Pulang Kuliah Kantongi Dollar

Jumat, 01 Juni 2012 – 08:08 WIB
Reydonnyzar Moenek. Foto: Puspen Kemendagri

KAMIS, 31 Mei 2012, wartawan JPNN nyelonong masuk ruang kerja Reydonnyzar Moenek. Sibuk Pak? Ditanya demikian, sembari beranjak cepat dari kursinya, Kapuspen Kemendagri itu dengan enak menjawab seraya ngakak," Enggak, biar dikira sibuk aja."

Ya, sehari-hari Reydonnyzar Moenek memang sibuk. Urusan utamanya sebagai Kapuspen/Jubir Kemendagri adalah melayani wartawan. Saking sibuknya, ada bakat terpendam yang tidak tersalurkan. Tersumbat oleh rutinitas. Apa itu?

Pada 1989-1993, tatkala masih menjadi staf di Pemprov Jawa Tengah, pria yang akrab dipanggil Donny itu punya kerjaan khusus, yakni menyusun naskah pidato Ismail, gubernur Jateng yang fenomenal itu.

Tugas khusus dari pimpinan itu sangat menyita waktunya. Akhir pekan tidak bisa berleha-leha. "Sabtu Minggu saya harus menyelesaikan enam hingga delapan naskah pidato sambutan Pak Gubernur untuk acara awal-awal pekan," ujar Donny, bercerita tentang masa lalu.

Rutinitas itu, bagi Donny, menyenangkan sekaligus menyedihkan. Senang karena tugas menyusun naskah pidato merupakan tugas spesial, tak sembarang orang bisa mengerjakannya. Dipercaya mengerjakannya, sebagai seorang staf, sudah tentu senang luar biasa.

Lantas apa sedihnya? "Habis waktu akhir pekan dan pidato hanya dibacakan sebentar, setelah itu tidak terpakai lagi," kata Donny, sembari senyum.

Bakat menuangkan gagasan menjadi deretan kalimat di atas kertas, mendapat ruang lagi tatkala Donny dipercaya menjadi pemimpin redaksi "Beringin", majalah milik Golkar saat itu.

Semakin percara diri, makin lincah menulis. Artikel opininya dikirim dan dimuat ke sejumlah media massa. "Saat itu di Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, dan ada beberapa lagi yang lain," ucapnya. "Pernah menulis artikel tentang korupsi, ditegur atasan karena saat itu masalah korupsi masih sensitif," imbuhnya.

Sayangnya, aktivitas sambilannya sebagai penulis terputus lantaran alumni Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) Semarang dan Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) itu harus melanjutkan studinya ke Philipina dan Australia.

Tapi yang namanya bakat, tetap tak bisa tersumbat lama-lama. Sepulang kuliah dari kedua negara tetangga itu, Donny menulis tiga buku berseri tentang analisa investasi. Hanya saja, hak ciptanya sebagai penulis buku dalam dua bahasa itu dibeli oleh sebuah lembaga internasional. Donny rela melepaskan hak ciptanya, dengan kompensasi setumpuk dollar.

"Pulang kuliah, bawa dollar, langsung beli rumah," ujarnya sembari terkekeh, ciri khasnya.

Jadi, kapan menulis lagi? Donny tidak langsung menjawab. Rupanya dia mencoba mengingat-ingat, seberapa banyak sebenarnya tulisannya yang berceceran, yang mestinya bisa dikumpulkan untuk dijadikan sebuah buku, bahkan beberapa buku. "Tapi nggak tahu dimana. Sayang," katanya sembari mengernyitkan dahi. Kali ini tidak tertawa. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Karena Tugas, SBY Tak Hadir Peringatan Lahirnya Pancasila


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler