Puluhan Buruh Disekap dan Dianiaya di Tangerang

Tanpa Gaji, Empat Bulan Tak Mandi

Minggu, 05 Mei 2013 – 01:31 WIB
JAKARTA - Gaung hari buruh yang diperingati 1 Mei belum juga hilang. Namun, bukti bahwa buruh kerap diperlakukan tidak adil kembali terkuak. Itu terjadi pada dua buruh asal Lampung yakni Andi dan Junaidi yang mengadu nasib di pabrik kuali di Kampung Bayur Opak, Cadas, Tigaraksa, Tangerang, Banten. Dari penyelamatan, ditemukan puluhan buruh lain yang bernasib sama.
   
Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila menceritakan bagaimana kisah pilu itu terjadi. Berawal dari laporan 2 Mei lalu tentang adanya praktik perbudakan yang dilakukan oleh perusahaan pembuat kuali. "Korbannya dua pemuda bernama Andi Gunawan, 20, dan Junaidi, 22, dari Lampung Utara," ujarnya.
   
Diceritakan, keduanya diajak oleh seseorang tak dikenal untuk bekerja di Tangerang. Janjinya saat itu mereka akan bekerja disebuah perusahaan dengan gaji per bulan Rp 700 ribu. Uang itu murni masuk ke kantong karena perusahaan nanti yang menanggung biaya makan, dan tidur.
   
Keduanya termakan promosi itu dan berangkat ke Tangerang pada Januari. Sesampainya di Pulau Jawa, keduanya diserahkan ke orang lain yang membawanya ke pabrik pembuat kuali. Sebelum mulai bekerja, tas berisi baju, dompet dan handphone diambil pihak keamanan. "Ternyata, mereka disuruh kerja dari jam 06.00 hingga 24.00," imbuhnya.
   
Penderitaan tidak berhenti pada lamanya jam kerja yang mencapai 18 jam itu. Mereka hanya diberi makan pagi dan siang saja.

Parahnya, selama bekerja dari Januari hingga April mereka dikurung dan tidak dibayar. Bahkan pakaian yang melekat tidak pernah ganti selama empat bulan. "Centeng atau keamanan perusahaan suka menganiaya juga," ungkapnya.

Tidak tahan dengan kondisi itu, mereka lantas melarikan diri dan pulang ke Lampung Utara. Sesampainya di kampung halaman, Andi dan Junaidi melapor ke Kepala Desa. Laporan juga diteruskan ke Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dan Komnas HAM.
   
Tidak butuh waktu lama, aduan itu ditindaklanjuti dengan pelaporan juga ke Mabes Polri dan Polda Metro Jaya. Penggerebekan di perusahaan itu lantas dilakukan oleh Polda Metro Jaya dan Polres Tangerang. Aparat juga menangkap pemilik perusahaan dan pihak keamanan pabrik. "Ternyata, ada buruh pabrik ilegal lain yang berada di Tangerang," katanya.

Kepala Divisi Advokasi dan HAM Kontras, Yati Andriyani, menambahkan bahwa buruh-buruh itu tiap hari hanya diberi makan berupa nasi sambal dan lauk tempe. Untuk mandi saja mereka hanya diberi sabun colek di satu kloset tanpa bak mandi. Sedangkan tempat tidur, hanya di ruangan sekitar 40x40 meter persegi yang diisi 40-an buruh.

"Ruangan tak memiliki jendela dan ventilasi. Berbau, pengap, dan kotor," kata Yati.

Dalam laporannya ke KontraS, mereka mengaku telah menjalani kerja paksa. Tidak hanya pukulan, kadang timah panas juga mampir menyengat kulit mereka. Saat diselamatkan, badan buruh sudah kusam karena efek dari pekerjaan mengolah limbah timah yang dijadikan kuali.

Terpisah, Kasat Reskrim Polres Kota Tangerang, Kompol Shinto Silitonga mengatakan dari penggerebekan itu petugas mengamankan 25 pekerja lainnya. Malah, ada empat buruh yang masih di bawah umur. Sedangkan dari pihak perusahaan, polisi menangkap lima mandor, supir, pemilik perusahaan berinisial JK dan istrinya.

"Pemeriksaan masih kami lakukan. Ternyata, pabrik itu tidak mempunyai izin operasi dari Pemkab Tangerang," tuturnya. (dim)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Soal Dinasti, Demokrat Samakan Politik dengan Bisnis

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler