Publik Harus Mendorong Koalisi Lebih dari Dua Poros

Selasa, 27 September 2022 – 08:05 WIB
Siti Zuhro. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Survei Litbang Kompas menemukan 62,4 persen responden meyakini bahwa koalisi partai politik (parpol) yang terbentuk saat ini sangat berpeluang berubah.

Komitmen partai politik yang terjalin hingga kini belum bisa menjamin gambaran koalisi sesungguhnya untuk Pilpres 2024.

BACA JUGA: Komunitas Buruh Samarinda Dorong Firli Maju di Pilpres 2024

Pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro menilai peta koalisi masih akan berubah hingga 2024.

Menurur dia, semua partai masih melakukan penjajakan dan komunikasi politik. Partai saling menjajaki kemungkinan-kemungkinan untuk pilpres 2024.

BACA JUGA: Ribuan Pendukung Anies Baswedan Bersiap Sambut Purnabakti Gubernur DKI Jakarta

“Itu tidak mudah disimpulkan. Saya menilai masih dalam taraf saling menjajaki, mereka butuh chemistry, butuh platform yang sama dan saling menguntungkan. Tentu mereka berpikir dua hal, pileg-nya oke, Pilpres-nya, ok," kata Siti Zuhro, Senin (26/9/2022).

Menurut Siti Zuhro, melihat dinamika politik yang sedemikian cair membutuhkan partisipasi aktif dari publik dan suara dari masyarakat sipil untuk mendorong agar Pilpres tidak diikuti hanya dua pasangan calon (paslon).

BACA JUGA: Partai Golkar Makin Diminati Kaum Muda di Era Airlangga

Dia menyebut Pilpres 2019 sudah cukup memberikan pelajaran atas dampak yang ditimbulkan ketika hanya dua paslon.

Jadi, menurut saya kalau kita enggak aktif seperti 2014 dan 2019, pasti dua poros, yang mereka sukai saja. Untuk apa pisah-pisah, bikin energi terkuras. Toh, enggak menang. Maka, sekarang ini sangat tergantung pada civil society,” ujar Siti.

Siti Zuhro menambahkan masyarakat sipil harus mendorong partai politik untuk menjalankan fungsi representasi dengan menghadirkan lebih dari dua paslon Capres-Cawapres.

Jadi, kalau civil society-nya kuat menyuarakan bahwa pelajaran dua kali pemilu membuat kita ini fungsi representasi yang seharusnya dilakukan partai-partai, tidak dilakukan. Itu yang harus terus disuarakan dan dampak-dampak dari hanya dua pasangan calon. Jadi, kalau kita diam, civil society-nya diam, ya, mereka melenggang," ungkapnya.

Tergantung Situasi

Pengamat Komunikasi Politik Universitas Multimedia Nusantara Silvanus Alvin menilai bongkar pasang koalisi masih akan dinamis, seturut situasi politik, sampai titik final.

“Memang untuk koalisi parpol yang dikatakan final itu tentu tergantung dari situasi politik yang berkembang. Bisa saja ada kejadian-kejadian yang belum kita tahu,” kata Alvin, Senin (26/9).

Namun dalam berkoalisi, partai akan memperhatikan kebutuhan partainya dulu baru koalisi.

“Masing-masing pasti tidak mau jadi beban, dalam koalisi ada partai yang jadi beban, maka partai lain pakai strategi mutusin buntut ekor cicak,” ungkap Alvin.

Saat ini sudah terbentuk poros Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), Gerindra-PKB, Nasdem-Demokrat-PKS dan juga PDIP.

Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto bertemu dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto pekan lalu. Pertemuan mereka dimaknai dan diamini sebagai bentuk silaturahmi.

“Sebenarnya pertemuan Pak Airlangga dan Prabowo, peluang itu besar karena sama-sama nasionalis. Dan, keduanya ada latar belakang sudah bekerjasama di kabinet, eksekutif, masih terbuka,” sebut Alvin. Apalagi, PPP, anggota KIB yang lain, pernah berkoalisi dengan Gerindra di 2014 silam.

“Ini masalahnya apakah koalisi belum final kan, dengan kata lain koalisi bisa berkurang dan bisa bertambah partainya bergabung. Ini tinggal bagaimana masing-masing pimpinan partai berkomunikasi,“ kata Alvin.

Namun, selain sibuk silaturahmi dan bongkar pasang, dia menyarankan, para petinggi parpol juga bisa merespon tantangan zaman, terutama krisis ekonomi global, dan pemenuhan perut masyarakat.

“Sebab, sekarang publik lebih melihat siapa pemimpin atau partai yang dapat memberikan solusi praktis bagi rakyat,“ kata Alvin.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler