JAKARTA - Kendati sudah menerima ribuan laporan pengaduan manipulasi data honorer kategori satu (K1), namun pemerintah masih menyembunyikan nama-nama daerah yang bermasalah. Alasannya, untuk mencegah pejabat daerah menghilangkan bukti-bukti yang ada.
"Daerah yang melakukan manipulasi data memang banyak. Cuma untuk sementara ini tidak bisa kami ekspos dulu. Khawatirnya, daerahnya sudah siap duluan sebelum tim pusat datang melakukan cek and ricek," kata Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Eko Prasojo yang dihubungi, Sabtu (5/5).
Dia menambahkan, dengan banyaknya laporan pengaduan yang masuk menunjukkan kalau hasil verifikasi dan validasinya tingkat keakuratannya kurang. Sebab, para pelapornya banyak yang dari kalangan honorer, LSM, dan DPRD.
"Anda bisa lihat sendirikan, laporan ke Kemenpan&RB 1000-an, sedangkan ke BKN sekitar 350. Itupun laporannya didominasi honorer/perorangan disusul LSM dan DPRD. Artinya apa, masyarakat lebih percaya ke pemerintah pusat ketimbang pemda (BKD)," terangnya.
Dalam pemberitaan sebelumnya, Kemenpan&RB telah menelaah 200-an laporan. Hasilnya menurut Eko memang banyak terjadi manipulasi data. Honorer yang tidak berhak malah dimasukkan dalam kategori memenuhi kriteria (MK).
"Dari 1000-an laporan pengaduan, ada tiga jenis kecurangan yang paling menonjol. Yaitu honorernya di angkat di atas tahun 2005, honorer yang diangkat di bawah 2005 tapi tidak dimasukkan dalam data, dan kesalahan daftar nama atau pengurangan daftar nama oleh pejabat berwenang. Intinya, semua datanya dimanipulasi data," tuturnya.
Terhadap laporan pengaduan ini, menurut Eko, pemerintah sedang merumuskan teknis penanganannya. "Kalau laporan pengaduannya hanya satu lembar kertas tanpa bukti, kita klasifikasikan menjadi prioritas ketiga. Bila laporannya sudah menyebutkan ada indikasi, maka menjadi prioritas kedua. Sedangkan bila dugaannya sangat kuat, menjadi prioritas pertama," tandasnya. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... UU TPPU Dinilai Efektif Memiskinkan Koruptor
Redaktur : Tim Redaksi