Purek II UNJ Disemprot Hakim Tipikor

Terima THR Rp 20 Juta dari Orang tak Dikenal

Kamis, 21 Maret 2013 – 16:27 WIB
JAKARTA - Pembantu Rektor II Universitas Negeri Jakarta, Surjadi,  dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi di UNJ di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (21/3).

Dalam persidangan dengan terdakwa Fahrudin selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) bersama Ketua Panitia Pengadaan Tri Mulyono itu, Surjadi mengaku menerima Tunjangan Hari Raya menjelang lebaran 2010 sebesar Rp 20 juta.

Namun, ia mengaku tidak kenal dengan pemberinya dan untuk kepentingan apa dirinya diberikan THR dalam sebuah amplop itu. Termasuk apakah itu terkait dengan proyek UNJ.

Pengakuan ini membuat salah satu hakim Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta, sedikit geram. Hakim pun menceramahi Surjadi.

"Ini menyangkut etika penyelenggara negara, bukan masalah Rp 20 jutanya, tapi etika. Kenapa diterima dari orang yang tidak dikenal?" tanya hakim Made Hendra.

Hakim Made mengingatkan, kalau pejabat negara menerima pemberian THR, itu merupakan gratifikasi. Dia mengatakan, seharusnya kalau menerima THR itu dilaporkan ke KPK.

Hakim Made tetap tidak percaya kalau Surjadi tak kenal siapa pemberi THR itu.

Hakim Made heran mengapa sebagai dosen Surjadi tidak bertanya dulu siapa dan untuk kepentingan apa terkait THR itu.

Surjadi tetap mengaku tak kenal siapa yang memberikan THR itu. Bahkan, ia menegaskan, sebelumnya tidak pernah ada komitmen apa-apa dengan siapapun. "Secara etika saya salah, tapi faktanya saya tidak kenal," kelit Surjadi.

Sebelumnya di awal sidang, Ketua Majelis Hakim, Pangeran Napitupulu, juga memertanyakan soal pemberitan THR ini.

"Yang memberikan seorang perempuan, tidak tahu namanya. Hanya disampaikan ini THR untuk bapak," kata Surjadi membela diri.

Surjadi hari ini bersama Rektor UNJ, Bedjo Sujanto serta seorang karyawan UNJ, dihadirkan sebagai saksi kasus dugaan korupsi di universitas itu.

Seperti diketahui, kasus ini bermula dari pengadaan alat laboratorium dan alat penunjang laboratorium pendidikan tahun anggaran APBN 2010 dengan nilai proyek Rp 17 miliar.

Diduga terjadi penggelembungan harga dan sebagian spesifikasi barang tidak sesuai kualitas dengan yang diinginkan. Ditaksir kerugian negara mencapai Rp 5,1 miliar.

Terdakwa Fahrudin selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) bersama Ketua Panitia Pengadaan Tri Mulyono melakukan kesepakatan dengan Grup Permai untuk menunjuk perusahaan tertentu sebagai pemenang lelang.

Hal itu terjadi lantaran Staf Pemasaran PT Anugrah Nusantara Meilia Rieke dan Wakil Direktur Grup Permai Gerhana Sianipar yang menemui terdakwa.

Diputuskan pemenangnya adalah PT Marel Mandiri. Ternyata, PT Marel bukanlah perusahaan yang sesungguhnya melakukan pekerjaan. PT Marel hanya dipinjam namanya oleh PT Anugrah Nusantara.

Fakhrudin dan Tri Mulyono disuap secara bertahap. Total suap yang diperoleh keduanya mencapai Rp 873 juta. Pemberian uang ke terdakwa terjadi sejak Februari hingga Desember 2010 untuk pemenangan tender. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Terseret Kasus Alquran, Fahd Arafiq Pasrah

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler