Sikap pemerintah RI ini tertuang dalam Nota Keuangan dan Rancangan APBN 2013 yang poin-poin pentingnya secara resmi sudah disampaikan Presiden SBY dalam pidato kenegaraan di gedung DPR/MPR pada 16 Agustus 2012.
Nah, dalam RAPBN 2013 itu secara khusus dibahas mengenai rencana pengambilalihan Inalum, beserta penyiapan dananya.
"Pengambilalihan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dalam RAPBN 2013 direncanakan sebesar Rp5,0 triliun," demikian dalam dokumen RAPBN 2013.
Diuraikan secara singkat bahwa pada tanggal 7 Juli 1975, Pemerintah Indonesia dan Investor Jepang menandatangani Master Agreement (MA) kerja sama Proyek Asahan dengan membentuk PT Inalum, dengan komposisi modal Pemerintah Indonesia USD378 juta (41,1 persen) dan Jepang USD542 juta (58,9 persen).
Berdasarkan Master Agreement, kerjasama akan berakhir pada tanggal 31 Oktober 2013. "Dengan berakhirnya kerjasama tersebut, Pemerintah berketetapan untuk tidak memperpanjang kerjasama dengan pihak investor Jepang," begitu tertuang di RAPBN 2013.
Dipaparkan, pemerintah melakukan pengambilalihan PT Inalum melalui Pusat Investasi Pemerintah. Jumlah dana yang dibutuhkan oleh Pemerintah dalam skema ini adalah sekitar USD709 juta, yang digunakan untuk pembelian aset sebesar USD549 juta (nilai sementara), dana contingency USD50 juta, dan biaya operasional perusahaan selama masa transisi USD110 juta.
Kebutuhan dana pengambilalihan PT Inalum sebesar USD709 juta atau Rp7,0 triliun tersebut, dipenuhi dari APBNP 2012 sebesar Rp2,0 triliun, dan RAPBN 2013 sebesar Rp5,0 triliun.
Materi di RAPBN 2013 ini sejalan dengan pernyataan Menkeu Agus Martowardojo yang sebelumnya sudah menyebut pemerintah menyiapkan Rp7 triliun untuk pengambilalihan industri aluminium dengan kapasitas produksi sekitar 230.000-240.000 ton per tahun itu.
Pemerintah juga memberi sinyal bahwa nantinya saham Inalum yang sudah diambilalih dari NAA akan dijual lagi. Ini terlihat dari kalimat di dokumen RAPBN 2013, yang menyatakan, "Dari proses pengambilalihan PT Inalum tersebut, Pemerintah akan mendapat pengembalian atas penyertaan modal pada PT Inalum yang diperkirakan sebesar USD402 juta dan diperkirakan dapat diterima pada tahun 2013."
Hanya saja, tidak disinggung mengenai pola share saham dengan pemda. Sebelumnya, mantan Wakil Ketua Komisi VI DPR, Irmadi Lubis, mengatakan, ketentuan di Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu sebenarnya sudah bisa menjadi acuan berapa mestinya jatah saham maksimal yang bisa diteriakkan pemprov Sumut dan 10 kabupaten/kota.
Mengapa Irmadi Lubis menggunakan UU BUMN dalam melihat polemik jatah saham Inalum untuk pemda? Ini karena politisi dari Siantar itu sangat yakin, bahwa pasca 2013 mendatang, Inalum akan dikelola oleh BUMN.
Lantaran pengelolanya BUMN maka saham mayoritas harus dikuasai oleh negara. "Nah, mayoritas itu kan paling sedikit 51 persen. Berarti kan pemda maksimal yang bisa didapat 49 persen. Ini ketentuan di UU BUMN itu," ujar Irmadi kepada koran ini kemarin.
Menkeu sendiri belum berani menyebutkan model pengelolaan Inalum pascaputus kontrak 2013, apakah dikelola BUMN atau non BUMN. Katanya, yang terpenting saat ini adalah mempersiapkan agar Inalum diambil alih 100 persen oleh pemerintah.
"Yang utama adalah kembali dulu ke pemerintah secara penuh, soal apakah akan diberikan opsi kepada BUMN ataupun non-BUMN itu nomor dua," kata dia beberapa waktu lalu.(sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Muhaimin Minta Tenaga Oursourcing di Garuda Ditata Ulang
Redaktur : Tim Redaksi