Puncak-Jonggol jadi Kawasan Istimewa

Selasa, 31 Desember 2013 – 08:01 WIB

BOGOR - Kabupaten Bogor bakal memiliki dua daerah 'istimewa'. Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan menjadikan Jonggol dan Puncak sebagai kawasan strategis provinsi (KSP). Saat ini Peraturan Daerah tentang dua KSP tersebut dalam proses penggodokan dan selesai awal 2014.
    
Selain Jonggol dan Puncak, Kabupaten Cianjur juga masuk dalam KSP. Sekretaris Daerah Kabupaten Bogor, Adang Suptandar mengatakan, pengistimewaan dua kawasan tersebut sudah melalui berbagai pertimbangan.
    
Menurut dia, pemprov melihat kawasan Jonggol dan Bogor, Puncak, Cianjur (Bopunjur) memiliki peran penting dalam konservasi lingkungan. Dan ini akan berujung pada pengentasan masalah banjir di Ibukota Negara (Jakarta). ”Karena itu Pemprov akan memberikan arahan dan perhatian khusus pada kawasan tersebut,” katanya.
    
Setelah menjadi KSP, sambungnya, pemerintah pusat dan provinsi akan menganggarkan pembiayaan untuk menjaga kawasan ini dari kerusakan. Sementara untuk kewenangan perizinan dan pajak atas dua kawasan tersebut, nantinya ada yang menjadi kewenangan provinsi dan ada yang tetap menjadi kewenangan Pemkab Bogor. Pembagian kewenangan ini masih dalam pembahasan.
    
Sebelumnya, pada Selasa (24/12), telah diselenggarakan Focus Group Discussion yang secara spesifik membahas KSP Jonggol dan Bopunjur. "Saat ini sedang penyusunan kajian naskah akademis dan materi teknis untuk penyusunan perdanya," kata dia.
    
KSP Jonggol akan berorientasi untuk pengembangan ekonomi cepat tumbuh, seperti pengembangan wisata, agrowisata, industri dan permukiman. Adapun KSP Puncak lebih kepada pengendalian untuk konservasi dan lingkungan hidup.

"KSP Bopunjur (Puncak) untuk pengendalian daerah hulu sebagai daerah resapan dan dalam rangka penanggulangan banjir pada daerah hilirnya," imbuhnya
    
Untuk menghindari ada tumpang tindih kewenangan antara Provinsi dan Kabupaten, Bappeda Kabupaten Bogor dan Dinas Tata Ruang dan Pertanahan (DTRP) Kabupaten Bogor, sedang sibuk berkoordinasi dengan pemprov dan pemerintah pusat. Komunikasi tersebut juga dilakukan untuk menyelaraskan antara Perpres dengan revisi RTRW Kabupaten Bogor.
    
Adang menegaskan, kewenangan dalam perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian kawasan tetap merupakan kewenangan Kabupaten. Adapun perda KSP merupakan pendetailan RTRW Provinsi Jabar yang tertuang dalam Perda 22 Tahun 2010. Dalam Perda tersebut, diamanatkan ada 2 KSP di Kabupaten Bogor .

BACA JUGA: Tenda Pemda DKI untuk Tahun Baru Ambruk

"Kita sudah meminta pada provinsi agar setiap pembahasan perda KSP selalu dilibatkan supaya tidak bertentangan dengan RT RW Kabupaten Bogor," katanya.
    
Kepala DTRP, Burhanudin mengaku sangat setuju dengan penetapan Jonggol dan Puncak menjadi KSP. Bahkan seharusnya daerah perbatasan di Barat dan Utara, atau yang bersinggungan dengan Banten, layak juga menjadi KSP. Itu agar terjadi pemerataan pembangunan. “Semua perizinan masih Bogor yang mengatur. Tapi kalau dilepas juga silakan saja,” cetusnya.
    
Kabid Perencanaan DTRP Kabupaten Bogor, Ajat Rohmat Jatnika menambahkan, dengan adanya KSP Puncak dan Jonggol, maka secara kelembagaan pengendalian kawasan Bopunjur dapat dilakukan secara sinergi antara pemerintah pusat sampai daerah.
    
Menurut Jatnika, dengan menjadi KSP, pengendalian ruang berupa perizinan, khususnya penegakan perda provinsi, pemprov diperbolehkan menanganinya. "Termasuk untuk penindakan, Pemkab juga akan menangani sesuai denga kewenangannya," kata dia
    
Perda RTRW Kabupaten Bogor kini sudah memiliki detail tata ruang. Kawasan puncak, diperuntukan lebih pada konservasi.  Pemkab Bogor telah menyiasati agar kawasan tetap terlindungi dan potensi ekonomi kawasan wisata itu tergarap dengan baik. Caranya dengan menekan KDB serendah-rendahnya. "KDB dibuat bervariasi. Untuk Jalan raya puncak agak besar 20-40 persen," katanya.
    
Namun demikian, KDB juga sangat tergantung fungsi lahan. Lahan yang diperuntukan untuk wisma, KDBnya akan berbeda dengan lahan yang diperuntukan untuk lainnya. "Tetapi juga semakin ke atas KDBnya semakin kecil," katanya. Secara umum, sambungnya kebanyakan KDB di kawasan tersebut sekitar 10 persen.
    
Namun sayangnya, meski detail tata ruang mengatur semua itu, pelanggaran KDB masih kerap terjadi. Jatnika berharap dengan KSP, penataan kawasan Bopunjur bisa lebih baik. "Karena ada koordinasi antar pusat, provinsi dan Kabupaten," tandasnya
    
Pengamat kebijakan publik, Andrinof Caniago tidak yakin kebijakan menjadikan Bopunjur dan Jonggol menjadi kawasan strategis provinsi akan membuat penataan kawasan tersebut lebih baik. Menurut dia, jika pemerintah serius menjaga kawasan hulu sebagai lahan konservasi sebaiknya ditegaskan saja Bopunjur sebagai kawasan konservasi. "Kalau istilah strategis ini dikhawatirkan malah membuat kawasan itu semakin tidak terkendali," katanya.
    
Menurut dia, tolak ukur strategis dan tidak strategis akan berbeda antara kepentingan bisnis dan kepentingan masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut. Jika nantinya daerah hulu ini disterilkan pemerintah, maka pemerintah berkewajiban untuk mencarikan tempat tinggal yang layak bagi masyarakat. "Karena bagaimanapun masyarakat butuh rumah dan tempat tinggal," kata dia. (Ful/d)

 

BACA JUGA: Baru Diresmikan Sehari, JLNT Kampung Melayu-Casablanca Sudah Macet

 

BACA JUGA: Ragam Kuliner Semarakkan JNF

BACA ARTIKEL LAINNYA... 2 Bocah Tewas Tenggelam di Kolam Istiqlal


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler