat bergantung pada keberhasilan konvensi capres Partai Demokrat. Bila konvensi capres Partai Demokrat berjalan sangat demokratis dan diikuti generasi baru seperti Gita Wirjawan, Mahfud MD, Marzuki Alie, Irman Gusman, Dino Pati Jalal, Chairul Tanjung, maka lahir penantang baru yang bisa mengimbangi Jokowi. (awa/jpnn)
"Kalau SBY dianggap tidak tegas, partisan pada satu kelompok, elisitis, jaim, maka orang nanti di 2014 akan cari sosok sebaliknya," kata Fajar di Jakarta, Kamis, (13/6).
Fajar menjelaskan selain rakyat mencari presiden yang tegas, pemilih publik juga mengharapkan pemimpin yang merakyat, tidak berjarak dengan mereka. "Saya melihat sih itu kriteria yang diinginkan masyarakat. Di luar kriteria yang umumnya ya, punya integritas, bersih, baik. Tapi ada model lain, yang anti tesis dengan SBY," katanya.
Karenanya kata dia, tidak mengherankan bila Joko Widodo (Jokowi) mendapat dukungan kuat untuk maju sebagai capres. Bahkan semua survei mengunggulkan Gubernur DKI Jakarta untuk maju di Pilpres 2014. "Itu memperlihatkan bagaimana publik haus sosok yang merakyat, familiar, wong deso," tandasnya.
Walaupun harapan publik begitu tinggi terhadap Jokowi kata Fajar, pencalonannya di Pilpres 2014 tergantung Ketua Umum DPP PDIP, Megawati Soekarnoputri. Sebab, tanpa restu Mega, Jokowi akan kesulitan menjadi calon.
"Saya kira ini akan jadi dilema bagi Jokowi dan PDIP. Satu sisi publik mengharapkan dia menjadi salah satu calon. Tapi dia sekarang masih menjabat di DKI," ungkapnya.
Menurut Fajar, kalau akhirnya PDIP mengusung Jokowi maka satu-satunya cara untuk bisa membendung elektabilitas jagoan Mega itu adalah mempersiapkan calon alternatif. Calon alternatif yang dimaksud adalah Gita Wirjawan, Dahlan Iskan, dan Mahfud MD.
"Tetapi mereka belum punya kendaraan yang jelas. Makanya, saya berharap momen konvensi yang dibuka berbagai partai bisa memberikan kesempatan kepada mereka," tandasnya.
Partai yang melakukan konvensi capres harus digelar serius dan fair. Sebab, jika cuma asal-asalan dan yang dihasilkan capres dari generasi lama maka bisa dipastikan tak akan bisa melawan Jokowi. "Kalau mereka keukeuh (mencalonkan tokoh tua), mereka akan ditinggalkan PDIP jika PDIP mengusung Jokowi," tandasnya.
Sebelumnya, Jeffrie Geovanie, juga mengatakan hal yang sama. Board of Advisor Center for Strategic and International Studies (CSIS) mengatakan, kalau Pilpres digelar saat ini maka Jokowi menang dengan suara mutlak di atas 60 persen, siapa pun lawannya.
Tapi karena waktu pilpres masih satu tahun lagi maka kemenangan Jokowi akan sangat bergantung pada keberhasilan konvensi capres Partai Demokrat. Bila konvensi capres Partai Demokrat berjalan sangat demokratis dan diikuti generasi baru seperti Gita Wirjawan, Mahfud MD, Marzuki Alie, Irman Gusman, Dino Pati Jalal, Chairul Tanjung, maka lahir penantang baru yang bisa mengimbangi Jokowi. (awa/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Dinilai Tak Layak Naikan Harga BBM
Redaktur : Tim Redaksi