Amrin Tambunan, mantan Pemegang Kas pada Sekretariat Daerah (Sekda) Kabupaten Tapanuli Selatan akhirnya dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan perkara dugaan korupsi dana TPAPD (Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintahan Desa) di Sekda Pemkab Tapsel Tahun 2004-2005 untuk terdakwa Rahudman Harahap mantan Sekda Pemkab Tapsel yang juga Wali Kota Medan non aktif.
Di ruang utama Pengadilan Tipikor Medan, Selasa (21/5) majelis hakim yang diketuai Sugianto serta beranggotakan Kemas Djauhari dan SB Hutagalung, sempat menanyakan tempat tinggal Amrin Tambunan.
Dengan mimik wajah serius, Amrin mengaku saat ini tinggal di Rutan (Rumah Tahanan) Tanjung Gusta Medan. "Saya sekarang tinggal di Rutan pak. Sudah lama saya nggak pulang dan tidak melihat keluarga saya," ujar Amrin disambut gelak tawa pengunjung sidang.
Amrin Tambunan yang hari itu mengenakan kemeja dipadu celana berwarna hitam serta memakai sendal, memang sedang menjalani hukuman dalam perkara yang sama. Pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung, Amrin Tambunan dijatuhi hukuman empat tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Amrin pun membeberkan Pada Tahun 2005 triwulan III hanya 25 dari 28 kecamatan yang menerima dana TPAPD. Sedangkan triwulan IV, tidak satu pun kecamatan yang menerima. Sebab dana TPAPD sebesar Rp1,590 miliar dipergunakan untuk perjalanan dinas Bupati Tapsel Drs M.Saleh, Wakil Bupati Tapsel M.Saleh Harahap dan Sekda Pemkab Tapsel Rahudman Harahap.
"Pak Rahudman memerintahkan saya untuk mencairkan uang TPAPD itu. Setelah saya cairkan dari bank, dananya diminta Pak Rahudman. Uangnya dipergunakan untuk perjalanan dinas. Lalu saya berikan secara cash. Saat itu pak Rahudman Harahap bilang, Saya mau berangkat ke Medan, jadi langsung saya kasi uangnya. Lantaran uang perjalanan dinas sudah habis, makanya uang TPAPD yang dipakai," ujar Amrin.
Dikatakan Amrin, pada Tahun 2005, terdakwa Rahudman Harahap juga memerintahkan dirinya agar mencairkan uang TPAPD sebesar Rp480 juta. "Sekda meminta segera uang nya dicairkan. Itu tahun 2005 awal. Lalu uang Rp480 juta itu dikasi ke Pak Rahudman, tapi bukti pertanggungjawabannya tidak ada. Memang APBD 2005 belum disahkan tapi uang sudah cair. Sebenarnya itu tidak boleh, tapi gak tau la saya Pak hakim," jelasnya.
Kemudian, katanya, tim Bawasda (Badan Pengawas Daerah) melakukan pemeriksaan kas pada November 2005.
"Saya pernah diperiksa tim Bawasda. Berdasarkan temuan Bawasda banyak ditemukan kejanggalan-kejanggalan dalam pencairan dana TPAPD. Itu juga termasuk uang Rp480 juta yang menjadi temuan mereka. Padahal uang itu udah sama komandan saya semua. Saya sulit memikirkan mencari pengganti uangnya dari mana. Selanjutnya, Pak Leonardy Pane menggantikan Pak Rahudman Harahap sebagai Sekda. Tapi saat itu uang kas sudah habis. Sebetulnya Tahun 2004, sebelum pemeriksaan Bawasda, uang itu udah habis," ujarnya.
Dia menyatakan kwitansi untuk biaya perjalanan dinas itu sebenarnya ada. Namun, dokumen itu tidak dikembalikan pengacara yang sudah diberhentikannya.
"Sebenarnya kwitansinya ada, tapi sama pengacara saya. Pas diminta dokumen dan kwitansi bukti-bukti itu, gak diberikannya sama saya. Malahan saya di minta uang agar bukti-bukti itu kembali. Lalu setelah saya bayar, dokumen itu tak sepenuhnya di kembalikannya," terang Amrin.
Karena takut, kata Amrin, dirinya pun melarikan diri ke Palembang. Apalagi pemerintah desa sempat mencari-carinya untuk menanyakan dana TPAPD itu.
"Saya sudah gak masuk kerjaan. Saya takut orang-orang desa mencari saya mereka mau minta uang itu. Saya pergi ke Palembang. Saya takut Pak hakim, sesudah ada isu-isu itu. Padahal gak ada lagi uang nya. Sudah terpakai untuk perjalan dinas atasan saya. Selama di Palembang, saya mencari pekerjaan. Kemudian pada April 2010 saya ditangkap polisi," ucapnya.
Kemudian, majelis hakim menanyakan kepadanya terkait uang pengganti kerugian negara Rp 1,590 miliar yang dibayarkannya dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Padangsidimpuan dalam kasus yang sama. Amrin menyatakan pembayaran itu atas anjuran jaksa.
Namun, Amrin mengaku tidak mengetahui dari mana asalnya uang sebesar Rp1,590 miliar yang dibayarkan tersebut. "Memang ada pengembalian uang Rp1,590 miliar. Tapi saya tidak tahu dari mana asalnya uang itu. Saat persidangan, saya lihat uang itu sudah terletak di meja majelis hakim," ujar Amrin Tambunan.
Menurut Amrin, tiga hari sebelum sidang putusan dijatuhkan kepadanya, banyak tekanan-tekanan yang dialaminya dari beberapa pihak. Bahkan Kasi Pidsus Kejari Padangsidempuan Yudha dan pengacaranya memerintahkan dirinya untuk membayar Uang Pengganti.
"Pengacara saya dan Kasi Pidsus Yudha mengarahkan saya untuk membayar Uang Pengganti itu sebagai pengembalian. Saya mendapat banyak tekanan. Kata Kasi Pidsus, kalau kau tidak bayarkan, bisa tinggi hukumanmu. Tapi kalau mau hukumannya diringankan, harus dibayar itu. Uang itu saya dengar-dengar dari seseorang yang bernama David, tapi saya nggak kenal David itu siapa," ungkapnya.
Hakim Sugiyanto bertanya, "Apakah itu uang terdakwa?" "Tidak tahu Pak Hakim. Pas sidang, tau-tau uang itu sudah dimeja hakim. Tapi saya juga tidak tau uang itu dari mana. Karena uang saya sendiri sudah habis, bagaimana mengganti kerugian negara itu," jawab Amrin.
"Berarti uang misterius ya," tukas Hakim Sugiyanto. Dalam sidang itu, JPU Marcos Simaremare juga menunjukkan bukti dokumen pencairan dana kepada majelis hakim, saksi dan terdakwa. Berkas itu memuat tanda tangan Amrin Tambunan dan Rahudman Harahap.
Selanjutnya, majelis hakim mempertanyakan kepada Rahudman apakah keterangan saksi benar?. Namun, Rahudman menyanggah kesaksian Amrin. Dia menyatakan bekas bawahannya itu tidak ada melaporkan pencairan dana TPAPD.
"Dia (Amrin) tidak pernah melapor. Terpenting, pertanggungjawaban TPAPD itu sudah sesuai. Saya tidak pernah menerima, kalau pernah menerima, pasti ada kwitansinya. Kwitansi dia saja dipalsukannya," ucap Rahudman.
Mendengar pernyataan Rahudman, Amrin pun langsung membantah. "Kalau menurut Bapak, bagaimana mungkin saya sebagai pejabat golongan 3A tidak melaporkan itu kepada atasan saya. Saya golongan 3A boleh dibilang tidak punya apa-apa," ungkapnya sembari mengaku tetap pada kesaksiannya.
Sebelum mendengar kesaksian Amrin Tambunan, majelis hakim juga mendengar keterangan saksi lainnya, yaitu Haplan Tambunan selaku mantan Pemegang Kas Daerah atau Bendahara Umum Daerah pada Sekretarian Daerah Kabupaten Tapsel. Dalam kesaksiannya, dirinya mengaku atasan langsung nya adalah Bupati.
"Saya tidak pernah berhubungan dengan terdakwa. Dana TPAPD itu, sepengetahuan saya ada yang tidak dicairkan kepada perangkat desa," ungkapnya. Setelah mendengarkan keterangan dua orang saksi, majelis hakim menunda persidangan hingga Kamis (23/5).
Tidak jauh beda dengan persidangan sebelumnya, ratusan Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Kota (Pemko) Medan, yang terdiri dari Kepala Dinas (Kadis), camat, lurah dan kepala lingkungan (kepling), masih loyal terhadap Wali Kota Medan no aktif Rahudman Harahap.
Mereka memberi dukungan moral terhadap mantan bos mereka yang disidang pada Pengadilan Tipikor. Mengenakan pakaian dan atribut kebesarannya, para camat tampak berbicang-bincang di seputaran komplek Gedung PN Medan. Loyalitas mereka juga tampak pada saat Rahudman datang menumpangi mobil Pajero bernomor polisi BK 219 RH, di mana puluhan camat tadi berkumpul memberikan salam.
Di luar Gedung Pengadilan Medan tepatnya ditrotoar Lapangan Benteng Medan, ratusan kepling tampak meramaikan suasana. Sayang, para kepling tidak diperkenankan untuk masuk.
Hari itu lebih dari 200 orang organisasi kepemudaan AMPI, tampak memberikan aksi damai yang tetap dikawal oleh kepolisian. Pada pokoknya, organisasi AMPI memberikan dukungan terhadap Rahudman.
Kasatpol PP Kota Medan M Sofyan, yang hadir di Gedung Pengadilan Negeri Medan saat dimintai komentarnya menyatakan ada 100 personel yang diturunkan hari itu. Personel Satpol PP yang turun ke pengadilan, untuk melakukan bekup dari petugas kepolisian yang juga melakukan penjagaan. "Fungsi dan guna mereka adalah untuk membekup pengamanan. Dan ini setiap sidang akan dilakukan," ujarnya.
Ditanya prihal Rahudman Harahap bukan menjadi Wali Kota Medan yang notabene bukan bos darinya lagi, apakah penting pengamanan dari Satpol PP diberikan" "Pengamanan dalam artian umum. Ini wilayah Kota Medan. Kita ada tugas dan pokok sehingga untuk memberi pengamanan. Di sini juga kan banyak apratur pemerintah kota memberikan simpati dan kami merasa perlu memberikan pengamanan," urai Sofyan.
Saat ditanya terkait apakah dirinya akan menegur atau menangkap para PNS mulai dari camat, lurah dan kepling yang hadir di pengadilan, di mana mereka hadir bentuk dari kebolosan" "Kalau di mal kita tangkap. Kalau di sini mereka menunjukkan simpati saja tetapi tugas tetap jalan. Seandainya mengganggu pelayanan masyarakat kita akan lihat itu," tegasnya.
Ditanya kembali apakah dirinya turun ke pengadilan atas perintah Dzulmi Eldin" "Kalau saya bertugas sesuai fungsi dan pokok saya. Tanpa disuruh saya juga beraktifitas seperti jam enam pagi tadi saya apel pagi tanpa disuruh-suruh. Kalau mereka (camat, lurah dan kepling), silahkan tanyakan ke mereka alasannya datang," ucapnya berkelit.
Dirinya pun mengaku akan berkoordinasi dengan para camat hari itu, apakah para PNS diperintahkan pulang atau tidak. Seorang camat yang dimintai komentarnya mengatakan, bahwa Rahudman masih pimpinan mereka.
Camat yang enggan disebutkan namanya ini juga mengaku, akan hadiri di persidangan Rahudman sampai selasai. "SK mendagri itu kan non aktif sementara waktu. Jadi bisa saja aktif kembali. Masih pimpinan kita bapak, jadi memberikan simpati la," bebernya. (far)
Di ruang utama Pengadilan Tipikor Medan, Selasa (21/5) majelis hakim yang diketuai Sugianto serta beranggotakan Kemas Djauhari dan SB Hutagalung, sempat menanyakan tempat tinggal Amrin Tambunan.
Dengan mimik wajah serius, Amrin mengaku saat ini tinggal di Rutan (Rumah Tahanan) Tanjung Gusta Medan. "Saya sekarang tinggal di Rutan pak. Sudah lama saya nggak pulang dan tidak melihat keluarga saya," ujar Amrin disambut gelak tawa pengunjung sidang.
Amrin Tambunan yang hari itu mengenakan kemeja dipadu celana berwarna hitam serta memakai sendal, memang sedang menjalani hukuman dalam perkara yang sama. Pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung, Amrin Tambunan dijatuhi hukuman empat tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Amrin pun membeberkan Pada Tahun 2005 triwulan III hanya 25 dari 28 kecamatan yang menerima dana TPAPD. Sedangkan triwulan IV, tidak satu pun kecamatan yang menerima. Sebab dana TPAPD sebesar Rp1,590 miliar dipergunakan untuk perjalanan dinas Bupati Tapsel Drs M.Saleh, Wakil Bupati Tapsel M.Saleh Harahap dan Sekda Pemkab Tapsel Rahudman Harahap.
"Pak Rahudman memerintahkan saya untuk mencairkan uang TPAPD itu. Setelah saya cairkan dari bank, dananya diminta Pak Rahudman. Uangnya dipergunakan untuk perjalanan dinas. Lalu saya berikan secara cash. Saat itu pak Rahudman Harahap bilang, Saya mau berangkat ke Medan, jadi langsung saya kasi uangnya. Lantaran uang perjalanan dinas sudah habis, makanya uang TPAPD yang dipakai," ujar Amrin.
Dikatakan Amrin, pada Tahun 2005, terdakwa Rahudman Harahap juga memerintahkan dirinya agar mencairkan uang TPAPD sebesar Rp480 juta. "Sekda meminta segera uang nya dicairkan. Itu tahun 2005 awal. Lalu uang Rp480 juta itu dikasi ke Pak Rahudman, tapi bukti pertanggungjawabannya tidak ada. Memang APBD 2005 belum disahkan tapi uang sudah cair. Sebenarnya itu tidak boleh, tapi gak tau la saya Pak hakim," jelasnya.
Kemudian, katanya, tim Bawasda (Badan Pengawas Daerah) melakukan pemeriksaan kas pada November 2005.
"Saya pernah diperiksa tim Bawasda. Berdasarkan temuan Bawasda banyak ditemukan kejanggalan-kejanggalan dalam pencairan dana TPAPD. Itu juga termasuk uang Rp480 juta yang menjadi temuan mereka. Padahal uang itu udah sama komandan saya semua. Saya sulit memikirkan mencari pengganti uangnya dari mana. Selanjutnya, Pak Leonardy Pane menggantikan Pak Rahudman Harahap sebagai Sekda. Tapi saat itu uang kas sudah habis. Sebetulnya Tahun 2004, sebelum pemeriksaan Bawasda, uang itu udah habis," ujarnya.
Dia menyatakan kwitansi untuk biaya perjalanan dinas itu sebenarnya ada. Namun, dokumen itu tidak dikembalikan pengacara yang sudah diberhentikannya.
"Sebenarnya kwitansinya ada, tapi sama pengacara saya. Pas diminta dokumen dan kwitansi bukti-bukti itu, gak diberikannya sama saya. Malahan saya di minta uang agar bukti-bukti itu kembali. Lalu setelah saya bayar, dokumen itu tak sepenuhnya di kembalikannya," terang Amrin.
Karena takut, kata Amrin, dirinya pun melarikan diri ke Palembang. Apalagi pemerintah desa sempat mencari-carinya untuk menanyakan dana TPAPD itu.
"Saya sudah gak masuk kerjaan. Saya takut orang-orang desa mencari saya mereka mau minta uang itu. Saya pergi ke Palembang. Saya takut Pak hakim, sesudah ada isu-isu itu. Padahal gak ada lagi uang nya. Sudah terpakai untuk perjalan dinas atasan saya. Selama di Palembang, saya mencari pekerjaan. Kemudian pada April 2010 saya ditangkap polisi," ucapnya.
Kemudian, majelis hakim menanyakan kepadanya terkait uang pengganti kerugian negara Rp 1,590 miliar yang dibayarkannya dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Padangsidimpuan dalam kasus yang sama. Amrin menyatakan pembayaran itu atas anjuran jaksa.
Namun, Amrin mengaku tidak mengetahui dari mana asalnya uang sebesar Rp1,590 miliar yang dibayarkan tersebut. "Memang ada pengembalian uang Rp1,590 miliar. Tapi saya tidak tahu dari mana asalnya uang itu. Saat persidangan, saya lihat uang itu sudah terletak di meja majelis hakim," ujar Amrin Tambunan.
Menurut Amrin, tiga hari sebelum sidang putusan dijatuhkan kepadanya, banyak tekanan-tekanan yang dialaminya dari beberapa pihak. Bahkan Kasi Pidsus Kejari Padangsidempuan Yudha dan pengacaranya memerintahkan dirinya untuk membayar Uang Pengganti.
"Pengacara saya dan Kasi Pidsus Yudha mengarahkan saya untuk membayar Uang Pengganti itu sebagai pengembalian. Saya mendapat banyak tekanan. Kata Kasi Pidsus, kalau kau tidak bayarkan, bisa tinggi hukumanmu. Tapi kalau mau hukumannya diringankan, harus dibayar itu. Uang itu saya dengar-dengar dari seseorang yang bernama David, tapi saya nggak kenal David itu siapa," ungkapnya.
Hakim Sugiyanto bertanya, "Apakah itu uang terdakwa?" "Tidak tahu Pak Hakim. Pas sidang, tau-tau uang itu sudah dimeja hakim. Tapi saya juga tidak tau uang itu dari mana. Karena uang saya sendiri sudah habis, bagaimana mengganti kerugian negara itu," jawab Amrin.
"Berarti uang misterius ya," tukas Hakim Sugiyanto. Dalam sidang itu, JPU Marcos Simaremare juga menunjukkan bukti dokumen pencairan dana kepada majelis hakim, saksi dan terdakwa. Berkas itu memuat tanda tangan Amrin Tambunan dan Rahudman Harahap.
Selanjutnya, majelis hakim mempertanyakan kepada Rahudman apakah keterangan saksi benar?. Namun, Rahudman menyanggah kesaksian Amrin. Dia menyatakan bekas bawahannya itu tidak ada melaporkan pencairan dana TPAPD.
"Dia (Amrin) tidak pernah melapor. Terpenting, pertanggungjawaban TPAPD itu sudah sesuai. Saya tidak pernah menerima, kalau pernah menerima, pasti ada kwitansinya. Kwitansi dia saja dipalsukannya," ucap Rahudman.
Mendengar pernyataan Rahudman, Amrin pun langsung membantah. "Kalau menurut Bapak, bagaimana mungkin saya sebagai pejabat golongan 3A tidak melaporkan itu kepada atasan saya. Saya golongan 3A boleh dibilang tidak punya apa-apa," ungkapnya sembari mengaku tetap pada kesaksiannya.
Sebelum mendengar kesaksian Amrin Tambunan, majelis hakim juga mendengar keterangan saksi lainnya, yaitu Haplan Tambunan selaku mantan Pemegang Kas Daerah atau Bendahara Umum Daerah pada Sekretarian Daerah Kabupaten Tapsel. Dalam kesaksiannya, dirinya mengaku atasan langsung nya adalah Bupati.
"Saya tidak pernah berhubungan dengan terdakwa. Dana TPAPD itu, sepengetahuan saya ada yang tidak dicairkan kepada perangkat desa," ungkapnya. Setelah mendengarkan keterangan dua orang saksi, majelis hakim menunda persidangan hingga Kamis (23/5).
Tidak jauh beda dengan persidangan sebelumnya, ratusan Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Kota (Pemko) Medan, yang terdiri dari Kepala Dinas (Kadis), camat, lurah dan kepala lingkungan (kepling), masih loyal terhadap Wali Kota Medan no aktif Rahudman Harahap.
Mereka memberi dukungan moral terhadap mantan bos mereka yang disidang pada Pengadilan Tipikor. Mengenakan pakaian dan atribut kebesarannya, para camat tampak berbicang-bincang di seputaran komplek Gedung PN Medan. Loyalitas mereka juga tampak pada saat Rahudman datang menumpangi mobil Pajero bernomor polisi BK 219 RH, di mana puluhan camat tadi berkumpul memberikan salam.
Di luar Gedung Pengadilan Medan tepatnya ditrotoar Lapangan Benteng Medan, ratusan kepling tampak meramaikan suasana. Sayang, para kepling tidak diperkenankan untuk masuk.
Hari itu lebih dari 200 orang organisasi kepemudaan AMPI, tampak memberikan aksi damai yang tetap dikawal oleh kepolisian. Pada pokoknya, organisasi AMPI memberikan dukungan terhadap Rahudman.
Kasatpol PP Kota Medan M Sofyan, yang hadir di Gedung Pengadilan Negeri Medan saat dimintai komentarnya menyatakan ada 100 personel yang diturunkan hari itu. Personel Satpol PP yang turun ke pengadilan, untuk melakukan bekup dari petugas kepolisian yang juga melakukan penjagaan. "Fungsi dan guna mereka adalah untuk membekup pengamanan. Dan ini setiap sidang akan dilakukan," ujarnya.
Ditanya prihal Rahudman Harahap bukan menjadi Wali Kota Medan yang notabene bukan bos darinya lagi, apakah penting pengamanan dari Satpol PP diberikan" "Pengamanan dalam artian umum. Ini wilayah Kota Medan. Kita ada tugas dan pokok sehingga untuk memberi pengamanan. Di sini juga kan banyak apratur pemerintah kota memberikan simpati dan kami merasa perlu memberikan pengamanan," urai Sofyan.
Saat ditanya terkait apakah dirinya akan menegur atau menangkap para PNS mulai dari camat, lurah dan kepling yang hadir di pengadilan, di mana mereka hadir bentuk dari kebolosan" "Kalau di mal kita tangkap. Kalau di sini mereka menunjukkan simpati saja tetapi tugas tetap jalan. Seandainya mengganggu pelayanan masyarakat kita akan lihat itu," tegasnya.
Ditanya kembali apakah dirinya turun ke pengadilan atas perintah Dzulmi Eldin" "Kalau saya bertugas sesuai fungsi dan pokok saya. Tanpa disuruh saya juga beraktifitas seperti jam enam pagi tadi saya apel pagi tanpa disuruh-suruh. Kalau mereka (camat, lurah dan kepling), silahkan tanyakan ke mereka alasannya datang," ucapnya berkelit.
Dirinya pun mengaku akan berkoordinasi dengan para camat hari itu, apakah para PNS diperintahkan pulang atau tidak. Seorang camat yang dimintai komentarnya mengatakan, bahwa Rahudman masih pimpinan mereka.
Camat yang enggan disebutkan namanya ini juga mengaku, akan hadiri di persidangan Rahudman sampai selasai. "SK mendagri itu kan non aktif sementara waktu. Jadi bisa saja aktif kembali. Masih pimpinan kita bapak, jadi memberikan simpati la," bebernya. (far)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 1 Tersangka Korupsi PBB-P2 Dijebloskan ke Tahanan, 1 Lagi Mangkir
Redaktur : Soetomo