jpnn.com - Sepi. Tidak ada orang di teras rumah. Tetapi gerbang menganga. Itu menandakan praktik bekam sudah mulai dibuka.
LALU MOHAMMAD ZAENUDIN, Mataram
BACA JUGA: Bisnis Bunga Hias, Untung Bisa Rp 5 Juta per Hari
Melongo ke dalam ruang tamu yang sangat luas, seorang pria tua duduk di pojok ruangan itu. Ia tersenyum, lalu dengan sedikit tertatih berjalan mendekat.
“Baru selesai salat zuhur, mari silakan duduk,” kata Irwan.
BACA JUGA: Isu Penculikan Anak Mirip 2012, Ulah Siapa?
Dialah pemilik tempat praktik Rumah Bekam di jalan Industri, Ampenan Selatan, Mataram, NTB.
Di teras rumah, "pasiennya" duduk di kursi plastik warna hijau. Pandangan beberapa pasien searah, menelusup pagar rumah yang ditutupi rapat.
BACA JUGA: Teganya, Sebar Foto Syur Mantan Istri ke Medsos
Deru, kendaraan siang yang terlihat mendung itu, sesekali menyela pembicaraan.
Irwan, pria yang pernah bekerja di Dinas Kesehatan dan Bappeda Provinsi itu, juga enggan beradu kencang suaranya dengan suara bising kenalpot kendaraan.
"Saya sudah lima tahun di sini,” tuturnya.
Dalam waktu lima tahun, Irwan mengaku telah menangani ribuan pasien.
Tidak hanya dari wilayah pulau Lombok. Bahkan sampai pulau seberang, Sumbawa.
Di pagar besi rumahnya, ia memasang beberapa spanduk kecil tentang tempat praktiknya.
"Sebenarnya kalau cuma buat makan, cukup dengan gaji pensiunan, apalagi anak-anak saya sudah PNS semua,” ujarnya.
Ia hanya ingin mendermakan ilmu yang ia miliki. Ilmu tentang bekam yang ia pelajari ditambah pengetahuannya selama di Dinas Kesehatan Provinsi NTB, membuatnya ingin tetap bermanfaat bagi banyak orang.
"Hasilnya, sebagian besar bukan untuk saya, tetapi ada jatah anak yatim dan pembanguan seperti masjid yang saya sisihkan dari praktik bekam ini,” sambungnya.
Bagi Irwan, tidak ada yang lebih membahagiakan saat orang yang tadinya mengidap penyakit akhirnya sembuh.
Tarif yang dipasang Irwan relatif murah. Untuk pengobatan dengan banyak titik bekam, ia hanya menarik Rp 50 ribu.
"Ya kalau duitnya kurang, berapa pun adanya yang penting mereka bisa merasakan ada manfaat pengobatan yang saya lakukan,” terangnya.
Pernah suatu waktu, pejabat kepolisian mengetuk-ngetuk pagar rumahnya.
Setelah dibuka, ternyata seorang polisi bertubuh besar, tengah dipapah empat orang rekannya.
Belakangan ia baru tahu jika pria itu ternyata menderita asam urat. "Saya coba obati dia yang ternyata seorang Provost,” tuturnya.
Bermodal pendidikan dan panduan titik bekam, Irwan mencoba mengobati.
Alhasil, satu minggu kemudian, pria itu kembali datang. Tidak lagi dengan dibawa empat orang, tetapi membutuhkan bantuan dua orang saja untuk jalan.
“Sampai memasuki minggu ke tiga, bapak itu akhirnya sudah bisa datang ke mari rutin dengan naik motor,” ujarnya senang.
Alat-alat yang digunakan Irwan relatif modern. Saat Lombok Post (Jawa Pos Group) diajak masuk ke dalam ruangan prakteknya, bilik bekam bahkan sudah menyerupai tempat praktek para dokter.
Ada televisi, kipas angin, ranjang perawatan, sterilizer, obat merah, tissu dan banyak kelengkapan praktik lainnya.
"Apalagi tempat praktik saya sudah punya izin dari Dinas Kesehatan sebagai tempat praktik pengobatan tradisional, jadi standarnya ya saya penuhi,” terangnya.
Inilah juga yang membedakan bekam Irwan dengan tukang bekam yang kebanyakan berkeliling. Dari kampung ke kampung atau rumah ke rumah.
Ia tegas, mengingatkan agar masyarakat lebih berhati-hati pada bekam keliling. Sebab cara praktik dan alatnya, jauh dari steril.
"Jarum suntik dan alat bedah saya, satu kali pakai untuk satu pasien, ini untuk menghindari penularan penyakit melalui alat praktik,” terangnya.
Sebenarnya, lanjut Irwan, teknik bekam sangat baik. Tanpa menggunakan obat-obatan kimia, sehingga meminimalisir risiko kerusakan ginjal karena penumpukan obat kimia.
Cara bekam saat ini sudah ada sentuhan teknologi. "Berbeda kalau dulu, saat bekam masih menggunakan tanduk kerbau,” terangnya.
Saat masih bekerja di Dinas Kesehatan Provinsi NTB, Irwan kerap berkeliling NTB, guna sosialisasi program Pekan Imunisasi Nasional (PIN).
“Dari hasil berkeliling itu saya sering temui di kampung-kampung orang bekam pakai tanduk,” terangnya.
Bekam menggunakan tanduk ini relatif berbahaya. Sebab selain tidak steril, cara menyedot darah juga melalui tarikan nafas tabib.
“Padahal darah itu darah kotor, masuk ke mulut tabib, ya penyakit pasien rentan bersarang atau pindah ke dia,” ujarnya.
Tetapi sejak ada perkembangan teknologi alat bekam, Irwan mengaku tertarik mempelajarinya.
Ia pun telah menyembuhkan ribuan orang. Dari yang penyakit baru sampai menahun.
"Saya punya pengalaman menarik, mengobati kakek 61 tahun yang kurang gairah seksnya,” tuturnya.
Ia menyebut, pasiennya itu dari Pengadang, Lombok Tengah. Tanpa ragu, ia pun menuturkan persoalannya pada Irwan. “Ia ingin jantan di ranjang,” ungkapnya.
Irwan mengaku sempat ragu. Sebab usia pasiennya relatif sudah sangat tua.
Tetapi, karena pasien itu terus mamaksanya, berbekal pemahaman tentang teknik bekam, ia akhirnya mau membantu.
"Ia bilang takut istrinya kabur atau selingkuh, karena lemah di situ,” ujarnya.
Pasiennya itu menikah dua kali. Istri pertamanya sudah meninggal dunia.
Saat menikah lagi, ia mendapat wanita yang masih sangat muda.
"Ya namanya istri muda mungkin gairahnya lagi tinggi, jadi suaminya berusaha memahami itu,” terangnya.
Alhasil, setelah menjalani terapi beberapa minggu, si pasien mengaku sangat puas.
Ia bisa ‘menyenangkan’ istrinya di ranjang, tanpa takut lagi istrinya berbuat sesuatu yang di luar norma adat dan agama.
“Intinya bekam ini, bisa mengobati segala penyakit,” tegasnya. (r5)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Istri Menitip Suaminya di Sel Tahanan, Begini Ceritanya
Redaktur & Reporter : Soetomo