"Hasilnya, Aburizal Bakrie dan Anas Urbaningrum menjadi dua tokoh paling rendah penerimaannya di mata publik," ungkap CEO Saiful Mujani Research and Consulting Grace Natalie pada Perspektif Indonesia bertema Sosok Alternatif Calon Presiden di Gedung DPD RI, Jakarta, Jumat (13/7).
Aburizal, lanjutnya, yang pada 1 Juli lalu baru dideklarasikan sebagai capres Golkar, ternyata mendapat penolakan dari 60 persen responden. Anas berada di posisi kedua dengan raihan 50 persen penolakan publik. "Ical adalah kandidat capres paling ngebet. Namun demikian resistensi publik terhadap Ical ternyata paling tinggi saat ini. Sedangkan Anas tersangkut kasus hukum, itu sebabnya," ujar Grace.
Selain itu, Grace mengatakan tingkat akseptabilitas atau penerimaan publik terhadap tokoh yang disebut potensial maju sebagai capres, ternyata tidak setinggi popularitas mereka. Hal ini disebabkan banyak tokoh nasional dinilai kurang memenuhi kriteria kualitas nasional. "Contoh, Aburizal dinilai sebagai calon presiden lemah di semua kualitas personal. Ketua Umum PDIP Megawati juga cukup populer tetapi dianggap lemah dalam kompetensi dan ketegasan," imbuh dia.
Sedangkan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto dinilai lemah dalam integritas dan empati dibanding Megawati. Menurutnya, rakyat menunggu tokoh yang dinilai lebih bisa dipercaya, lebih tegas dalam memimpin, lebih punya empati kepada rakyat, dan lebih kompeten. "Kita juga berharap akan ada calon alternatif baru selain nama-nama itu," kata mantan presenter televisi swasta itu.
Menurut Senator Indonesia Provinsi Papua Paulus Yohanes Sumino, dari nama yang disebutkan tidak ada sosok pemimpin bangsa yang menyatu dengan rakyat. Tidak berada di tengah-tengah rakyat dan mendengarkan suara rakyat. Paulus mencotohkan, fenomena konkret Pilkada DKI. Jokowi merupakan sesorang sosok yang sangat sederhana, sering terjun ke pasar, dan selalu membaur kepada masyarakat Jakarta. Calon presiden ke depan harus mempunyai sosok seperti Jokowi yang sederhana dan berada di tengah rakyat. "Kita juga harus mencari presiden seperti itu, namun terlalu sedikit orang seperti Jokowi," ulas dia.
Namun, Paulus menyayangkan calon presiden saat ini hanya bagaimana pendekatan mencuri hati rakyat. Tetapi tidak menjalankan amanat dan kehendak rakyat. "Kita bisa lihat, sejak reformasi kita tidak bisa melihat sosok itu," paparnya.
Sedangkan Direktur Eksekutif Nasional Walhi Berry Nahdian Furqan menambahkan, tokoh yang disurvei CEO Saiful Mujani memang bukan tokoh alternatif calon pemimpin ke depan. Karena, nama tersebut sudah pasti tidak peduli dengan lingkungan hidup dan sumber daya alam (SDA). "Saya kira dari tokoh tersebut tidak ada yang bisa menjadi alternatif dalam akses lingkungan hidup dan sumberdaya alam," terang dia.
Berry menilai, pemimpin yang ideal untuk masa depan harus bisa mengontrol dan adil pada lingkungan hidup serta SDA. Sebenarnya bangsa Indonesia bukan hanya butuh alternatif calon presiden antikorupsi, tetapi memahami problematika masalah bangsa ini seperti ketidakadilan akses dan kontrol SDA. "Karena akses ini dilepas begitu saja, dan dikuasai segelintiran orang dan rakyat dirugikan," tutur dia.
Untuk itu, lanjutnya, pemimpin Indonesia ke depan juga harus memahami problem dan karakter yang beranekaragaman Indonesia. Sebab, begitu banyak SDA yang tidak dapat dikelola dan justru orang asing yang menguasainya. "Ini sangat merugikan rakyat Indonesia," harap Berry. (fdi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mabes Bantah Pungli Izin Perusahaan Satpam
Redaktur : Tim Redaksi