BANDUNG - Fakta baru terkait kasus suap yang dilakukan oleh terdakwa FX Yohan YAP alias Yohan kepada Bupati Bogor Rahmat Yasin alias RY sebesar Rp 4,5 miliar untuk memuluskan rekomendasi surat tukar menukar kawasan hutan atas nama PT Bukit Jonggol Asri terbukti dipersidangan.
Rahmat Yasin yang berstatus sebagai saksi dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung mengaku nekad menerima uang Rp 3 miliar dan Rp 1,5 miliar -yang belum diterima karena terlanjur tertangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)- karena kebutuhan politik.
"Kemampuan sebagai manusia ada batasnya. Apalagi posisi saya di politik yang terdapat beban yang besar. Waktu itu juga menghadapi pemilihan legislatif dan memikirkan yang lain sehingga saya terpaksa terima," jelasnya, Kamis (14/8).
Majelis hakim yang dipimpin Nurhakimpun sempat menanyakan, apakah perbuatan saksi yaitu Rahmat Yasin dengan menerima uang tersebut dibenarkan oleh negara. Terlebih posisi Rahmat sebagai orang nomor satu di Kabupaten Bogor.
Ditanya hal tersebut, Rahmat tidak menampik dan mengakui bahwa apa yang telah dilakukannya dengan menerima sejumlah uang, telah melanggar undang-undang yang ada di Indonesia.
"Saya menyesal. Pikiran mengatakan saya salah. Sehingga saya kembalikan (uang yang diterima sebagai suap) kepada negara setelah ditangkap," kata Rahmat.
Selain itu Rahmat menampik bila terjadi kesepakatan dan perjanjian dengan terdakwa Yohan mengenai jumlah uang pelicin yang harus dibayar oleh PT Bukit Jonggol Asri untuk mendapatkan tanda tangan dirinya.
"Terdakwa (Yohan) tidak pernah berkomitmen dalam kapasitasnya. Terdakwa (Yohan) hanya menyampaikan pak rekomen sudah sampai sejauh mana. Itu hal yang wajar. Saya tidak pernah deal-dealan terkait itu (suap). Tidak pernah ada kesepakatan," bebernya.
Rahmat merinci, kasus ini bermula ketika salah satu petinggi PT Bukit Jonggol Asri yaitu Haryadi Kumala yang memperkenalkan Yohan dan bertugas sebagai utusan yang nantinya akan mengurus surat-surat terkait rekomendasi tukar menukar kawasan hutan kepada dirinya.
Pertemuan dan pembicaraan dengan Yohan dilakukan sekitar 6 hingga 7 kali dalam kurun waktu antara tahun 2010 hingga 2013 silam dengan dibuka pembicaraan soal permohonan rekomendasi PT Bukit Jonggol Asri seluas 2.754 ha.
2011 akhir, Haryadi datang dengan menyampaikan akan memohon kembali izin tukar menukar lahan kehutanan yang sempat diberhentikan oleh Kementerian Kehutanan.
"Saya bilang tempuh saja prosedur, surat permohonan disertai proposal hingga 2012 saya terima itu lalu saya disposisi ke sekda dan dinas-dinas terkait untuk diproses sesuai yang berlaku," kata Rahmat.
Dalam proses peninjauan kembali didapatkan bahwa di lokasi tersebut telah terdapat Izin Usaha Pertambangan (IUP) eksplorasi PT Semindo Resources dan rekomendasi yang diminta oleh PT Bukit Jonggol Asri terkait ekploitasi. Izin itu juga hanya untuk meneliti kandungan gamping di kawasan itu. Namun ternyata di kawasan yang diminta itu terdapat cement karst nomor 1 yang menjadi kantung air.
"Karena itu kita mengeluarkan rekomendasi untuk 1.668 ha. Bukan yang 2.754 ha. Jadi yang disampaikan dalam rekomendasikan itu tidak ada yang mengesampingkan IUP. Jadi clear, tidak overlap. Ini yang aman. Klo mau nambah jadi 2.754, nanti setelah izin IUP selesai. Kami akan serahkan itu," jelas Rahmat.
Ketika mengeluarkan rekomendasi 1.668 ha itu tiba-tiba Kementrian Kehutanan mengirim surat untuk meminta klarifikasi 2.754 ha kenapa diberikan. "Padahal kami tidak overlap. Kami sangat hati-hati," tuturnya.
Selain Rahmat Yasin, sidang kali ini menghadirkan empat orang saksi lainnya. Mereka adalah Presiden Komisaris PT BJA Dwi Cahyadi Kumala, Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan Bambang Suprianto, Kepala Dinas Tata Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor Burhanudin, dan Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor HM Zairin. (bal)
BACA JUGA: Yulianis Sebut Ada Kucuran Rp 2 M untuk Bupati Kutim
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sistem Noken Dianggap Langgar Hak Konstitusi Rakyat Papua
Redaktur : Tim Redaksi