“Memang muncul pertanyaan, daerah itu uangnya darimana (untuk ikut memiliki saham Inalum nantinya). Saya bilang cukup jelas, dari negara. Jadi negara memberi pinjaman kepada daerah,” ujar anggota Komisi VI, Sukur Nababan, secara khusus kepada JPNN di Jakarta, Jumat (5/10).
Sukur berjanji tidak hanya sekedar mengusulkan. Tapi lebih dari itu, memastikan akan melakukan dengan maksimal. Karena ia yakin, pemerintah pusat pasti menyetujui. Apalagi alasan yang nantinya akan digunakan juga cukup masuk akal. “Kalau untuk IMF saja Indonesia bisa memberi pinjaman, maka kepada daerah tentu juga pasti bisa,” ujarnya.
Hanya saja saat ditanya berapa kira-kira besaran pinjaman yang akan diberikan, menurut Sukur tentu masih memerlukan pembahasan lebih lanjut. Demikian juga terkait desakan yang akan diarahkan agar pemerintah pusat memberi pinjaman itu sendiri. Ia menyatakan, dalam hal ini Komisi VI hanya bersifat membantu.
Untuk itu ia mendesak pemerintah daerah harus bertindak cepat. Jangan justru saling tuding dan malah berkutat dengan hal-hal yang tidak penting. Apalagi mengingat waktu yang begitu mendesak. Sebagaimana diketahui, tim negosiasi Indonesia sendiri akan bertemu dengan Jepang paling lambat pada 31 Oktober 2012 ini. Karena masa kontrak 30 tahun Inalum tepat berakhir 31 Oktober 2013 mendatang.
“Makanya saya pikir, itu (keberadaan konsorsium) benar-benar mendesak (untuk segera terbentuk). Dan saya mau itu sebaiknya segera dilakukan. Karena bagi saya, intinya negara harus mengambilalih seratus persen kepemilikan atas aset tersebut. Jadi bentuk kepemilikannya boleh dibawah BUMN maupun juga berbagi dengan BUMD,” ungkapnya sembari menyentil para pengambil kebijakan di Sumut.
“Saya sebagai putra daerah yang tidak berada di Sumut saja mau melakukan ini. Karena saya begitu mencintai tanah kelahiran. Masakan teman-teman yang disana tidak mau?”
Komisi VI DPR menurut Sukur, juga telah menyatakan komitmen sepenuhnya. Untuk mengawal agar Inalum pasca berakhirnya kontrak dengan Jepang seutuhnya menjadi milik Indonesia. “Kita akan kawal terus dan kita tidak akan main-main. Makanya kemarin itu Komisi VI menyetujui untuk mengucurkan Rp2triliun. Pokoknya bagi saya, negara harus benar-benar 100 persen mengambilalih.”
Menanggapi perkembangan keberadaan konsorsium, Bupati Samosir, Mangindar Simbolon sendiri sebelumnya menyatakan hingga kini belum jelas. “Sekarang ini sebenarnya kalau bisa dikatakan, hanya karena malu saja kita tidak berkelahi. Artinya, berbagai upaya telah kita lakukan. Bahkan dalam setiap kesempatan saat bertemu dengan pelaksana tugas gubernur, terus kita bicarakan hal tersebut. Namun beliau berkali-kali hanya mengatakan oke, nanti kita bicarakan. Tapi sampai saat ini, kita belum pernah lagi dipanggil,” ujar Mangindar, yang juga juru bicara 10 kabupaten/kota di sekitar Danau Toba.
Menurut Bupati Samosir Mangindar Simbolon, saat dihubungi JPNN lewat selulernya, proses pembentukan konsorsium memang seharusnya diprakarsai oleh Gubernur Sumut.
“Karena Inalum ini kan sifatnya lintas kabupaten/kota. Jadi memang sudah seharusnya menjadi gaweannya gubernur,” jelasnya.
Namun kondisinya, justru tindakan nyata yang sebelumnya pernah ada, malah semakin memudar. “Jadi beberapa kali perundingan yang pernah kita lakukan, hingga kini sama sekali tidak berwujud. Makanya kita sangat kecewa. Kami (para bupati di sekitar kawasan Danau Toba,red), tidak mungkin bertindak sendiri tanpa dikoordinir oleh gubernur. Dan sekarang ini kita benar-benar telah kehilangan banyak momentum,” ulasnya.
Selain menyayangkan tindakan lamban dari Gatot, Mangindar juga merasa sangat aneh. Mengapa justru di saat-saat menjelang berakhirnya kontrak, Panitia Khusus DPRD terkait pembentukan konsorsium, juga malah semakin tidak terlihat tindakannya. Padahal, “hanya lewat konsorsiumlah satu-satunya cara agar daerah dapat memiliki bagian dalam proyek tersebut nantinya.” (gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Realisasi KUR Riau Tembus Rp2,6 T
Redaktur : Tim Redaksi