Rasio Produktivitas Karyawan BTN Terendah

Minggu, 27 April 2014 – 18:23 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Rasio produktivitas karyawan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) merupakan yang terendah dibandingkan tiga bank BUMN lainnya, Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia, dan Bank Rakyat Indonesia.

Setiap karyawan BTN hanya mampu menyumbang laba bersih sebesar Rp 195 juta, jauh dibandingkan karyawan Bank Mandiri yang mampu menyumbang Rp 554,09 juta, BNI Rp 347 juta, dan BRI sebesar Rp 260,5 juta.

BACA JUGA: Dituding Sediakan Layanan Tiket Siluman, Ini Komentar KAI

Perhitungan kontribusi karyawan atas laba bersih tersebut dihitung dari perolehan laba bersih bank dibagi jumlah karyawan. Per Desember 2013, laba bersih BTN tercatat sebesar Rp 1,56 triliun, dengan jumlah karyawan sebanyak 8.011 orang, sehingga rasio laba bersih per karyawan BTN hanya sebesar Rp 195 juta.

Di sisi lain, Bank Mandiri merupakan bank yang karyawannya mampu mengontribusi laba bersih paling besar. Dengan jumlah karyawan sebanyak 33.982 orang dan perolehan laba bersih 2013 sebesar Rp 18,83 triliun, tiap karyawan Bank Mandiri mampu menyumbang perolehan laba bersih ke perusahaannya sebesar Rp 554,09 juta.

BACA JUGA: Situs Sulit Diakses, KAI Minta Maaf

Di posisi kedua dan ketiga karyawan bank dengan produktivitas tertinggi ditempati oleh BNI dan BRI. Setiap karyawan BNI mampu menyumbang perolehan laba bersih sebesar  Rp 347 juta, dihitung dari pembagian laba bersih 2013 sebesar Rp 9,05 triliun dibagi 26.100 orang karyawan bank tersebut. Sedangkan karyawan BRI mampu memberikan kontribusi laba bersih sebesar Rp 260,5 juta, dihitung dari pembagian laba bersih 2013 sebesar Rp 21,16 triliun dibagi 81.238 orang karyawan.

Meski kontribusi karyawan BTN atas laba bersih perusahaannya adalah yang terendah dibandingkan tiga bank BUMN lainnya, rasio biaya personalia per kepala di bank tersebut justru mencapai Rp 201 juta/orang. Biaya personalia ini memasukkan gaji yang dikeluarkan perusahaan dan biaya-biaya pelatihan. Rasio biaya personalia per kepala karyawan BTN berada di peringkat ketiga tertinggi, di bawah BRI yang justru menjadi bank pencetak laba terbesar selama 7 tahun berturut-turut.

BACA JUGA: Situs KAI Ngadat, Pencari Tiket Mudik Kesal

Pengamat perbankan Edwin Sinaga mengatakan, dari perhitungan revenue per head account terlihat bahwa BTN kurang efisien. Rendahnya tingkat produktivitas karyawan BTN tersebut disebabkan efisiensi dan kemampuan BTN yang sangat terbatas untuk ekspansi.

“Ini menunjukkan secara company, BTN tidak mampu memperbesar bisnisnya, karena keterbatasan modal. Akibatnya, BTN tidak mampu mengoptimalkan asetnya, termasuk produktivitas para karyawannya, menjadi tidak optimal pula dalam mengontribusi ke laba bersih,” jelas Edwin, kepada wartawan di Jakarta, Minggu (27/4).

Sementara itu, Ketua Umum Persatuan Bank Nasional (Perbanas) Sigit Pramono menilai karyawan BTN tidak mempunyai hak menolak apapun rencana yang akan dilakukan pemerintah terhadap bank-bank BUMN. Pegawai bank-bank BUMN, termasuk BTN, harus menyerahkan seluruh keputusan ke negara dan menghargai hak pemerintah selaku pemegang saham mayoritas.

Hal tersebut disampaikan Sigit menanggapi aksi demonstrasi yang dilakukan serikat pekerja BTN, yang menolak rencana akuisisi BTN oleh Bank Mandiri. “Intinya, terserah kepada pemiliknya. Negara berhak mengatur bank-bank yang dimilikinya, terbaik menurut rencananya, sehingga karyawan tidak mempunyai hak menolak dan harus menghargai hak negara sebagai pemegang saham bank-bank pemerintah,” kata Sigit.

Sigit yakin, rencana akuisisi tersebut sudah melalui kajian yang mendalam, baik dari segi manfaatnya maupun mudaratnya. Menurut Sigit, aksi penolakan yang dilakukan karyawan BTN lebih disebabkan oleh strategi komunikasi yang kurang baik. Untuk itu, rencana tersebut harus dikomunikasikan sesegera mungkin secara baik.

Selain itu, dia melihat pemerintah tidak memiliki cetak biru perbankan nasional yang jelas, guna mengarahkan pengembangan perbankan ke depannya agar bisa memiliki daya saing kuat di tingkat nasional dan internasional. Cetak biru yang ada saat ini baru Arsitektur Perbankan Indonesia, yang dirumuskan oleh Bank Indonesia. Itupun hanya mengikat Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan bank-bank nasional.

Di luar itu, pemerintah belum mengeluarkan aturan undang-undang tentang cetak biru perbankan nasional, yang bisa mengikat seluruh pemangku kepentingan, baik pemerintah, DPR, OJK, BI, maupun pelaku perbankan nasional. “Aturan arsitektur perbankan Indonesia harus lebih tinggi dari peraturan Bank Indonesia,” katanya.(fat/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Investor Asing Akumulasi Rp 34 T


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler