Puluhan Warga Mengaku Dicuci Otak

Serahkan Uang ke Pimpinan Padepokan

Senin, 09 April 2012 – 08:40 WIB

BANJAR - Puluhan warga dari berbagai daerah sengaja mendatangi Kantor Biro Radar Banjar di Jalan Brigjen M Isa SH, kemarin (8/4). Mereka menyampaikan keluhan tentang penipuan dengan modus melipatgandakan uang yang diduga dilakukan pimpinan sebuah padepokan di Pamarican Kabupaten Ciamis yang berinisial RAS dan SN. Setelah mendatangi Kantor Biro Radar Banjar, mereka berencana melapor ke Polres Ciamis.

Salah seorang warga, Misti (40) mengaku sudah tinggal di padepokan yang berada di Neglasari, Kecamatan Pamarican sejak tahun 2010. Dia yang berasal dari Wanareja, Kabupaten Cilacap itu mulai mengenal RAS sejak tahun 2005.

“Saya diajak untuk bergabung (oleh RAS) dengan padepokan agar penghasilan melimpah sampai tujuh turunan,” ungkapnya. Tetapi, dia mengaku harus menyetorkan dulu sejumlah uang sesuai yang diminta RAS.

Untuk memenuhi permintaan itu, Misti menjual perhiasan emas seberat 50 gram miliknya. Selain itu, dia pun menjual berbagai barang untuk diberikan kepada RAS. “Saya berani memberikan uang total Rp 30 juta  pada waktu itu, karena saya tergiur akan melipatgandakan penghasilan sesuai yang dijanjikan meskipun dengan bahasa dana amanah Allah,” terangnya yang mengaku sudah meninggalkan suaminya di kampung karena ajakan RAS.

Misti mengatakan, pada tahun 2010, dirinya mendatangi padepokan untuk menagih janji mengenai uang yang dilipatgandakan kepada RAS dan SN. Tetapi setelah tiba di padepokan, dia malah disuruh mengikuti prosesi agar apa yang dimintanya bisa terpenuhi.

Di antara prosesi itu, katanya adalah dilatih jurus dari pemilik padepokan, diharkat atau dipegang jidat dan punggung setelah itu dimandikan dan dibawa ke ruang gelap dan diucapkan sesuatu. Setelah itu, dia mengaku menuruti apa yang diperintahkan RAS dan SN.

“Saya seperti dicuci otak. Saya sadar setiap apa yang diperintahkan mereka, anehnya saya nurut saja,” ungkapnya. Sejak saat itu, dia pun tinggal di padepokan dengan meninggalkan keluarga di kampungnya.

Hal senada diungkapkan Suparno, warga Kota Medan Sumatera Utara. Dia mengaku uang yang telah diberikan kepada RAS dan SN sebesar Rp 105 juta. Bahkan dia yang memboyong istri dan tiga anaknya dari Medan terpaksa harus tidur di tempat yang tidak nyaman dan seadanya di padepokan tersebut. Bukan hanya itu, ketiga anaknya saat ini telantar dan putus sekolah.

“Malah saya dipekerjakan membuat bangunan padepokan dan berbagai sarana dengan teman-teman lain yang sama terjebak dengan janji-janji mereka,” terangnya.

Untuk kebutuhan hidup keluarga sehari-hari Suparno sering meminta ditransfer uang oleh keluarganya di Medan. Dia meminjam rekening istri RAS untuk menerima uang transfer. “Saya benar-benar seperti dicuci otak dan memenuhi semua keinginan dia,” ungkapnya. Suparno mengaku menyesal karena sudah mengikuti kemauan RAS.

Misti dan Suparno mengaku baru sadar telah tertipu ketika ada temannya yang memberikan pemahaman. Temannya itu mengaku tersadar setelah mengucapkan syahadat tiga kali. Setelah itu pada akhir 2011, Suparno menagih janji dan meminta itikad baik dari RAS dan SN untuk mengembalikan semua uang yang telah diberikan kepadanya. Namun tidak ada tanggapan dari RAS dan SN.

Warga lain yang mengaku tertipu adalah Maman, warga Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya. Dia mengaku menderita kerugian Rp 150 juta. Dia bahkan sudah menjual rumah dan saat ini surat kepemilikan kios pasar yang menjadi andalannya pun terpaksa ditahan oleh pihak bank karena dijadikan jaminan kredit.

“Kami menuntut uang kami kembali, tetapi sampai saat ini tidak ada realisasi dan tanggung jawab dari mereka (RAS dan SN). Sebenarnya korbannya bukan hanya kami tetapi ada sekitar 50 orang yang ikut padepokan,” ungkap Maman.

Pada kesempatan sama, Danramil 1316 Pamarican Kapten (Inf) Suwarto mengungkapkan bahwa, padepokan tersebut benar adanya. Tetapi kalau sampai ada kasus penipuan yang melibatkan banyak korban, dia mengaku tidak mengetahuinya. Bahkan menurut informasi yang diterimanya, warga tidak mengeluhkan keresahan di sekitar lingkungan tersebut.

Kapten (Inf) Suwarto juga membenarkan, padepokan tersebut memberikan bantuan berupa sarana jalan dan lainnya sehingga masyarakat pun merasa tidak ada kejanggalan. Aktivitas di dalam padepokan yang pernah dilihatnya, seperti padepokan silat atau perguruan lainnya. ”Menurut informasi, memang ada beberapa orang pendatang dari Medan. Mereka membantu pembangunan yang dilaksanakan oleh padepokan,” ungkapnya.

Atas kejadian ini, Danramil mengatakan akan mengamati kembali karena dikhawatirkan hal ini akan menjadi kerawanan sosial bagi keamanan lingkungan. “Kami pernah amati, tidak terlihat ada kejanggalan mengembangkan aliran tertentu dengan adanya padepokan tersebut. Tetapi tidak tahu lebih dalamnya seperti apa. Kami pun akan cari tahu lebih dalam,” ungkapnya. (zi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tawuran, Siswa Berseragam Bacok Polantas


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler