jpnn.com - Ketua Umum Asosiasi Museum Indonesia (AMI) Putu Supadma Rudana menilai dunia pendidikan Indonesia saat ini tidak mendapatkan perhatian serius dari pemerintah dan negara guna memberikan dukungan yang komprehensif terhadap gagasan besar Ki Hajar Dewantara.
Dia menilai gagasan besar Ki Hajar Dewantara yang telah membangun Tamansiswa pada 3 Juli 1922 adalah satu institusi atau lembaga pendidikan yang secara komprehensif memberikan pendidikan berkebudayaan secara holistik kepada anak-anak atau masyarakat.
BACA JUGA: Nadiem Makarim: Indonesia Melakukan Transformasi Pendidikan Besar-besaran Dalam 5 Tahun
Pendapat ini disampaikan Putu Rudana yang juga wakil ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI periode 2019-2024, dalam Studium Generale dengan tema Bedah Budaya Nusantara di Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta pada Sabtu, 28 September 2024.
"Afirmasinya jelas, tidak boleh ada kasta di dunia pendidikan, semua harus sama mendapatkan hak. Saya sebut di sini, pendidikan adalah hak asasi manusia yang harus dipenuhi oleh negara. Dan pendidikan tidak hanya mengejar semata angka-angka, tetapi mampu membangun jiwa komprehensif yang luar biasa," kata Putu melalui siaran pers, Kamis (3/10/2024).
BACA JUGA: FTA Ungkap Fakta Diskusi di Kemang yang Dibubarkan Si Rambut Kuncir Cs, Ternyata
Putu menyampaikan bahwa para founding father, salah satunya Ki Hajar Dewantara memiliki pemikiran yang sangat visioner guna mencerdaskan kehidupan bangsa. Artinya, bukan cerdas hanya di intelektual saja, tetapi juga cerdas dalam arti cultural comprehensive.
Makanya, kata dia, Tamansiswa dia lihat membangun generasi yang melampaui generasi saat ini sehingga wajib dibumikan dan di-mainstreaming. Putu menyebut pendidikan itu memang penting secara scientific, tetapi juga harus cerdas secara emosional dan spiritual.
BACA JUGA: Refly Harun soal Pembubaran Diskusi FTA: Si Rambut Kuncir Bukan OTK, Jelas Berafiliasi ke Mana
"Mungkin kita pernah mendengar dari motivator ya, IQ, EQ, SQ. Ini sudah ada dari dulu Ki Hajar Dewantara, jadi rujuklah ke Ki Hajar Dewatara. Tamansiswa sudah punya dari dulu hal ini, bahwa kecerdasan itu tidak cukup dengan intelektual, harus emosional juga, harus spiritual," tuturnya.
Menurut Putu, pendidikan merupakan aspek sangat strategis dan penting bagi kehidupan dan berkelanjutan sebuah negara, serta menjadi faktor penentu kemajuan maupun kemunduran suatu bangsa. Dengan demikian, sumber daya manusia (SDM) harus terus ditingkatkan kualitasnya karena aset utama dalam membangun sebuah bangsa dan negara.
"Sumber daya manusia tidak hanya maju dari segi keilmuan material (ilmiah saintifik), tetapi juga cerdas secara emosional dan spiritual. Inilah yang dibutuhkan oleh Indonesia ke depan," ujar legislator asal Bali itu.
Putu mengatakan sangat tepat apabila dikaji kembali pemikiran dari Bapak Pendidikan Indonesia, dan pendiri Tamansiswa Ki Hajar Dewantara berupa konsep pendidikan yang holistik, di mana peserta didik dibentuk menjadi insan yang berkembang secara utuh yakni rasio, olah rasa, olah jiwa, dan olah raga melalui proses pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, dilaksanakan dalam suasana penuh keterbukaan, kebebasan, serta menyenangkan.
"Ki Hajar Dewantara juga menekankan pentingnya pendidik mengakar pada budaya, bahwa peserta didik harus memahami dan menghargai warisan budaya bangsa. Ini dapat meningkatkan rasa identitas dan kebanggaan, serta memberikan pemahaman yang lebih baik tentang nilai-nilai lokal," ucapnya.
Putu juga menjelaskan mengenai pendidikan yang holistik bahwa penting juga mengedepankan pemahaman menyeluruh tentang sejarah kebudayaan, dalam rangka melengkapi penguasaan ilmu dan teknologi, emosional dan spiritual.
Sebagai ketua umum AMI, Putu ingin mengajak masyarakat tidak hanya mengunjungi museum saja, tetapi juga belajar mengenai kebudayaan. Menurut dia, sejatinya museum adalah sekolah. Sementara, kebudayaan dan seni akan lestari jika sebagai bangsa mengenal dan memahaminya.
"Menarik intisari ilmu yang terkandung di dalamnya untuk kemudian kita sesuaikan dengan kebutuhan hari ini. Kearifan lokal dan kebijaksanaan lokal kita, sangat relevan dengan konteks internasional hari ini. Inilah yang dinamakan dengan from local wisdom to global action," ungkapnya.(fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam