jpnn.com, JAKARTA - Rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) PT Bank Central Asia Tbk (BCA) meningkat dari 0,7 persen pada 2015 menjadi 1,3 persen tahun lalu.
Karena itu, BCA melakukan pencadangan yang cukup tinggi pada tahun lalu.
BACA JUGA: Aneh! Nasabah Kehilangan Uang Miliaran di Rekening BCA
Pencadangan yang disiapkan perseroan tahun lalu mencapai Rp 4,5 triliun.
Jadi, posisi cadangan kredit menjadi Rp 12,5 triliun atau naik 38,5 persen.
BACA JUGA: Transaksi M-Banking BCA Tembus Rp 60 Triliun Sebulan
Dengan begitu, rasio cadangan terhadap kredit bermasalah tercatat mencapai 229,4 persen.
’’Cadangan itu besar juga. Tapi, NPL kami masih di bawah rata-rata industri yang mencapai 2,9 persen,’’ kata Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja saat paparan publik kemarin (13/3).
BACA JUGA: Layani Liburan Tahun Baru, BCA Siapkan Rp 15 Triliun
NPL kredit di sektor korporasi naik dari 0,3 persen menjadi 0,8 persen.
Selanjutnya, NPL sektor usaha kecil menengah dan komersial pun naik dari 1,1 persen ke 2,1 persen.
Rasio kredit bermasalah di kredit konsumer naik tipis dari 0,7 persen ke 0,8 persen.
Salah satu penyumbang terbesar pada kredit bermasalah tahun lalu adalah kredit ke sektor pengangkutan batu bara.
’’Pencadangan yang cukup besar kami harapkan tidak mengurangi profit,’’ lanjut Jahja.
Emiten berkode saham BBCA tersebut memperoleh laba bersih yang tumbuh 14,4 persen menjadi Rp 20,6 triliun.
Selanjutnya, pendapatan bunga bersih tumbuh 12 persen. Pendapatan operasional lainnya tumbuh 13,2 persen.
Dari sisi kredit, pertumbuhannya terlihat lebih lambat daripada rata-rata industri.
BCA meraih pertumbuhan kredit 7,3 persen, sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan kredit rata-rata perbankan, yakni 7,9 persen.
Sementara itu, dari sisi dana pihak ketiga (DPK), pertumbuhannya mencapai sebelas persen atau lebih tinggi daripada rata-rata industri yang tumbuh sembilan persen.
Pengurangan kredit dan melimpahnya likuiditas membuat rasio pendanaan bank terhadap penyaluran kredit (loan to funding/LFR) menjadi 77,1 persen atau di bawah ketentuan Bank Indonesia 78–92 persen.
Selanjutnya, rasio kecukupan modal masih cukup tinggi di 21,9 persen.
’’Tahun ini kami mengincar pertumbuhan dari sektor infrastruktur. Kami akan selektif memilih proyek infrastruktur yang cukup tinggi dari segi komersial, tapi juga mempunyai manfaat bagi masyarakat,’’ papar Jahja.
Sementara itu, BCA belum menentukan aksi pembelian dua bank kecil.
Perseroan masih menganggarkan belanja modal Rp 4 triliun tahun ini untuk mengakuisisi dua bank umum kelompok usaha (BUKU) I dan menyuntik modal ke beberapa anak usaha.
’’Belum kami tentukan. Masih tahap penjajakan,’’ jelas Jahja. (rin/c22/noe)
Redaktur & Reporter : Ragil