"Yang jelas keputusan ini sangat melukai rasa keadilan masyarakat," kata Aboebakar, Selasa (16/7), di Jakarta.
Meski begitu, Aboebakar mengakui bagaimanapun keputusan pengadilan harus dihormati. Sebab, imbuh dia, apapun keputusan hakim tidak bisa diganggu gugat, apalagi disalahkan atau dipidana.
Polisi PKS ini juga mengaku sangat herat karena kasus korupsi tersebut jauh lebih besar dari harga sandal yang diduga dicuri AAL atau harga piring yang dipersoalkan majikan terhadap nenek Rasminah. Aboebakar juga menyindir angka Rp5 juta itu tak sebanding dengan harga semangka yang dicuri Kholil di Kediri ataupun harga tiga buah kakao yang dicuri nenek Minah di Banyumas.
"Lantas kenapa pengadilan begitu kejam kepada mereka? Dan kenapa para hakim begitu permisif pada koruptor seperti ini?" katanya.
Ditambahkan, jika para hakim atau MA ingin memberikan batasan minimal pencurian yang bisa dikriminalisasi haruslah dilaksanakan dengan adil. "Jangan ada diskriminasi seperti ini. Hukum jangan sampai seperti pisau, yang hanya tajam kepada rakyat kecil saja," ungkap Aboebakar.
Oleh karenanya, Aboebakar mengingatkan, MA harus mengevaluasi persoalan ini. "Jangan sampai lembaga ini semakin tidak kredibel di mata masyarakat," ujarnya.
Disebutkannya lagi, soal pembatasan tindak pidana sebenarnya juga dikenal dalam hukum jinayah (Pidana Islam). Dalam konsep jinayah, potong tangan akan dikenakan kepada para pencuri di atas seperempat dinar. Satu Dinar terbuat dari logam mulia emas 22 karat dengan berat 4.25 gram.
"Jadi kalau dengan nilai sekarang seperempat dinar kurang lebih Rp700-an ribu. Maka pencurian di atas nilai itu bisa dipotong tangan," pungkas Kapoksi III PKS di DPR itu. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tangguhkan Tender Pupuk, Biarkan KPK dan BPK Masuk
Redaktur : Tim Redaksi