Putusan PTUN Terkait Gugatan OSO Mengoreksi Pertimbangan MK

Jumat, 16 November 2018 – 10:35 WIB
Advokat, Petrus Selestinus. Foto: Dok. Pribadi

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Sekretaris Bidang Hukum dan HAM Partai Hanura Petrus Selestinus menilai putusan PTUN Jakarta yang mengabulkan gugatan Oesman Sapta Odang (OSO) merupakan koreksi total atas pertimbangan dan amar putusan Mahkamah Konstitusi soal larangan pengurus parpol menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Sebagaimana diketahui, putusan PTUN mengabulkan gugatan OSO dan memerintahkan KPU mencantumkan kembali nama OSO sebagai Calon Tetap Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD RI 2019.

BACA JUGA: Kasus OSO, Yusril Ihza Mahendra: KPU Sudah Kalah 2-0

“Putusan ini telah memberi arah baru bagi sejarah perkembangan politik ketatanegaraan Indonesia yaitu pengurus parpol dibolehkan menjadi caleg DPD RI pada pemilu 2019. Jadi, putusan PTUN Jakarta merupakan sebuah terobosan karena mengoreksi secara total seluruh Pertimbangan Hukum dan Amar Putusan MK," ujar Petrus di Jakarta, kemarin (15/11).

Putusan MK yang dimaksud adalah putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018, tanggal 23 Juli 2018, tentang  Uji Materiil Pasal 182 huruf l UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, yang melarang pengurus Parpol tidak boleh merangkap menjadi anggota DPD RI dalam pemilu 2019 dan seterusnya. 

BACA JUGA: DPD RI: Jangan Sampai Hukum Kehilangan Hakikatnya

Menurut Petrus, putusan PTUN Jakarta ini sekaligus menunjukkan bahwa Majelis Hakim PTUN Jakarta, mendukung penuh Putusan Mahkamah Agung RI dalam perkara uji materiil Peraturan KPU Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pencalonan DPD yang digugat oleh OSO karena mengatur larangan calon perseorangan anggota DPD dari pengurus Parpol.

“Jadi, putusan PTUN Jakarta memperkuat  putusan MA yang membatalkan PKPU dengan alasan Putusan MK tidak boleh berlaku surut," tandas dia.

BACA JUGA: Ratu Hemas Terima Rombongan Bundo Kanduang Alahan Panjang

Di mata OSO, kata Petrus, putusan MK, tidak hanya telah "mencedarai" rasa keadilan publik akan tetapi sekaligus menimbulkan "anomali" dalam penyelenggaraan Pemilu 2019. Karena itu, kata dia, OSO harus berjuang keras untuk meluruskan jalan yang bengkok demi menyelamatkan marwah Partai Politik termasuk partai Hanura dan puluhan bahkan ratusan kader parpol yang menjadi calon perseorangan anggota DPD 2019.

“Ini adalah akibat keteledoran MK dalam membuat Pertimbangan Hukum dan Amar Putusan dalam perkara Nomor 30/PUU-XVI/2018, tanggal 23 Juli 2018, yaitu melanggar asas "retroaktif" berupa memberlakukan putusannya untuk pemilu 2019, yang tahapan-tahapannya sudah berjalan jauh ke depan," terang dia 

OSO, menurut Petrus,  mempunyai alasan yang lebih substantif yaitu ingin meluruskan pemahaman yang keliru dari MK di mana pekerjaan pengurus parpol disejajarkan dengan pekerjaan profesional seperti advokat, notaris, PPAT, akuntan publik, dokter dan pekerjaan lainnya yang pekerjaannya didasarkan pada bayaran karena keahliannya. 

“Sedangkan pengurus parpol itu pekerjaan yang didasarkan pada kehendak bersama secara sukarela, tanpa dibayar dan tanpa mensyaratkan keahlian khusus, untuk mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia, menjaga keutuhan NKRI sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945 dan UU Partai Politik," terang dia.

Selain itu, lanjut dia, antara visi dan misi parpol menurut UU Partai Politik di satu pihak dan visi, misi, hak, kewajiban dan tanggung jawab anggota DPR dan DPD menurut UU MD3 Nomor 17 Tahun 2014 di pihak lain, secara kasat mata terdapat persamaan. 

Pasalnya, kedua UU tersebut sama-sama mengemban rangkaian tugas, tanggung jawab, hak dan kewajiban konstitusional mewujudkan tujuan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945, yang kelak dipertanggungjawabkan secara moral dan politis kepada masyarakat dan pemilih di daerah yang diwakilinya masing-masing.

"Dengan demikian kekhawatiran MK bahwa pengurus Partai Politik yang menjadi calon anggota DPD akan bertentangan dengan hakekat DPD sebagai wujud representasi daerah dan sekaligus berpotensi lahirnya perwakilan ganda atau doble representation sangat tidak beralasan hukum," tutur dia.

"Ini sesungguhnya sebuah kekhawatiran yang bersifat semu, karena OSO akan buktikan kelak bahwa tidak akan ada perwakilan ganda karena pada hakekatnya parpol mengemban misi melahirkan kader-kader untuk mendapatkan kekuasaan di lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif dan sekali lagi DPR dan DPD bukan wakil Partai Politik melainkan wakil rakyat dan wakil daerah," katanya.(jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Berita Terbaru terkait Putusan MA Kasus OSO


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler