Puluhan Mayat Korban Penyiksaan di Damaskus

Selasa, 01 Januari 2013 – 08:09 WIB
DAMASKUS – Kekhawatiran Utusan Khusus PBB dan Liga Arab Lakhdar Brahimi perihal semakin memburuknya kondisi kemanusiaan di Syria tampaknya tidak berlebihan. Korban jiwa, terutama warga sipil, terus berjatuhan di sana.

Minggu (31/12) para aktivis oposisi menemukan 30 mayat korban penganiayaan dan penyiksaan di Distrik Barzeh, utara Damaskus. Kondisi mayat yang hampir seluruhnya pria itu sudah tidak utuh lagi.

’’Ada tanda-tanda penganiayaan dan penyiksaan pada mayat-mayat yang ditemukan di Barzeh. Sampai sekarang mayat-mayat itu belum berhasil diidentifikasi,’’ kata aktivis Syrian Observatory for Human Rights (SOHR).

Konon, mayat-mayat itu kali pertama ditemukan aktivis oposisi. Selanjutnya, mereka melaporkan temuan tersebut ke rumah sakit.  Koalisi kelompok oposisi Komisi Umum Revolusi Syria (SRGC) malah menyebut mayat korban penganiayaan itu tidak hanya 30. Jaringan anti-pemerintah itu melaporkan bahwa jumlah korban penyiksaan itu mencapai 50 mayat.

’’Kepala mayat-mayat itu terpisah dari tubuhnya. Sangat mengerikan. Tubuh mereka juga sudah tidak utuh lagi dan identitas mereka hampir mustahil dikenali,’’ beber seorang aktivis SRGC.

Sayangnya, media maupun tim independen tidak bisa memverifikasi dan mengecek langsung ke lokasi penemuan mayat. Sebab, rezim Presiden Bashar al-Assad melarang media memasuki wilayah konflik. Alhasil, media terpaksa mengandalkan informasi dari para aktivis di lapangan dan rumah sakit. Beberapa sumber terkadang ikut memperkuat informasi mereka melalui rekaman video amatir.

Krisis Syria yang berlangsung selama sekitar 21 bulan itu telah merenggut lebih dari 45.000 nyawa. Sebagian besar korban adalah warga sipil. Termasuk, perempuan dan anak-anak. Belakangan, karena militer Assad mengerahkan senjata-senjata canggih dalam pertempuran dengan oposisi, jumlah korban jiwa pun meningkat pesat.

Minggu lalu (30/12), bentrok pasukan pemerintah dan oposisi Syria di seantero negeri itu menewaskan 160 orang. Sebanyak 78 di antaranya adalah warga sipil. Sabtu lalu (29/12), serangan roket tentara pemerintah di beberapa lokasi terpisah merenggut nyawa sekitar 23 anak-anak.

Karena situasi itu, Lakhdar Brahimi mengimbau agar rezim Assad dan oposisi segera menyudahi pertempuran. ’’Kegagalan kedua pihak dalam mencari solusi politik untuk menyelesaikan krisis ini bisa menggiring Syria pada kehancuran,’’ kata diplomat 78 tahun tersebut. Jika terus berlanjut, dia yakin krisis Syria akan menelan sedikitnya 100.000 korban jiwa lagi tahun depan.

’’Krisis Syria akan menjadi ancaman yang serius bagi perdamaian dan keamanan dunia jika tidak segera ada jalan keluar,’’ tegas tokoh kelahiran Aljazair tersebut. Menurut dia, solusi paling memungkinkan adalah kompromi politik. Apalagi, Assad berkali-kali menegaskan bahwa dia tidak akan mundur dari jabatannya.

Dalam perkembangan lain, Perdana Menteri (PM) Turki Tayyip Erdogan mengunjungi kamp pengungsi asal Syria di negaranya Minggu lalu. Erdogan kembali menyuarakan dukungannya bagi pergantian rezim di Syria. Di depan para pengungsi Syria di Sanliurfa, tenggara Turki, dia menyebut bahwa negeri mereka saat ini mempersiapkan ’’kelahiran suci’’ yang akan menggantikan Presiden Bashar al-Assad.

Selain Sanliurfa, terdapat sejumlah kamp pengungsi asal Syria di Turki. Saat ini, Turki menampung sekitar 150 ribu pengungsi asal Syria. Erdogan pun meminta agar pengungsi Syria menganggap Turki sebagai ’’tanah air kedua’’. Turki, terang Erdogan, juga selalu siap mengulurkan bantuan.

’’Saat ini kita bisa melihat dengan jelas bahwa bantuan Allah sudah dekat. Jangan lupa, kemenangan datang bagi mereka yang bersabar,’’ tutur Erdogan kepada pengungsi. Bersama istrinya, Emine Gulbaran, Erdogan menggendong bayi-bayi para pengungsi Syria.  (AP/AFP/RTR/hep/dwi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Indonesia Kembali Bantu Korban Topan Pablo di Mindanao

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler