jpnn.com - JAKARTA - Keinginan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberhentikan Ratu Atut Chosiyah dari jabatan Gubernur Banten mendapat perlawanan. Pihak orang nomor satu di Banten itu bakal mengirimkan surat ke Kemendagri untuk mengingatkan pentingnya patuh pada undang-undang. Disamping itu, bisa juga Atut mogok dan menolak diperiksa KPK.
Kuasa hukum Atut, Firman Wijaya saat dihubungi kemarin (29/12) mengatakan, penegakan hukum di bidang korupsi tidak bisa dengan melanggar perundang-undangan. Yang dimaksud Firman adalah, penerapan pasal 31 ayat 1 UU No 32/2004 tentang Pemerintah Daerah. Disitu jelas diuraikan kalau kepala daerah hanya bisa diberhentikan sementara saat menjadi terdakwa.
BACA JUGA: Ini Dia Orang Indonesia Pertama yang Akan ke Luar Angkasa
"Segera kami kirimkan surat ke Kemendagri setelah diskusi dengan keluarga. Intinya, supaya (Kemendagri) tetap menjalankan UU," ujar Firman. Dia juga berharap kalau Kemendagri yang dipimpin Gamawan Fauzi melihat persoalan secara utuh. Termasuk intrik politik yang makin kental saat Atut mulai ditahan.
Menurut dia, jika KPK tetap memaksa Kemendagri memberhentikan sementara Atut, lembaga antirasuah itu mendorong terjadinya pelanggaran UU Pemda. Meski demikian, dia optimistis bahwa Kemendagri tidak akan mengkhianati UU demi alasan moral yang diajukan KPK. Jika dipaksakan, berarti KPK melakukan kesewenang-wenangan.
"Tuntutan mengusulkan pemberhentian sementara itu termasuk brutality policy dan cenderung abuse of procedure karena tidak ada legal formal," tegasnya. Alasan moral yang diusung KPK menurutnya hanyalah filosofi-filosofi semata. Sebab, apapun alasannya penegakan hukum tidak boleh melanggar UU.
BACA JUGA: Kemenag Kabulkan Tuntutan Pengulu
Jika Kemendagri lebih memilih untuk mengabulkan permintaan KPK ketimbang patuh pada UU, bukan tidak mungkin makin memantik emosi kubu Atut. Saat disinggung apakah itu bisa memunculkan pertimbangan untuk menolak pemeriksaan terlebih dahulu hingga ada keadilan, Firman menyebut bisa saja. "Itu perlu dipertimbangkan. Ada semangat itu, untuk balancing," tuturnya.
Apalagi, selama ini permintaan seperti penangguhan penahanan selalu ditolak KPK. Termasuk, permintaan kuasa hukum agar mengeluarkan Atut dengan status tahanan kota. Dia merasa penegakan hukum yang dipakai KPK tidak mengusung semangat demokrasi.
Pria yang juga menjadi kuasa hukum Anas Urbaningrum itu kembali mengatakan perlunya status Atut menjadi tahanan kota. Semata-mata, demi kelancaran berjalannya roda pemerintahan Provinsi Banten. Baginya, status tahanan kota tidak mengurangi kewajiban Atut sebagai tersangka dugaan suap sengketa Pilkada Lebak, Banten di Mahkamah Konstitusi (MK).
BACA JUGA: Hakim Perpanjang Pemeriksaan Kejiwaan Walfrida
"Ada unfairness prejudice, seolah-olah tersangka itu sudah pasti bersalah. Padahal, bisa saja tidak," terangnya. Apalagi, dia melihat kalau penahanan telah menjadi alat ampuh untuk membuat kekuasaan Atut lumpuh. Muaranya, penahanan menguntungkan pihak lain saat itu menjadi modus penggulingan kekuasaan.
Sementara, KPK tetap tenang dalam menghadapi sikap mbalelo Atut. Menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, Atut tidak perlu sampai melakukan aksi menolak diperiksa. Versinya, proses penegakan hukum tidak boleh dilakukan dengan kekerasan, ancaman, dan gertakan dari siapapun. Termasuk tersangka, kuasa hukum, serta penyidik.
"Tersangka RA (Ratu Atut) bersama lawyernya tidak perlu melakukan "ancaman" seperti itu karena tersangka punya hak ingkar," jelas Bambang.
Dia lantas meminta agar tim Atut untuk bersikap hati-hati dan lebih memahami hukum. Jika tidak, bisa saja malah menjadi bumerang dan merugikan diri sendiri karena kurang untuk memahami hukum.
Lebih lanjut pria yang akrab disapa BW itu menjelaskan, KPK akan menolak cara-cara yang tidak sesuai prosedur, apalagi mengancam. Bagaimana kalau Atut benar-benar enggan diperiksa" Dia menyebut untuk membuktikan kesalahan tersangka, ada saksi dan alat bukti. Sikap tidak kooperatif bukan kali pertama dilakukan Atut.
Terpisah, di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur, ternyata Atut masih menempati kamar paviliun Cendara (C13). Itu adalah kamar isolasi untuk masa pengenalan lingkungan atau mapenaling. Belum jelas kapan Atut menyudahi masa pengenalan dan benar-benar diletakkan dalam ruang tahanan.
Kasubid Komunikasi Dirjen PAS, Akbar Hadi Prabowo mengatakan kalau lama masa pengenalan lingkungan beragam. Yang pasti, tercepat adalah tujuh hari dan paling lama selama 30 hari. Menurutnya, nanti tim pengamat yang akan menilai kapan Atut dinilai layak meninggalkan kamar mapenaling. "Setiap rutan atau lapas ada tim pengamat pemasyarakatannya sendiri, mereka yang menentukan," tutur Akbar.
Mekanisme selanjutnya, kata dia, tim akan membuat penilaian dan merekomendasikan blok tahanan mana untuk dihuni Atut. Terakhir, Karutan yang akan memberi keputusan tetap bahwa tersangka tersebut bisa dimasukkan dalam blok tahanan. (dim/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mangrove untuk Tambakrejo
Redaktur : Tim Redaksi