Putaran II Pilgub DKI Terancam Batal

Warga Ngadu ke MK, Sebut Bertentangan Dengan UU 12/2008

Jumat, 13 Juli 2012 – 06:17 WIB

SURABAYA - Pemilihan Gubernur (pilgub) DKI Jakarta tahap kedua bisa jadi tak akan berjalan. Sebab, elemen masyarakat berencana mengajukan permohonan uji materiil terhadap Undang-undang nomor 29 Tahun 2007 yang melandasi bakal digelarnya pilihan putaran kedua. Jika dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK), putaran kedua tak akan dilakukan.

Permohonan itu diajukan oleh dua warga Jakarta Timur. Mereka adalah Abdul Havid Permana, warga Cipinang Asem, dan Mohammad Huda dari Rawamangun II Tengah. Mereka menguasakan permohonannya itu kepada pengacara M. Sholeh dan meminta agar MK menguji pasal 11 ayat 2 UU yang mengatur DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara itu.

Sholeh mengatakan, permohonan itu diajukan karena Undang-undang 29/2007 melanggar dan merugikan hak konstitusional pemohon. Putaran kedua dianggap tidak efisien karena kliennya harus mendatangi tempat pemungutan suara dua kali. Disamping itu, pemohon juga harus meluangkan waktu lagi untuk dapat menyalurkan aspirasinya.

Tidak hanya itu, kliennya juga tak rela kalau pajak yang telah dibayarkan hanya dihamburkan untuk hal-hal yang sebenarnya tidak perlu. Pemohon juga menginginkan sudah ada putusan sebelum pilgub putaran kedua dimulai atau 60 hari sejak pemungutan suara pertama.

"Jika permohonan ini dikabulkan, berarti tak perlu ada pilgub putaran kedua. Itu artinya Negara juga diuntungkan," jelasnya. Menurutnya, langkah melakukan gugatan sangat realistis karena harusnya hanya berjalan satu putaran. Apalagi, jika merunut pada aturan yang melekat pada pelaksanaan pemilu tahap dua nanti.

Dia lantas menjelaskan, Provinsi DKI Jakarta bersifat khusus karena menjadi Ibu Kota. Karena itulah, dalam pengaturan pemerintahan dibuat peraturan sendiri yaitu Undang-undang 29/2007. Didalamnya UU tersebut juga mengatur tentang tata cara pemilihan umum. Yakni, pasal 11 yang isinya menjelaskan prosentase kemenangan kandidat pilgub.

Dikatakan dalam pasal tersebut, pasangan calon dinyatakan terpilih jika mendapat suara lebih dari 50 persen perolehan suara sah. Meski hanya mencantumkan satu pasal saja terkait pemilihan kepala daerah, tapi tetap menjadi dasar untuk pelaksanaan pilgub DKI.

Anehnya, kata Sholeh, dalam UU tersebut tak mengatur tentang tahapan pemilu lainnya. Seperti sosialisasi, masa tenang, hingga sumpah jabatan. Lebih aneh lagi ketika tahapan yang tidak diatur itu lantas merujuk pada UU 12/2008. "Tapi saat menetapkan pasangan calon terpilih, menggunakan undang-undang 29/2007," ucapnya.

Atas dasar itulah, dia menerima permintaan warga DKI Jakarta untuk melakukan gugatan ke MK. Versinya, kalau menggunakan UU 12/2008, pemilihan gubernur hanya perlu berjalan satu putaran. Merujuk pada pasal 107 ayat 2 yang menyatakan pasangan bisa memenangi pemilihan kalau memperoleh 30 persen suara.

Nah, kalau menggunakan UU 12/2008, maka pasangan Jokowi - Ahok yang memperoleh 43,04 persen suara sudah bisa duduk di kursi DKI Jakarta 1. Meski suara pasangan yang diusung PDIP dan Gerindra itu tidak menembus 50 persen, tetapi sudah melebihi 30 persen.

Terpisah, Ketua KPUD DKI Jakarta Dahlia Umar mengaku belum tahu rencana gugatan tersebut. Namun, dia tidak mempermasalahkan rencana Sholeh untuk judicial review UU 29 tahun 2007. Sebab, KPUD hanya menjalankan UU yang ada. "Tidak ada masalah, silahkan saja," katanya.

Kalaupun benar gugatan itu jadi masuk ke meja Mahfud M.D, Dahlia memastikan hal itu tidak mengganggu putaran dua Pilgub DKI Jakarta. Begitu juga dengan rekapitulasi penghitungan suara hasil pencoblosan Rabu (11/7). Rencananya, putaran kedua sendiri berlangsung paska lebaran atau sekitar 20 September.

Untuk tahapan putaran kedua, Dahlia menjelaskan beberapa hal. Persiapan akan dilakukan pada 13 September dengan pendistribusian perlengkapan pilkada hingga ke KPPS. Sehari kemudian hingga 16 September, mulai dilakukan kampanye putaran kedua dengan metode tertutup. Jumlah massa dibatasi dan tak ada kampanye terbuka.

Terhitung sejak 17 September - 19 September mulai masuk masa tenang. Nah, esoknya, atau 20 September pemungutan suara tahap kedua baru akan dilakukan lagi. "Penetapan dalam rapat pleno KPUD DKI Jakarta tentang pasangan calon terpilih dilakukan pada 3 Oktober," tuturnya.

Senada dengan Dahlia, anggota KPU Pusat Arif Budiman juga tidak mempermasalahkan langkah gugatan itu. Baginya, setiap warga negara berhak untuk mendapat penjelasan dari pihak yang tepat. Namun, dia berharap agar langkah tersebut ditunda dan bertanya pada pembuat UU terlebih dahulu.

Alasannya sama, KPU hanya menjalankan UU yang telah ada dan bukan pembuat. Disamping itu, UU 32/2004 tentang pemerintahan daerah pasal 225, 226, 227 ayat 1 dengan tegas menyebut kalau DKI Jakarta diatur oleh UU tersendiri. "Jadi, sepanjang tidak diatur oleh aturan khusus, UU sendiri itu tetap berlaku," tuturnya.

Meski tidak mempermasalahkan gugatan yang rencananya bakal diserahkan hari ini, Arif berharap agar kekhususan daerah bisa dihormati. Memang, dalam kenyataannya UU daerah khusus acap kali bertentangan dengan UU yang bersifat global. Kalau gugatan itu diterima, bisa jadi akan banyak gugatan serupa setelah ini.

"Banyak pasal-pasal yang tidak sinkron, seperti saat menentukan penghuni kursi di DPRD DKI Jakarta," jelas mantan anggota KPU Jatim tersebut. Itulah kenapa, langkah untuk mempertanyakan asal asul keluarnya UU 29/2007 ke pembuatnya dianggap Arif paling tepat. Kalau tetap tidak puas, baru gugatan bisa dilayangkan. (eko/dim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Digadang jadi Capres


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler