Puluhan orang tua Australia menuding Pemerintah Nepal telah menyandera bayi mereka, menyusul keputusan pengadilan setempat yang turut melarang layanan ibu pengganti komersial.

Kasus skandal bayi gammy dari Thailand telah membuat layanan jasa ibu pengganti menjadi sorotan.

BACA JUGA: Kampanye Kesehatan Mental Australia Tuai Pujian Internasional

Sejumlah kalangan masih terus berupaya mendapatkan simpati hukum agar membolehkan calon orang tua membawa pulang bayi dari ibu pengganti tersebut.

Setelah sebelumnya tertutup peluang bagi pasangan Australia mencari jasa ibu pengganti dari India dan Thailand, Nepal kini telah menjadi pelabuhan terakhir yang terbuka untuk layanan ibu pengganti komersial.

BACA JUGA: Studi Terbaru: Sepertiga Spesies Kaktus di Dunia Terancam Punah

Dan setelah bersusah payah membayar biaya jasa ibu pengganti yang kini meroket hingga sekitar  $40.000 atau lebih dari Rp400 juta, pasangan Australia kini juga menghadapi masalah hukum yang tidak pasti menyusul keputusan Mahkamah Agung Nepal yang membatalkan proses bayi mereka. Kelompok Advokasi Layanan Ibu Pengganti - Surrogacy Australia, Robert Reith mengatakan, putusan itu menyebabkan pasangan Australia tidak bisa memperoleh visa yang diperlukan yang memungkinkan mereka membawa pulang bayi mereka yang baru lahir dari ibu pengganti pulang ke Australia. 

"Kami perkirakan ada kurang lebih puluhan orang tua yang mengalami situasi ini, tapi yang kami khawatirkan adalah jumlahnya bisa jadi lebih banyak karena mereka tidak melaporkan kasusnya kepada kami atau ke otoritas Departemen Luar Negeri dan Perdagangan," kata Reith.

BACA JUGA: Indofest 2015 Perekat Hubungan Indonesia-Australia

Menurutnya calon orang tua Australia juga menghadapi masalah lain yakni sulit keluar dari Nepal dengan embrio beku mereka, terlepas dari apakah mereka telah mendapatkan negara tujuan ketiga yang memungkinkan pengaturan layanan ibu pengganti.

"Pada saat ini, Pemerintah Nepal telah melarang memberikan semua jenis visa  ekspor - ekspor seperti memungkinkan orang untuk membawa anak yang dilahirkan itu secara genetik benar-benar milik mereka, untuk mendapatkan visa perjalanan ke luar negeri," kata Reith.Dia mengatakan Mahkamah Agung Nepal akan melakukan pertemuan hari ini atau besok untuk mencoba menyelesaikan masalah ini, tetapi mungkin itu hanya dapat membantu beberapa pasangan saja. 

"Ada banyak pasangan disana yang, mungkin belum mengambil jasa ibu pengganti, tapi mereka menyimpan sel telur atau embrio beku mereka di klinik-klinik  di Nepal," katanya

"Jadi ini merupakan masalah bagi kami dan tidak hanya persoalan membawa pulang bayi mereka yang sudah dilahirkan pulang ke Australia dan hanya tinggal menunggu kepastian hukum saja, tapi juga ada pasangan yang memiliki embrio, embrio beku dan berharap suatu saat bisa mengggunakannya pada ibu pengganti di salah satu negara tersebut,"

Sam Everingham merupakan ayah dari dua anak yang lahir lewat jasa ibu pengganti, dan kini menjadi Direktur dari organisasi Families Through Surrogacy, organisasi yang menyediakan jasa konsultasi dan dukungan bagi orang tua Australia di Nepal.

"Ini memang masalah yang sulit, maksud saya semua pasangan ini sangat stres karena mereka berada di negara asing dengan bayi yang baru lahir dan mereka ternyata mereka harus berada disana lebih lama dari yang mereka perkirakan," kata Everingham.

"Sering kali mereka harus cuti kerja selama beberapa pekan lagi dari jadwal yang mereka rencanakan," katanya.

Everingham mengatakan tidak pasti kapan keluarga-keluarga ini dapat membawa bayi mereka pulang ke Australia.

Meningkatnya jumlah pasangan Australia yang terlantar di Nepal karena masalah ini menambah panjang daftar pasangan Australia yang  terperosok dalam kendala birokrasi sebagai akibat dari keputusan India untuk melarang pengaturan layanan ibu pengganti komersial."Sepertinya saat ini ada sekitar  22 pasangan yang terjebak dalam kondisi yang sama di India," kata Reith. Beberapa klinik surrogacy komersial sekarang diyakini mendirikan kembali operasi mereka di Kamboja, salah satu yurisdiksi yang tidak memiliki aturan mengenai praktek pengaturan layanan ibu pengganti. Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT) mengatakan pihaknya tidak bersedia mengomentari kasus individu karena alasan privasi, tapi dalam pernyataannya disebutkan DFAT mengetahui dengan sejumlah kasus yang melibatkan warga Australia di Nepal dengan anak-anak yang sudah dilahirkan melalui jasa pengaturan ibu pengganti. "Pemerintah Australian telah dan akan terus berupaya mengirim perwakilan ke Pemerintah Nepal untuk mengatasi masalah dari pasangan Australia yang sudah memiliki anak yang sudah dilahirkan di Nepal, dan mereka yang kini masih dalam kandungan," tulis pernyataan itu. "Kita semua menginginkan solusi yang manusiawi dan mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak-anak, ibu yang melahirkan dan keluarga mereka," 

DFAT telah menyarankan warga Australia untuk tidak melakukan jasa layanan ibu pengganti di Nepal sejak Februari tahun lalu dan status pengaturan layanan ibu pengganti komersial yang dilakukan sebelum terbitnya keputusan dari Mahkamah Agung Nepal tidak akan jelas hasilnya.

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gelombang Panas Ancam Australia, Resiko Kekeringan dan Kebakaran Meningkat

Berita Terkait