Rapor Jeblok DPU DKI Menuai Sorotan

Rabu, 05 Juni 2013 – 04:15 WIB
PEMBERIAN rapor jeblok atas kinerja Dinas Pekerjaan Umum (DPU) DKI Jakarta terus bergulir di kalangan politisi Kebon Sirih. Pasalnya instansi yang menjadi tulang punggung pembangunan di Jakarta itu terbilang rendah dalam penyerapan anggaran. Padahal DPU DKI Jakarta belum lama ini terdapat pergantian kepala dinas yang bertujuan untuk membantu mewujudkan program-program unggulan Gubernur Joko Widodo (Jokowi).

Kalangan DPRD DKI Jakarta menilai bahwa keberadaan kepala DPU yang baru tidak membawa pengaruh besar dalam perbaikan kinerja. Akibatnya terdapat keinginan agar Gubernur Jokowi segera mengevaluasi kembali pejabat kepala DPU DKI saat ini, yakni Manggas Rudi Siahaan.

Keinginan tersebut muncul dari pernyataan Ketua Fraksi Gerindra DPRD DKI Jakarta M Sanusi. Menurut dia, DPU DKI mengelola anggaran sebesar Rp 7 triliun. Ironisnya hingga memasuki semester II tahun anggaran 2013, penyerapan dinas tersebut belum mencapai 10 persen. “Penyerapannya rendah sekali. Ini kepala dinasnya ngawur,” ujar dia, Selasa (4/6).

Ia juga mengungkapkan, di DPU DKI terdapat dana swakelola atau dana tidak terprediksi yang dianggarkan sebesar Rp 300 milyar, namun tidak ada dalam nomenklatur anggaran keuangan daerah. Keberadaan alokasi dana itu berpotensi membuka celah praktik korupsi dalam penggunaannya.

Walaupun diakui bahwa alokasi anggaran swakelola itu diperuntukan memperbaiki jalan rusak. Namun sayangnya, kerusakan di ruas jalan selalu terulang. Seharusnya perbaikan jalan dilaksanakan secara permanen, sehingga bisa dipastikan ketahanan dari penggunaan aspal dan bahan penambal jalan. “Misalnya jalan bolong sedikit ditambal, lalu bolong lagi. Lah ini kan jadinya proyek terus menerus. Harusnya tidak boleh. Mereka harus bisa prediksi perbaikan jalan itu daya tahannya sampai kapan,” tandas Sanusi.

Melihat kondisi kerusakan jalan yang terus meluas dan penanganan banjir yang tidak maksimal, Sanusi berkesimpulan bahwa pemberian amanah kepala DPU kepada Manggas Rudi Siahaan merupakan hal yang keliru. “Menurut saya, salah pilih orang. Padahal track record sewaktu dia di Dinas Pendidikan DKI saja sudah jelek, ini semakin menambah masalah. Kami nggak yakin penyerapan anggaran Dinas PU bisa 50 persen,” sergah dia.

Melihat kinerja tersebut, Sanusi kawatir bisa berimbas pada penilaian kinerja Gubernur Jokowi. Karena keberhasilan pembangunan Ibukota dilihat dari jumlah penyerapan anggarannya. “Saya ingatkan PU, masyarakat sekarang sudah pintar. Kalau ada yang meninggal akibat kecelakaan jalan berlubang, PU bisa dituntut, bisa dipidana,” tambahnya.

Hal senada juga diungkapkan Ketua Fraksi PAN DPRD DKI Jakarta Hidayat AR Yasin. Menurut dia, kinerja DPU DKI tahun 2013 mengalami kemerosotan tajam. Sehingga dirinya berharap agar Gubernur Jokowi dan Wakil Gubernur Ahok memperhatikan kinerja instansi tersebut. “Rapor Dinas PU sangat jeblok,” tegasnya.

Di sisi lain, munculnya genangan di beberapa titik ruas jalan paska hujan deras menjadi penanda masih buruknya sistem drainase di Jakarta. Karenanya, normalisasi sistem drainase pun dilakukan untuk membantu kelancaran arus lalu lintas, utamanya paska hujan deras melanda.

Seperti normalisasi drainase yang dilakukan UPT Peralatan dan Perbekalan Dinas Pekerjaan Umum (PU) DKI Jakarta dengan membongkar beton penutup drainase di Jl Denpasar Raya, Kuningan, Jakarta Selatan. "Saluran ini tertutup beton yang tebalnya lebih dari satu meter. Alhasil, air yang berasal dari jalan sulit masuk ke dalam saluran hingga kerap menimbulkan genangan. Ini yang ingin kami perbaiki," ujar Sisca Herawati, Kepala UPT Peralatan dan Perbekalan Dinas PU DKI Jakarta, Selasa (4/6).
 
Dikatakan Sisca, saluran yang dinormalisasi itu memiliki panjang 10,6 meter dengan lebar 1,8 meter. Di dalamnya terdapat juga kabel jaringan utilitas yang menghambat aliran air. "Kabel-kabel dan pipa ini keberadaanya legal berdasarkan izin yang dikeluarkan. Tapi, teknis pengerjaannya terjadi pelanggaran penempatan sehingga malah menutup fungsi drainase," katanya.

Seharusnya, kata Sisca, keberadaan kabel utilitas dan pipa ini berada 1,1 meter di bawah jalan. Hal ini sesuai dengan SK Gubernur No 128 Tahun 2010 tentang pelaksanaan pemasangan jaringan utilitas pada lokasi stategis. Keberadaan utilitas yang tidak sesuai ini sudah berlangsung hampir tiga tahun lamanya. "Pihak pemilik kabel dan pipa akan diberi waktu 7 hari untuk relokasi pemindahan jaringan. Jaringan yang ada di dalam bawah tanah itu meliputi kabel PLN, Telkom, Fiber Optic, dan Pipa PAM," ucapnya. (rul/ibl)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Air Jakarta Dikelola Swasta, PAM Jaya Selalu Merugi

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler