jpnn.com, JAKARTA - Dalam Pilpres mendatang, rakyat diimbau memilih sosok berdasarkan karakter, kematangan, rekam jejak dan gagasan kebijakan yang ditawarkan.
Diperkirakan, mayoritas pemilih tidak akan memilih lagi atas dasar kemasan gimmick atau bahkan rasa kasihan.
BACA JUGA: Bahtsul Masail LPL dan FBKM Bahas Hukum Memilih Pelanggar HAM jadi Pemimpin
Hal ini disampaikan oleh Nur Iswan, Pengamat Kebijakan dan Bisnis pada Jumat, 12 Januari 2024. Rakyat Indonesia, lanjut Iswan, pasti sudah belajar dari sejarah kepemimpinan nasional.
“Untungnya rakyat kita itu tangguh. Sabar luar biasa. Daya tahannya mengagumkan. Padahal, sudah sering tertipu oleh pemimpinnya. Masa mau tertipu terus?” kata Iswan sambil berseloroh.
BACA JUGA: Dapat Dukungan Ulama dan Kiai Kampung, Hasto: Ganjar-Mahfud Pemimpin Berwatak Baik
Pilpres kali ini, urai Iswan, merupakan episode ke sekian kalinya bagi rakyat Indonesia dan para elitenya untuk memilih pemimpin terbaik.
Pemimpin yang baik dan berani bersikap benar serta adil.
BACA JUGA: Jusuf Kalla: Pemimpin Harus Tenang, Jangan Emosional
“Dalam pandangan saya, Pemimpin terbaik yang harus dipilih adalah Pemimpin yang siap dan mau melayani, santun dan mengayomi. Ia juga wajib memiliki kematangan karena tempaan pengalaman, cepat menguasai masalah dan solusinya. Tegas dan berani untuk bersikap benar serta adil sejak dalam pikiran maupun hati,” ungkapnya.
Kita semua, ungkap Iswan, oleh mekanisme yang ada hanya disodorkan tiga pilihan ini.
“Gunakanlah hak pilih. Jernihlah dan berdaulatlah dalam memilih. Pilihlah dengan parameter yang saya sebutkan tadi. Jangan karena kasihan. Jangan karena diorkestrasi tangisan para influencer, terus mudah terpengaruh dan jatuh simpati,” tegas alumni School of Public Policy and Administration, Carleton University.
Salah satu yang harus diwaspadai dalam demokrasi mutakhir, ungkap Iswan, adalah parade pencitraan, kabar bohong dan gimmick.
“Dulu, Kita pikir lugu dan nir-ambisi. Ternyata mabuk kekuasaan. Dulu, rame-rame dipilih dan kita menaruh harapan besar karena merakyat. Eh ternyata berubah dan menjelma ingin menjadi raja. Banyak yang menyesal-kan?” Kata Iswan setengah bertanya.
Saat ini, kata Iswan, rakyat dipengaruhi oleh aneka cara. Yang kuat pengalaman dan kaya pikirannya serta minim logistik tentu dengan narasi.
“Sementara Paslon yang terbatas perbendaharaan kata dan narasi serta minim pengalaman, ya dengan makan siang gratis, bagi susu dan sembako. Ditambah dengan joged-gemoy sambil saat yang sama menarik rasa iba dan simpati,” kata Iswan.
Semua cara itu, kata Iswan, terbuka saja digunakan dalam demokrasi. Tetapi ada cara yang mendidik dan mencerahkan masyarakat sehingga menggugah kesadaran rakyat dan kesehatan demokrasi.
“Sebaliknya, ada cara yang sama sekali tidak mendidik dan menumpulkan akal sehat pemilih. Jangan sampai masyarakat terjebak dalam gimmick-gimmick murahan seperti itu. Tantangan Indonesia kedepan berat, jangan sampai rakyat pilih pemimpin yang tidak tepat,” ungkap Iswan. (jpnn)
Redaktur : M. Adil Syarif
Reporter : JPNN.com