JAKARTA - Insitruksi bagi instansi pusat dan daerah (pemprov, pemkot, dan pemkab) untuk mempublikasikan data honorer kategori 1/K1 (digaji APBN atau APBD) belum berjalan efektif. Kementerian Pendayaguaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN-RB) sampai kemarin (22/3) belum menerima satupun laporan instansi yang mempublikasikan data tersebut.
Seperti diketahui, kewajiban instansi mempublikasikan nama honorer K1 yang sudah memenuhi kriteria (MK) seperti diatur dalam PP.No. 48 Tahun 2005 jo PP. No. 43 Tahun 2007 tertuang dalam Surat Edaran Menpan-RB Nomor 3 Tahun 2012. Dalam surat yang ditandatangi 12 Maret itu, deadline untuk publikasi hingga 31 Maret nanti.
Ketua Umum Dewan Koordinator Honorer Indonesia (DKHI) Ali Mashar kemarin (22/3) menjelaskan, surat edaran tadi rata-rata diterima di daerah pada 15 Maret lalu. "Memang belum banyak yang mempublikasikan data honorer K1 sesuai aturan surat itu," katanya.
Ali menyebutkan, laporan daerah yang sudah mempublikasikan nama-nama honorer K1 adalah di Provinsi Jawa Tengah. "Total honorer K1 di Jawa Tengah 300-an. Di Kota Semarang malah hanya 26 orang" kata dia. Dengan jumlah yang sedikit ini, dia menjelaskan tidak ada beban bagi pemprov, pemkab, maupun pemkot di Jawa Tengah untuk mempublikasikan data tersebut.
Tapi Ali mengatakan, bakal ada beban lebih berat di daerah dengan jumlah tenaga honorer K1 mencapai ribuan orang. "Tentu janggal jika disebut tercecer, tapi jumlah K1-nya ribuan orang," kata dia. Di daerah dengan jumlah honorer K1 mencapai ribuan orang, Ali menduga telah terjadi manipulasi. Ujung-ujungnya, daerah tersebut sampai sekarang belum melansir nama-nama honorer K1. Mereka khawatir diprotes masyarakat.
Ali lantas menyebutkan contoh daerah yang jumlah tenaga honorer K1-nya mencapai ribuan orang. Diantara ada di Pamekasan, Malang, Kediri, dan Nganjuk (Jawa Timur). Kemudian juga di Bandung, Jawa Barat.
Dia menjelaskan, banyak modus yang lazim digunakan instansi untuk memanipulasi tenaga honorer menjadi K1. Diantaranya, adalah memberi gaji dari APBN atau APBN yang sejatinya untuk pos belanja publik. "Ini sangat menyalahi aturan," tegas dia.
Ali menerangkan meski sama-sama bersumber dari APBN atau APBD, tetapi pos pengeluarannya bukan dari belanja pegawai. Melainkan dari belanja publik. Menurut Ali, honorer seperti ini tidak bisa dimasukkan dalam kelompok K1. Tetapi tetap saja ada insntasi yang memaksakan honorer ini masuk kelompok K1.
Deputi Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur Kemen PAN-RB Ramli E. Naibaho di kantornya kaget mendengar kabar surat edaran tadi belum berjalan efektif. Dia menegaskan, sejatinya mulai pekan lalu data honorer K1 sudah bisa dipublikasikan ke publik.
Dia menjelaskan, motivasi ketentuan ini adalah untuk transparansi. Ramli mengatakan, masyarakat bisa ikut mengontrol terkait nama-nama honorer K1 yang sudah ditetapkan instansi di pusat maupun daerah. Ramli mempersilahkan masyarakat protes jika ada nama-nama honorer K1 yang janggal.
Ramli menegaskan, pihaknya akan bekerja sama dengan BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) di daerah untuk memantau kewajiban publikasi ini. Dia mewanti-wanti, jika ada daerah yang tidak mempublikasi nama tenaga honorer K1 sampai 31 Maret nanti, maka usulan pengangkatan honorer K1 menjadi CPNS ditolak. (wan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Olly Tak Tahu Wa Ode Dapat Fee PPID
Redaktur : Tim Redaksi