Pusat tak Berani Hapus DOB yang Gagal

Kamis, 13 Februari 2014 – 22:20 WIB
Wakil Ketua Komisi II DPR, Arif Wibowo. JPNN.com

jpnn.com - Moratorium pemekaran yang diberlakuan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sejak 2009, tak mampu membendung hasrat berbagai daerah untuk dimekarkan. Saat ini saja, ada 87 Rancangan Undang-undang (RUU) Daerah Otonomi Baru (DOB) yang mengantri untuk disahkan menjadi UU.

65 RUU di antaranya sudah mulai dibahas oleh Panitia Kerja (Panja) pemekaran Komisi II DPR setelah turunnya Amanat Presiden (Ampres). Sementara 22 RUU DOB lain masih menunggu Ampres-nya ditanda tangani SBY. Di luar itu, ada 4 RUU DOB dari Sulawesi Tenggara, warisan periode lalu yang belum tuntas.

BACA JUGA: Awalnya Sepakat Bacakan Vonis April 2013

Nah, apa yang melatar belakangi munculnya aspirasi pemekaran ini? Sejauh mana perkembangannya? Apa latar latar belakang DPR menyetujui puluhan RUU itu untuk dibahas, apakah ada kaitan dengan jualan politik jelang Pemilu? Berikut perbicangan wartawan JPNN, M Fathra Nazrul Islam dengan Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Arif Wibowo, Kamis (13/2).

Seperti apa perkembangan pembahasan pemekaran usul inisiatif DPR?

BACA JUGA: Curiga Pemda Sengaja Ulur Pengumuman CPNS

Usulan pemekaran kita selesaikan dengan pemerintah. Sesuai dengan Ampres tertanggal 27 Desember 2013. Di situ dinyatakan oleh presiden bahwa prinsipnya presiden ingin pembahasan pemekaran itu secara tajam dan mendalam terhadap usulan pemekaran berbagai daerah, terutama yang 65 RUU DOB yang sudah disahkan dalam paripurna DPR.

Namun demikian presiden juga meminta yang 4 tersisa, bagian dari 19 RUU DOB diselesaikan terlebih dahulu. Nah, yang keempat itulah yang akan kita selesaikan dulu dengan pemerintah, kemudian lanjutkan pembahasan 65 yang baru dan menyusul yang 22 DOB kalau Ampresnya sudah keluar.

BACA JUGA: Pemerintah Jangan Bikin Guru Gelisah

Artinya Ampres ini sinyal positif bagi masyarakat pengusung aspirasi dan DPR sendiri untuk meloloskan puluhan RUU DOB ini untuk segera dimekarkan meski moratorium masih berlaku?

Ya, tetapi bahwa itu usulan-usulan pemekaran dari berbagai wilayah itu adalah aspirasi yang tumbuh berkembang dan hidup. Problemnya menurut saya sederhana tapi prinsipil. Apa? menyangkut soal keadilan, soal kesejahteraan rakyat, keinginan rakyat di daerah tersebut untuk lebih maju, menyangkut tumbuh kembangkanya kekuasaan politik lokal.

Ini lah yang bercampur baur, berpadu, terintegrasi menjadi aspirasi yang utuh dari masyarakat itu bahwa mereka ingin membentuk daerah sendiri dengan pemerintahan sendiri. Harapannya adalah kesejahteraan rakyat bisa dicapai, pelayanan publik optimum, akses lebih dekat, layanan pada masyarakat tentu saja menjadi lebih baik di kemudian hari.

Seperti apa pandangan DPR terutama terhadap pemekaran dan sejauh mana membawa kemajuan bagi daerah, infrastruktur terbangun dan kesejahteraan bagi masyarakat terwujud?

Ya, daerah-daerah pemekaran yang selama ini ada di banyak wilayah, baik di Papua, Sulawesi, Sulawesi Tengah, Sumatera, semua ada perkembangan. Nah masalahnya ada yang berkembang lama dan ada yang lebih cepat. Jadi menurut hemat kami menyangkut pemekaran itu, yang harus kita bedakan adalah, satu, antara keinginan atau aspirasi untuk mengembangkan potensi dirinya, satu daerah otonomi itu dengan pengelolaan pemerintahannya.

Ada banyak daerah yang kemajuan lambat dikarenakan kinerja pemerintahannya yang buruk, pengelolaan pemerintahannya yang tidak baik, pemanfaatan anggarannya yang seramapangan, manajemen keuangan dan potensi daerahnya yang bermasalah. Artinya masalah bukan pada pemekaran itu sendiri. Faktanya sebagian daerah justeru mengalami kemajuan pesat, sebagian memang lambat bahkan dianggap gagal.

Ukuran untuk menilai gagal atau tidak itupun  harus didalami, dicermati secara seksama. Jangan-jangan ukuran yang kita terapkan untuk menilai satu daerah gagal atau berhasil itu sebenarnya tidak sahih, tidak tepat. Itu satu persoalan tersendiri.

Kedua, kita mencermati daerah-daerah hasil pemekaran, kemudian membandingkan dengan daerah-daerah yang sudah lama, mereka tumbuh berkembang sudah definitif menjadi kabupaten kota maupun provinsi, tentu tidak fair. Itulah sebabnya sejak lama fraksi kami, PDI Perjuangan mendorong agar ada pembahasan yang mendalam, menyeluruh, objektif, teliti, terhadap perubahan UU 32 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan perubahan UU nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah.

Jadi kalau kedua UU ini sebagai pondasi hukumnya bisa dibenahi dengan baik, yang orientasinya menjamin keadilan antar daerah, antar masyarakat dan antar wilayah itu, maka pemekaran ke depan, usulan, ide, desakannya akan terhambat dengan sendirinya, akan melemah dengan sendirinya.

Apa urgensinya revisi kedua UU itu, terutama tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah dengan aspirasi pemekaran terus bermunculan?

UU tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah itu baru dimasukkan Prolegnas (Program Legislasi Nasional) untuk dilakukan perubahan, tapi sampai hari ini pun dari pemerintah kita tunggu belum sampai juga ke DPR.

Urgensinya begini, kita ini kan negara kesatuan, karena itu negara dalam hal ini diwakili pemerintah pusat dan DPR pusat sebagai pemangku utama jalannya kekuasaan ini, maka diwajibkan untuk mengatur dan mendorong pengelolaan pemerintahan dan rakyat itu yang adil, ini yang tidak terjadi.

Kalau kita menggunakan misalnya UU 33 saja, pasti yang kaya akan menjadi lebih kaya, yang miskin akan begitu-begitu saja. Karena memang dalam UU 33 2004 itu setiap daerah dinilai berdasarkan potensi daerahnya, terutama terkait dengan sumber daya alam, bagi hasil pajak dan sebagainya. Nah itu yang kemudian menyebabkan ketidak adilan. Mana mungkin daerah-daerah yang sejak awal miskin, tidak punya potensi yang bisa dikelola dalam waktu cepat dan memberi manfaat untuk rakyat, disamakan dengan daerah-daerah yang sejak awal punya sumber daya alam, minyak misalnya, batubara, tambang, hutan dan sebagainya.

Karena itulah tugas negara untuk menjadikan keadilan dengan meredistribusikan semua potensi NKRI ini. Agar antar wilayah tidak terjadi ketimpangan tajam, agar terjadi keadilan, agar rakyat mendapat manfaat secara keseluruhan dan proporsional.

Bagaian mana yang harus direvisi agar keadilan itu bisa terwujud dan pemekaran bukan lagi menjadi cara memperoleh keadilan?

Ya menegaskan kembali tentang esensi negara kesatuan ini. Kita ini menurut saya, konstitusi kita menyatakan negara kesatuan, tetapi prakteknya tidak ada lagi toleransi, semakin lemahnya kepedulian terhadap kelompok masyarakat yang lain, wilayah yang lain yang notabene harus dikelola oleh negara.Jadi masksud saya yang terjadi kemudian adalah aspirasi yang bertumbuh dan semata-mata mencerminkan apa yang disebut dengan primodialisme yang akut, politik lokal yang kemudian memunculkan sentimen kedaerahan akan etnisitas tertentu yang seolah-olah tidak bisa diganggu gugat. Mereka sebagai pemilik wilayah, sebaga penguasa sumber daya di wilayahnya, ini yang harus dihentikan dalam konteks negara kesatuan.

Karena sebetulnya begini, setiap wilayah itu adalah bagian yang utuh dari negara kesatuan. Daerah yang ada selama ini dibentuk oleh negara, oleh pemerintah pusat, bukan mereka bertumbuh sendiri. Ini yang harus ditegaskan kembali. Jadi otoritas yang kuat sebenarnya ada di pemerintah pusat bersama DPR pusat. Itulah yang diharapkan mendorong pengelolaan segala sumber daya yang ada di seantero republik ini untuk diredistribusikan secara adil kepada seluruh bangsa Indonesia.

Apakah merevisi UU 33/2004 itu bisa menjawab fenomena pemekaran, bisa menghambat pemekaran?

Iya, saya kira dia akan menghambat pemekaran. Kan tidak mungkin daerah yang kaya meminta bagi hasil yang sangat tinggi, sementara daerah yang miskin kan tidak. Padahal tugas negara menjamin daerah miskin itupun bertumbuh, daerah yang tidak punya sumber daya alam, misalnya minyak, juga mendapat perlakuan sama untuk mendapat keadilan. Tentu saja dengan satu jaminan kinerja pemerintahannya yang mencerminkan clean dan clear goverment, pemerintahan yang bersih.

Aspirasi pemekaran ini kan banyak, ratusan. Tapi baru puluhan saja yang disepakati pembahasannya. Nah, apakah DPR melihat ini murni aspirasi masyarakat atau apsirasi segelintir elit politik saja?

Saya kira bisa saja awalnya dimotori oleh elit, tapi faktanya itu diterima sebagai keinginan yang jadi harapan rakyat setempat. Nah karena itu, yang harus juga kita atur ke depan agar munculnya daerah-daerah pemekaran baru ini jangan sampai hanya memberikan manfaat bagi bertumbuhnya oligarki, oligopoli, jadi bertumbuhnya kekuatan dan keuasaan elit lokal semata, termasuk kekayaannya. Dia haurs berikan manfaat bagi rakyat banyak, itu yang kemudian kita atur sejalan dengan perubahan UU Pilkada.

Kalau seadainya pemekaran terus terjadi, apa sanggup uang negara membiayai semua daerah otonom baru itu?

Uang negara dari mana, kan dari seluruh daerah. Kan dari pajak, bagi hasil atau sumber daya alam. Saya kira tergantung ketentuan negara mengelola, masalahnya kan negara tidak mampu mengelola, masalahnya aturannya memang tidak mendukung keadilan bagi semua wilayah. Masalahnya kebijakan-kebijakan yang ditempuh tidak mendorong percepatan kemajuan dan kesejahteraan bagi rakyat, kan itu masalah pengelolaan, bukan masalah aspirasi.

Ada yang berpandangan isu pemekaran kembali dihangatkan jelang Pemilu, padahal usulan DOB sudah lama. Kenapa baru dimunculkan jelang Pemilu, apa ini hanya jualan politik semata?

Saya kira tidak. Mereka mengusulkan sejak lama, tapi untuk memenuhi syarat administratif, bagaimana ketentuan perundang-undangannya kan memang bertahap, tidak langsung mengusulkan terpenuhi. Nah itu yang saya kira harus dipahami banyak kalangan, itu juga yang kemudian masuk dalam daftar inventarisasi masalah sejumlah daerah yang diusulkan jadi daerah otonom baru, yang kemudian secara administratif sebagaimana aturan PP 78 tahun 2007, itu telah dinyatakan lengkap, dan karena itu tidak bisa ditolak. DPR wajib meneruskannya.

Menjelang berakhirnya periode jabatan DPR, apa mungkin semua aspirasi pemekaran ini akan terakomodir dan tuntas dibahas? Jangan-jangan nanti jadi hutang lagi untuk periode mendatang?

Loh, itu proses mengalir saja, gak ada urusan hutang berhutang, gak ada urusan target. Kita tidak pernah juga menetapkan target misalnya pemekaran paling sedikit sekian, paling banyak sekian, tidak ada itu. Kan usulan itu akan diteliti terus, didalami terus, kalau misalnya dalam satu usulan daerah pemekaran justeru akan menimbulkan banyak masalah, konfliknya tinggi, masih banyak pro kontra. Kemudian setelah dilakukan assesment menyeluruh justeru tidak membawa kebaikan, kesejahteraan, bisa saja itu ditunda untuk beberapa daerah.

Jadi saya kira ini proses yang wajar saja, normal saja. Pun aturan hukumnya membolehkan, memberikan ruang yang terbuka dan itu adalah gelaja yang biasa di banyak negara. Nah, yang menarik, kenapa kemudian di banyak negara pemekarannya jadi berhenti, karena memang keadilan, kesejahteraannya bisa didapatkan secara adil secara proporsional oleh seluruh wilayah di negara tersebut. Kita kan tidak. Sejak Republik ini berdiri ada daerah-daerah yang sama sekali tersentuh pembangunan saja tidak.

Banyak daerah yang warga masyarakatnya hidup dalam keterbelakangan luar biasa. Jangankan ibu kota negara, ibu kota kecamatannya saja belum pernah tahu, karena memang sulitnya akses untuk sampai pada pusat-pusat pertumbuhan. Ini fakta yang tidak terelakkan, yang harus kita akui. Lantas apa jalan keluarnya? Jadi menurut hemat saya, normal saja. Di Brasil saja kabupaten kotanya 5.060 kalau tidak salah, dan sekarang sudah mulai surut, sudah mulai sedikit yang mengajukan pemekaran di sana, karena keadilan sudah semakin dapat dan gampang dirasakan.

Kalau di Brasil ribuan begitu, di Indonesia berapa idealnya ya, jumlah Kabupaten dan kotanya?

Gini, saya tidak punya gambaran ideal seperti apa, tapi itu bisa kita tilik dari aturan yang berlaku, dari kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah, dan juga dari konsepsi tentang pembangunan kita di masa yang akan datang. Jadi saya kira itu nati yang akan mengantisipasi bertumbuhnya terus DOB, kalau pemrintah sebagai representasi mampu menciptakan keadilan, saya kira buat apa juga memekarkan

UU tidak hanya mengatur tentang pemekaran, tapi juga tentang penggabungan dan penghapusan daerah. Ini kan belum berjalan. Seperti apa DPR menilainya?

Harusnya pemerintah berani tegas. Maka kemudian, buatlah aturan yang isinya adalah tentang aturan tertentu yang menjadi instrumen di dalam melakukan penilaian, assesment. Apakah suatu daerah itu memang layak dimekarkan atau tidak, tetapi harus adil. Keberanian itu yang tidak ada. Jadi spirit federalism, spirit otonomi yang seluas-luasnya yang salah kaprah ini yang sekarang menghinggapi kalangan pemegang otoritas kita.

Mestinya, kalau negara kesatuan itu, belajar dari pengalaman negara kesatuan paling sempurna di dunia seperti Perancis, otoritas ada di pemerintah dan DPR pusat, dia harus berani mengambil keputusan tidak, oh ini harus digabungkan, karena kalau dua daerah ini dibiarkan, masing-masing justeru tidak sejahtera, penyelewengan akan banyak terjadi, kesalahan dalam pengelolaan pemerintahan akan berulang. Ketegasan ini yang diperlukan. Tapi memang beresiko secara politik. Nah ini nanti akan bertautan dengan sistem elekction (pemilu) kita. Jadi memang tidak bisa kita hanya lihat dalam satu perspektif. (fat/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tahun Penentu Rossi Bagi Yamaha


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler