JAKARTA – Dukungan terus berdatangan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan menghapus pasal 50 ayat 3 Undang-undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang mengatur pembentukan Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) dan Sekolah Berstandar Internasional (SBI). Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional di DPR, Teguh Juwarno mengatakan keputusan ini menjadi tamparan keras bagi Kementerian Pendidikan.
Apalagi kata dia, realisasi di lapangan bertolak belakang dengan konsep awal dibentuknya RSBI. "Dalam implementasi kita temukan bahwa RSBI justru menjadi ajang eksploitasi. Di mana yang masuk ke sekolah RSBI hanya orang kaya yang mempunyai uang saja,” kata Teguh di gedung parlemen di Jakarta, Selasa (8/1).
Dijelaskan Teguh, awal dibentuknya RSBI adalah untuk menjadi tolak ukur keberhasilan peningkatan level mutu dan kualitas di dunia pendidikan. Namun sejauh ini, konsep itu melenceng. Bahkan, justru menjadi ajang eksplotasi sekolah untuk menaikkan biaya dengan iming-iming mutu pendidikan dan pengajaran RSBI.
“Dan dengan segala hormat, kualitas guru-guru justru berbanding terbalik dengan kualitas standar internasional. Jadi dengan kata lain, konsep yang bagus ini justu implementasi dilapangan menjadi buruk," katanya.
Teguh menyayangkan penyimpangan praktik RSBI ini. Karena anak-anak tidak mampu namun pintar justru tidak mendapatkan pelayanan pendidikan yang baik.
Ia menjelaskan, RSBI belakangan hanya didominasi oleh anak-anak orang kaya lantaran biaya sekolah yang mahal, sehingga hanya mereka saja yang mendapatkan kualitas pelayanan sekolah yang bagus.
"Seharusnya kualitas pelayanan pendidikan disekolah yang bagus juga dapat dinikmati oleh anak-anak orang miskin tapi pintar," katanya.
Atas penghapusan, Teguh berharap agar ada perubahan kualitas pendidikan. Ia meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus meningkatan standar kualitas minimun bagi seluruh sekolah di Indonesia.
“Sekolah-sekolah yang ada di pelosok desa, harus memiliki standar minimum seperti sekolah-sekolah yang ada di kota,” jelasnya. (boy/jpnn)
Apalagi kata dia, realisasi di lapangan bertolak belakang dengan konsep awal dibentuknya RSBI. "Dalam implementasi kita temukan bahwa RSBI justru menjadi ajang eksploitasi. Di mana yang masuk ke sekolah RSBI hanya orang kaya yang mempunyai uang saja,” kata Teguh di gedung parlemen di Jakarta, Selasa (8/1).
Dijelaskan Teguh, awal dibentuknya RSBI adalah untuk menjadi tolak ukur keberhasilan peningkatan level mutu dan kualitas di dunia pendidikan. Namun sejauh ini, konsep itu melenceng. Bahkan, justru menjadi ajang eksplotasi sekolah untuk menaikkan biaya dengan iming-iming mutu pendidikan dan pengajaran RSBI.
“Dan dengan segala hormat, kualitas guru-guru justru berbanding terbalik dengan kualitas standar internasional. Jadi dengan kata lain, konsep yang bagus ini justu implementasi dilapangan menjadi buruk," katanya.
Teguh menyayangkan penyimpangan praktik RSBI ini. Karena anak-anak tidak mampu namun pintar justru tidak mendapatkan pelayanan pendidikan yang baik.
Ia menjelaskan, RSBI belakangan hanya didominasi oleh anak-anak orang kaya lantaran biaya sekolah yang mahal, sehingga hanya mereka saja yang mendapatkan kualitas pelayanan sekolah yang bagus.
"Seharusnya kualitas pelayanan pendidikan disekolah yang bagus juga dapat dinikmati oleh anak-anak orang miskin tapi pintar," katanya.
Atas penghapusan, Teguh berharap agar ada perubahan kualitas pendidikan. Ia meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus meningkatan standar kualitas minimun bagi seluruh sekolah di Indonesia.
“Sekolah-sekolah yang ada di pelosok desa, harus memiliki standar minimum seperti sekolah-sekolah yang ada di kota,” jelasnya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jangan Ada Lagi Akal-akalan Sekolah Mirip RSBI
Redaktur : Tim Redaksi