jpnn.com, JAKARTA - Melalui program kerja Perhutanan Sosial dan TORA, pemerintahan Presiden Joko Widodo telah berhasil menggeser penguasaan lahan di Indonesia.
Sepanjang periode 2015-2019 proporsi pemanfaatan kawasan hutan untuk masyarakat meningkat drastis dari 1,24 % menjadi 54,96 %.
BACA JUGA: Ini Terobosan Pemerintah Hadapi Karhutla di 2020
Ini menjadi peluang besar bagi kalangan dunia usaha. Untuk itu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus melakukan berbagai langkah koreksi yang semakin ramah investasi dan ramah lingkungan agar masyarakat dalam Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) bisa sejahtera dan hutan tetap lestari.
''Semakin didukung dengan prioritas pembangunan Pemerintah periode 2019-2024 yaitu melanjutkan pengembangan infrastruktur untuk menghubungkan sentra-sentra ekonomi terhadap pasar, serta mempermudah aksesibilitas pemasaran produk khususnya produk/komoditas dari areal perhutanan sosial. Ini peluang besar bagi kalangan dunia usaha,'' jelas Menteri LHK Siti Nurbaya dalam keterangan pers yang diterima.
BACA JUGA: Menteri Siti Nurbaya Ajak Anggota KADIN Buka Lapangan Kerja
Dalam paparan yang juga disampaikan pada kalangan pengusaha saat Rakornas KADIN 2019 ini, Siti Nurbaya menerangkan melalui program Perhutanan Sosial, hutan dikelola secara lestari oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya.
Program perhutanan sosial dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Rakyat, Hutan Adat dan Kemitraan Kehutanan.
BACA JUGA: Viral Meme Wajah Mirip Ari Lasso, Begini Respons Menteri Siti Nurbaya
''Saat ini akses kelola perhutanan sosial telah diberikan seluas 3.421.548,55 Hektar, sebanyak 6.081 Unit SK dan telah dimanfaatkan oleh ± 763.853 KK,'' ungkap Siti Nurbaya.
Untuk menjaga hutan lestari dan rakyat sejahtera, KLHK telah mengeluarkan berbagai kebijakan.
Di antanya integrasi hulu-hilir-pasar, peningkatan produktivitas hutan, penyederhanaan regulasi untuk investasi, sinkronisasi tugas dan kewenangan pusat dan daerah terkait hutan produksi, peningkatan daya saing industri dan ekspor, multiusaha dan diverifikasi produk hasil hutan, serta pemberian akses kelola hutan produksi pada masyarakat dan UKM.
KLHK juga terus meningkatkan strategi peningkatan daya saing industri kehutanan, pembangunan HTI untuk penguatan industri, dan memfasilitasi pembangunan industri di areal kerja HTI.
Salah satu contohnya pemegang IUPHHK-HTI bisa membangun industri pengolahan hasil pengembangan agroforestri skala kecil dan menengah dalam areal kerjanya.
HTI dan HTR juga diarahkan untuk mendukung sektor industri. Jenis tanaman hutan berkayu, tanaman budidaya tahunan yang berkayu dan jenis lainnya (antara lain tanaman semusim) di HTI diarahkan untuk mendukung berbagai industri yang bisa menyerap lapangan kerja skala besar, seperti industri hasil hutan, bioenergi, pangan, obat-obatan, kosmetika, kimia, dan industri pakan ternak.
Tidak hanya itu, KLHK juga mengembangkan usaha wisata alam di hutan produksi. Ini sudah berkembang di Jawa, terutama di wilayah kerja Perhutani maupun di KPHP. Sedangkan di luar Jawa, sudah berkembang di Kepulauan Riau dan Bangka Belitung.
''KLHK juga sudah melakukan penyederhanaan dan percepatan mekanisme penggunaan kawasan hutan untuk pembangunan sektor di luar sektor kehutanan,'' kata Siti Nurbaya.(jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia