Ramadan Menggerakkan Kebersamaan

Senin, 05 Juni 2017 – 07:06 WIB
JELANG RAMADAN : Menyambut datangnya bulan ramadan, warga Manyar menggelar Kirab Tumpeng Tanjang. Foto Yudhi/Radar Gresik/JPNN.com

jpnn.com, SEMARANG - Satu-satunya “waktu” yang dianggap seperti “makhluk hidup” yang dirindukan kehadirannya oleh umat Islam barangkali hanyalah Ramadhan.

Sebagai istilah yang menunjuk pada dimensi waktu, Ramadhan terdiri dari jutaan detik yang terakumulasi menjadi satuan hari yang merentang selama satu bulan.

BACA JUGA: Dewi Sandra: Niat Saya Untuk Tetap Beribadah

Ramadhan tentu akan hadir dengan sendirinya ketika hitungan waktu sudah sampai pada saatnya, baik kehadirannya ditunggu maupun tidak.

Namun anehnya, umat Islam menganggap, Ramadhan itu seperti “makhluk hidup” yang bisa datang, pergi dan tidak hadir. Ramadhan dianggap mendatangi seseorang muslim ketika muslim tersebut telah sampai pada waktu di bulan Ramadhan.

BACA JUGA: Sejak 7 Tahun Lalu, Raffi Ahmad Sudah Terlatih

Ramadhan dianggap tamu yang meninggalkan seseorang muslim, ketika muslim itu berada pada dimensi waktu di bulan Syawal, yaitu bulan setelah bulan Ramadhan berakhir.

Ramadhan dianggap tidak pernah mendatangi seseorang muslim selamanya ketika muslim itu menemui ajalnya. Muslim itu tidak lagi berada dalam dimensi ruang dan waktu sehingga Ramadhan tidak akan pernah hadir di hadapannya.

BACA JUGA: Kisah Inspirasi Petugas Kebersihan Sutrisah Bermimpi Naik Haji

Video singkat berjudul The Global Ramadhan merupakan salah satu contoh yang menunjukkan kerinduan umat Islam pada Ramadlan. Video berdurasi sekitar 2,58 menit itu diproduksi dengan melibatkan Muslim dari berbagai Negara dan diupload di media social sebelum masuk bulan Ramadan tahun ini.

Tayangan video berisi kumpulan pernyataan singkat Ramadan Karim dan Ramadlan Mubarak yang diucapkan oleh muslim secara individual, berpasangan maupun sekelompok orang. Mereka berasal dari sekitar 44 negara, seperti Virginia USA, Dubai UAE, Jordan, Iraq, Greece, Malaysia, Edmonton Canada, China, Jepang, Indonesia dan lain-lain.

Pernyataan yang direkam, dikemas menjadi tayangan video dan diupload di media social itu seperti sedang menegaskan bahwa umat Islam, baik dari Negara berkembang maupun Negara maju meyakini kehadiran Ramadlan merupakan sebuah anugerah sehingga pantas untuk disambut dan dirayakan.

Ini merupakan salah satu cara, di samping cara-cara lain yang bisa digunakan oleh umat Islam untuk menyapa Ramadan, seperti pemasangan spanduk di kantor-kantor, di jalan raya, penyediaan ruang di media massa cetak maupun elektronik dan lainnya.

Ramadan dengan ajaran puasa yang harus ditunaikan di dalamnya, menghadirkan energi yang menggerakkan umat Islam untuk mengendalikan diri. Umat Islam seluruh dunia beraktifitas antara lain atas dasar dan dorongan nilai-nilai inti ajaran puasa.

Dalam kondisi tanpa memperoleh asupan makanan dan minuman di siang hari, mereka melakukan berbagai aktifitas positif pada waktu siang dan malam. Umat Islam rela merubah jadwal kegiatan sehari-hari demi mengisi detik demi detik selama bulan Ramadan, sebagai salah satu wujud dari kemampuan pengendalian diri dan emosinya.

Umat Islam seperti kehilangan nalarnya dengan meyakini bahwa tahun depan mungkin sudah tidak dapat menemukan kembali bulan Ramadan. Oleh karena itu, mereka merasa bahwa saat ini tahun terakhir bertemu dengan Ramadan sehingga mereka mengerahkan seluruh energinya untuk tidak mengisi Ramadan dengan perbuatan dan aktifitas yang sia-sia.

Energi Ramadan telah berpengaruh dengan cukup kuat terhadap umat Islam yang mentaati ajaran Islam dalam berkeyakinan dan berperilaku.

Di Indonesia, energi Ramadan juga dapat menggerakkan kebersamaan di ruang-ruang publik. Menurut bahasa agama, Ramadan bukan hanya memberi keberkahan kepada umat Islam semata, akan tetapi juga bagi mereka yang memanfaatkannya untuk kepentingan mereka masing-masing.

Misalnya, dunia bisnis memanfaatkan ruang public selama Ramadlan untuk menarik minat konsumen dengan berbagai cara agar sebanyak-banyaknya konsumen berbelanja di swalayan mereka.

Untuk mencuri perhatian konsumen, penawaran diskon, penyelenggaraan even keagamaan dan pemanfaatan simbol- symbol menarik lainnya sebagai hiasan dapat disebut sebagai dampak dari energy Ramadan di dunia bisnis.

Para pengelola media massa elektronik seperti radio, televise dan media cetak seperti koran menyediakan ruang-ruang khusus atau program tayangan untuk publikasi hal-hal yang terkait dengan Ramadan.

Tokoh-tokoh lintas agama di Indonesia juga tidak ketinggalan. Tokoh-tokoh non-muslim menyampaikan ucapan selamat menunaikan ibadah puasa untuk umat Islam.

Kebersamaan yang menghiasi ruang publik akibat energi Ramadan itu merupakan modal positif untuk menepis wajah Islam di Indonesia khususnya dan kehidupan keagamaan pada umumnya yang sempat kelihatan keras, kasar dan tidak toleran.

Puasa yang mengajarkan sikap dan perilaku menahan diri, merupakan kunci utama bagi umat Islam dalam mengisi kehidupan dengan toleransi, penghargaan yang tinggi terhadap perbedaan dan tidak memproduksi aktifitas kekerasan verbal maupun nonverbal, langsung maupun tidak langsung.

Dengan ajaran pokok menahan diri yang terinternalisasi selama satu bulan, seseorang semakin terlatih untuk dapat mengendalikan dirinya, mengelola emosinya dan menggunakan dorongan-dorongan lainnya untuk berperilaku konstruktif.

Dengan demikian, ajaran menahan diri dapat memperbaiki karakter muslim menjadi figur yang toleran, memahami dan menghargai perbedaan serta menjunjung tinggi keanekaragaman sehingga patut menjadi teladan. (*/smu/radarsemarang/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sibuk Selama Ramadan, Seperti ini Cara Raffi Ahmad Agar Tetap Fit


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler