Rakyat Jangan Dipaksa Pilih Stok Lama

Rabu, 28 November 2012 – 20:49 WIB
JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Adi Suryadi Cula mengatakan penetapan pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam Pemilu 2014 mendatang hendaknya juga memerhatikan faktor geopolitik.

Pentingnya faktor geopolitik menurut Adi Suryadi Cula karena pendekatan pragmatis yang selama ini diberlakukan oleh partai politik ternyata tidak memberi manfaat bagi keseluruhan wilayah NKRI.

"Idealnya pasangan Capres dan Cawapres itu berasal dari Indonesia kawasan barat dan Indonesia kawasan timur. Bagaimana komposisinya terserah partai politik memutusnya. Tapi dua tokoh dari kawasan ini idealnya secara konkrit ada di level kepemimpinan nasional," kata Adi Suryadi Cula saat dihubungi JPNN, Rabu (28/11).

Membiarkan atau bahkan mendorong pasangan capres dan cawapres yang berasal dari Indonesia kawasan barat sebagaimana yang dihasilkan oleh Pemilu Presiden 2009 kata Cula, dalam kenyataannya hanya menghasilkan presiden dan wakil presiden yang sulit dalam berinteraksi dengan Indonesia kawasan timur.

"Beda halnya dengan proses Pemilu Presiden 2004 yang menghasilkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Jusuf Kalla (JK) masing-masing sebagai presiden dan wakil presiden. Kehadiran JK sebagai representasi tokoh masyarakat Indonesia kawasan timur menjadikan interaksi pemerintah dengan Indonesia kawas timur sangat intens dan manfaatnya sangat besar bagi bangsa dan negara ini," ujar Adi Suryadi Cula.

Dia katakan, terjadinya pertumbuhan ekonomi kawasan timur di atas pertumbuhan rata-rata nasional sesungguhnya efek dari dibangunnya sejumlah infrastruktur di era JK jadi wakil presiden. "Fakta geopolitis ini hendaknya bisa menjadi inspirasi bagi partai politik dalam mengajukan capres dan cawapres," sarannya.

Ego-sektoral partai politik dalam menetapkan capres dan cawapres yang berasal dari satu kawasan, menurut Cula, juga menghambat pendistribusian demokrasi ke daerah-daerah serta mendorong krisis kepemimpinan nasional.

"Ini, paradigma partai politik tentang kepemimpinan nasional saya lihat sangat sempit hingga mendorong krisis suksesi kepemimpinan nasional. Anehnya, untuk merespon krisis kepemimpinan nasional itu, partai politik seenaknya menyuguhkan nama-nama capres dan cawapres stok lama dan rakyat dipaksa untuk memilih stok lama itu," ujar Cula.

Padahal, sejatinya partai politik itu adalah sarana utama untuk menyeleksi calon pemimpinan nasional secara periodik. Sementara, lanjut dia, yang dilakukan justru sebuah pemaksaan kehendak terhadap rakyat agar rakyat memilih capres dan cawapres stok lama dan menutup peluang bagi capres dan cawapres alternatif yang berasal dari daerah-daerah.

Karena itu, Cula mendesak DPR agar membuat aturan main yang jelas dan tegas tentang sistem rekrutmen dan pengaderan Parpol hingga memberi peluang bagi daerah dan masyarakat luas untuk berkontribusi terhadap proses suksesi kepemimpinan nasional.

"Nominasi elit Parpol di Jakarta dalam menentukan kepemimpinan nasional harus dikurangi melalui mekanisme undang-undang sehingga Parpol bisa dikembalikan kepada fungsinya sebagai motor menyiapkan dan melahirkan tokoh nasional," tegas Adi Suryadi Cula. (fas/jpnn)


BACA ARTIKEL LAINNYA... Konflik Internal PPRN Sudah Selesai Secara Hukum

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler