Dari empat pabrik yang dimiliki PT Pusri, kapasitas produksi urea per tahun sebanyak 2,090 juta ton dan amonia 1,324 juta ton. ”Dengan produksi dan penjualan yang stabil, perolehan laba kita juga tidak akan berbeda-beda jauh,” katanya.
Namun pada 2013, lanjutnya, laba PT Pusri terancam turun. Karena ketika itu harga gas tidak murah lagi. Sekarang Pusri masih membeli US$ 3-4 per MMBTU, tapi di 2013 harganya akan melonjak menjadi US$ 5,6 per MMBTU. Dengan demikian, biaya pembelian bahan baku membengkak, sehingga dapat mengurangi perolehan laba.
”Sebenarnya kalau untuk pupuk bersubsidi tidak masalah. Karena biaya tambahan dibebankan kepada pemerintah. Kita tetap dapat margin 10 persen dari hasil penjualan,” jelas Eko. Yang bermasalah, lanjutnya, adalah pupuk non subsidi, sehingga Pusri harus menghitung ulang cost bahan baku.
Untuk menjaga perolehan laba, Pusri harus melakukan efisiensi dengan merevitalisasi pabrik secara bertahap. Saat ini, umur pabrik milik Pusri rata-rata tiga puluh tahun. Pabrik-pabrik tua ini tidak hemat konsumsi. Pabrik tua bisa menghabiskan bahan baku 36 MMBTU per ton urea, sementara pabrik baru hanya 25-26 MMBTU per ton.
Karena itu, dalam waktu dekat Pusri akan merevitalisasi pabrik II menjadi pabrik IIB pada Desember 2011. Revitalisasi pabrik ini sudah sangat mendesak. Pabrik II merupakan pabrik pupuk tertua di Indonesia, bahkan dunia.
Dana investasi yang disiapkan mencapai Rp 6 trilliun. ”Karena investasinya besar, kami harus hati-hati memilih kontraktor. Pabrik yang dibangun harus bagus dan tahan 30 tahun,” kata Eko Sunarko.
Pusri sudah mengumumkan tender proyek pembangunan pabrik IIB. Harapannya, awal bulan depan tender sudah terlaksana. Saat ini, cukup banyak kontraktor yang sudah mendaftar. Agar tak salah pilih kontraktor, PT Pusri melakukan penyeleksian dengan melihat langsung pabrik yang sebelumnya sudah di bangun peserta.
”Kita mewajibkan konsorsium antara kontraktor lokal dan asing,” kata Eko. Targetnya, pemancangan (ground breaking) proyek sudah dilakukan Desember mendatang. Dan pembangunan proyek selesai dalam tiga tahun. Menurut Eko, revitalisasi pabrik merupakan solusi terbaik menuju low cost production. Karena pabrik-pabrik tua sangat boros. (dri)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Lecehkan Daerah, Pengusaha Rugi USD 25 Miliar
Redaktur : Tim Redaksi