“Sebenarnya kita juga tidak pernah tahu berapa Harga Pokok Produksi BBM itu. Ini maksudnya harus fear buka ke publik,” kata Rieke kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (6/3).
Ditegaskan, rakyat harus diberikan penjelasan juga ketika pemerintah mendapat untung dari produksi dan penjualan BBM. Saat ini, kata dia, ketika rakyat harus menanggung beban baru diberitahu oleh pemerintah. “Rakyat hanya tahu diberi beban ketika harga minyak dunia naik, (minyak) kita juga naik,” katanya.
Padahal, kata dia, kenaikan BBM ini memberikan efek domino yang besar bagi masyarakat. “Sementara gaji dan upah naik nggak? Ini harus disikapi,” katanya.
Anehnya, lanjut dia, pemerintah memilih hal yang paling gampang, karena menganggap beban berat terhadap APBN lalu menaikkan harga BBM. “Tapi, dampaknya yang merasakan adalah masyarakat,” jelasnya.
Rieke mengatakan, pemerintah tidak melihat salah satu beban APBN adalah hutang pokok dan bunganya. Bahkan, katanya, ketika BBM akan dinaikkan, pemerintah ingin menambah hutang lagi sebesar Rp50 triliun.
“Siapa yang nanggung? Itu rakyat. Ini tidak fear. Kalau lihat postur APBN yang kemarin, utang itu masuk ke lembaga negara, termasuk juga DPR. Itu harus kita tolak. Itu outputnya dokumen. Buat saya itu menghamburkan uang,” katanya.
Ditambahkan, ketika harga minyak dunia turun, pemerintah tidak pernah menurunkan harga BBM dalam negeri. Berbeda dengan Malaysia, kata Rieke yang pernah melakukan penurunan harga BBM ketika harga minyak dunia turun.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Realokasi Subsidi Tak Sekedar BLT
Redaktur : Tim Redaksi