Pungli Batubara Merajalela

Senin, 16 Juni 2008 – 12:31 WIB
JAKARTA – Aksi pungutan liar (pungli) terhadap pengusaha batubara masih merajalelaKali ini, pelakunya adalah para pengusaha hutan pemegang hak penguasaan hutan (HPH).
       Demikian diungkapkan Dirjen Mineral Batubara dan Panas Bumi (Minerbapabum) Departemen ESDM Simon F

BACA JUGA: Nilai Kapitalisasi Saham Unilever Naik 157 Ribu Persen

Sembiring
Menurut dia, aksi pungli tersebut dilakukan pada para penambang batubara dan mineral pemegang kuasa pertambangan (KP) dan PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara)

BACA JUGA: Cabai Diprediksi Tingkatkan Inflasi

’’Ini patut dikecam keras,’’ ujarnya di Jakarta akhir pekan lalu.
      Simon mengatakan, berdasar informasi yang diterimananya, para pemegang HPH kerap meminta pungutan ratusan ribu rupiah per ton produksi batubara
Alasannya, kegiatan tambang berada di wilayah hutan miliknya, sehingga merasa memiliki hak atas batubara ataupun mineral yang ada di hutan tersebut’’Harusnya mereka ditangkapItu namanya ngemplang,’’ katanya.
      Simon mengakui, hampir semua wilayah PKP2B ataupun KP memang berada di wilayah HPHDan perusahaan batubara yang akan beroperasi diwajibkan untuk mendapat rekomendasi dari pemegang HPH.
      Meski demikian, lanjut dia, para pemegang HPH tetap tidak berhak melakukan pungutan’’Kami tidak bisa menertibkan pemegang HPHSebab, itu merupakan kewenangan Departemen Kehutanan,’’ ucapnya.
      Sementara itu, terkait berapa besar pungli kepada perusahaan batubara, Simon mengaku tidak memiliki data pastiSebab, kata dia, permintaan pungutan oleh pemegang HPH tersebut tidak pernah dilakukan secara tertulis.
      Dihubungi terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Jeffrey Mulyono mengatakan, pungutan liar oleh pemegang HPH sudah menjadi perhatian serius APBI.
      Bahkan, pihaknya pernah menyampaikan hak tersebut kepada Menteri Kehutanan M.SKaban pada pembukaan konferensi Coaltrans Asia Ke 13 pada 4 Juni 2008 lalu di Nusa Dua, Bali.
      Ketika itu, kata dia, MS Kaban juga menegaskan bahwa HPH itu bukan berarti penguasaan hak atas tanah di dalam hutan tersebut’’Jadi, HPH tidak boleh memalak para penambangKalau itu terjadi lapor saja ke Menhut,’’ ujarnya meniru ucapan M.SKaban dihadapan peserta CoalTrans beberapa waktu lalu.
      Jeffery mengakui, APBI seringkali dilapori perusahaan tambang terkait pungli oleh pemegang HPHPadahal, lanjut dia, terkait reklamasi lahan hutan bekas tambang, perusahaan batubara yang tergabung dalam APBI sudah menerapan aplikasi konsep Green Mining atau tambang yang berwawasan lingkungan.
      Jeffrey mengatakan, untuk mematangkan konsep tersebut, perusahaan-perusahaan tambang sudah sepakat membentuk Forum Reklamasi Hutan di Lahan Bekas TambangForum tersebut terdiri dari unsur Departemen ESDM, Departemen Kehutanan, Asosiasi Perusahaan Tambang, Perguruan Tinggi, serta stake holder lainnya.
      Bahkan, lanjut dia, beberapa perusahaan tambang besar seperti Berau, Adaro, Kaltim Prima Coal, serta beberapa perusahaan lain, sudah menetapkan standar pendanaan reklamasi lahan bekas tambang, yang nilainya USD 7 sen per ton batubara yang diproduksi(owi)

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler