jpnn.com - PARIKMALINTANG - Impian 17 orang eks Gafatar asal Nagari Kapaloilalang Kabupaten Padangpariaman, Sumbar, untuk dapat hidup lebih baik setelah pulang kampung, hingga kini masih belum terwujud.
Bahkan para eks Gafatar tersebut terpaksa berutang sana-sini untuk ongkos kepulangan dan biaya hidup mereka.
BACA JUGA: Pak Jokowi, Please Lantik Wagub DIY di Jogja Saja
Eks Gafatar Rusmen bercerita sepulangnya dari Desa Tangkahen, Kecamatan Banamtinggang, Kabupaten Pulaupisau, Palangkaraya Kalimantan Tengah, ia tak tau harus berbuat apa. Apalagi, dia harus terus menghidupi satu istri dan delapan orang anaknya.
“Sejak pergi memang perekonomian di kampungnya terputus. Kini, saya tak tau harus berbuat apa. Tanah digarap juga tidak ada,” ungkap Rusmen.
BACA JUGA: Luar Biasa! Menkominfo Kagumi Kualitas Ponsel Pintar Buatan Daerah Ini
Keadaan berbeda diakuinya, saat dia baru memulai hidup di Kalimantan yang dimulai sekitar 10 bulan yang lalu. Hidup dengan bercocok tanam membuat kehidupannya sudah lebih dari cukup. Karena saat itu, dia dan kepala keluarga lainnya dipercaya untuk menggarap sejumlah tanah, sehingga hasil dari pertanian tersebut dapat dijual.
Namun, adanya isu Gafatar yang gencar, apalagi adanya peristiwa bom Sarinah, justru dimanfaatkan sejumlah kalangan untuk mematikan usaha dagang pertaniannya. Hasil pertanian seperti ketimun, ubi-ubian dan sayur-sayuran lainnya itu mengandung racun.
BACA JUGA: Ngeri! Anggota Dewan Ribut di Rapat, Petugas Langsung Siaga
“Isu itu dimanfaatkan orang lokal di situ dengan menfitnah kami. Saat itu juga hasil pertanian kami tidak laku. Makanya, kami ingin pulang. Untuk pulang, kami pinjam uang,” ungkapnya.
Sementara itu, Wali Nagari Kapaloilalang, Taufik mengatakan persoalan pembiayaan kepulangan masyarakatnya yang total berjumlah 17 orang tersebut sudah jauh-jauh hari diusahakannya dengan melaporkan ke instansi terkait. Namun, belum menemui titik terang.
“Ini sudah lama, saya sudah laporkan ke Bupati, Wabup, Kesbangpol, Dinsos, dan Baznas. Namun sampai sekarang belum ada hasilnya. Namun kata Pak Wabub masih diusahakan,” ungkapnya.
Dia berharap memang ada jalan keluar dari Pemkab, mengingat saat ini warganya yang telah berada di kampung terjerat hutang. Taufik menyebut ditotalkan biaya kepulangan itu ada sekitar Rp 25 juta.
Kepulangan 17 orang itu kata Taufik dibagi menjadi dua periode yakni pada 15 April sebanyak 11 orang, dan 17 April sebanyak enam orang. “Mudah-mudahan ada jalan keluarnya. Saat pulang ada dua anak yang ongkosnya dihitung satu,” tukasnya. (ccv/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Heboh! Ular 7 Meter di Kantor Gubernur Dikira Siluman
Redaktur : Tim Redaksi