jpnn.com, YANGON - Aksi ribuan massa yang turun di jalan-jalan di Yangon, Myanmar, memasuki hari kedua, Minggu (7/2).
Massa untuk memprotes penggulingan kekuasaan sipil dan penahanan oleh junta militer terhadap pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi pekan lalu.
BACA JUGA: Rezim Militer Gagal Total, Warga Myanmar Berhasil Mengakses Media Sosial
Para pengunjuk rasa di Yangon membawa balon-balon merah "warna yang mewakili Liga Nasional Suu Kyi untuk Partai Demokrasi (NLD)" dan meneriakkan, "Kami tidak ingin kediktatoran militer! Kami ingin demokrasi! "
Menjelang tengah hari, sekitar 100 orang juga berkumpul di kota pesisir Mawlamine di tenggara dan mahasiswa serta dokter berkumpul di kota Mandalay.
BACA JUGA: Tegas! Joe Biden Hanya Memberi Satu Pilihan kepada Rezim Militer Myanmar
Kudeta militer di Myanmar itu dikecam para pemimpin dunia juga Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres.
Mereka mendesak pemimpin militer Myanmar melepaskan kekuasaan yang direbutnya dan membebaskan para politisi.
BACA JUGA: Penderita Diabetes Terkena COVID-19, Ibarat Menyiramkan Bensin ke Api Dalam Sekam
Militer berargumentasi bahwa pemilihan umum yang dimenangkan Aung San Suu Kyi itu berlangsung tidak jujur.
Militer juga mendakwa Suu Kyi melakukan tindakan melanggar hukum dengan mengimpor handy talky secara ilegal.
Dalam pidatonya yang menyinggung soal kudeta di Myanmar, Presiden AS Joe Biden antara lain mengatakan tidak pernah diragukan lagi bahwa dalam sistem pemerintahan demokrasi, militer tak boleh membatalkan hasil pemilihan umum. (Reuters/antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo