jpnn.com, JAKARTA - Praktisi Hukum Hendra Setiawan Boen mengingatkan para calon investor agar berhati hati sebelum berinvestasi di pasar kripto ataupun Non-fungible Token (NFT).
Ada baiknya para calon investor mempelajari terlebih dahulu secara mendalam supaya tidak mengalami kerugian besar.
BACA JUGA: Arief Poyuono: Blockchain adalah Era Keterbukaan Vulgar
"Hal ini karena sulit memberi nilai pada produk virtual yang sepenuhnya ada di dunia maya, seperti kripto dan NFT," kata Setiawan Boen, dalam keterangan tertulisnya, Minggu (16/1).
Dia menuturkan kripto maupun NFT juga tidak memiliki sektor riil atau aset riil yang menunjang harga atau nilai pasar dan tidak didukung oleh bisnis utama atau underlying.
BACA JUGA: Kripto Buatan Dalam Negeri Bermunculan, CEO Indodax Merespons Begini?
"Nilai pada produk-produk tersebut sepenuhnya diserahkan kepada tangan-tangan tidak terlihat. Jadi, kripto maupun NFT lebih besar faktor spekulasi daripada investasinya," ujarnya.
Dia lantas mengingatkan bahwa beberapa tahun belakangan banyak perusahaan sekuritas dan asuransi di Indonesia mengalami kesulitan finansial akibat salah menempatkan investasi di pasar saham maupun obligasi.
BACA JUGA: Sasar Pertumbuhan Literasi Kripto di Kalangan Pemuda, Tokocrypro Gandeng Amartha Hangtuah
Investor yang mencoba mendapatkan kembali investasi mereka tersebut dengan berbagai macam cara termasuk membuat pengaduan ke DPR, kementerian terkait dan mengajukan gugatan perdata maupun PKPU dan pailit namun nyaris tidak ada yang berhasil.
"Menanamkan uang di perusahaan yang memiliki underlying dan aset riil saja ternyata perlu kehati-hatian, apalagi berinvestai pada produk yang fundamentalnya tidak jelas seperti kripto dan NFT," tuturnya.
Selain itu, perlu juga dipertimbangkan dampak kerusakan lingkungan karena proses komputasi terkait blockchain, kripto dan NFC membutuhkan konsumsi energi yang luar biasa besar.
Analisis Universitas Cambridge menemukan bahwa penambangan bitcoin mengkonsumsi 121,36 terawatt-per jam / tahun. Sebagai ilustrasi, jumlah ini mengalahkan konsumsi kumulatif aktivitas di Facebook, Microsoft, Apple dan Apple.
Dampaknya dari penelitian Universitas Columbia, bitcoin dapat mendorong pemanasan global lebih dari 2°C. Data Digiconomist menunjukan bitcoin menghasilkan sekitar 96 juta ton karbondioksida per tahun, setara jejak karbon negara-negara kecil.
"Ini baru satu bitcoin dan belum menghitung kegiatan terkait blockchain," papar mantan Direktorat Hukum Tim Kampanye Nasional Jokowi – Ma’ruf Amin. (jlo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh