Ratu Elizabeth Wafat, Suara Sumbang Bermunculan di Bekas Jajahan

Jumat, 09 September 2022 – 16:46 WIB
Ratu Inggris Elizabeth II. Foto: royal.uk

jpnn.com, KINGSTON - Belum sampai 24 jam sejak Ratu Inggris Elizabeth II mengembuskan napas terakhirnya di dunia, suara-suara sumbang sudah terdengar di sejumlah negara Persemakmuran.

Meski sudah merdeka, 14 dari 54 anggota Persemakmuran sampai saat ini masih menerima Raja Inggris sebagai kepala negara mereka.

BACA JUGA: Ratu Elizabeth Meninggal Dunia, Charles Bakal Jadi Raja Tanpa Mahkota

Nah, kematian Elizabeth menghidupkan lagi pertanyaan-pertanyaan tentang manfaat dan efektivtas sistem tersebut.

Selain itu, desakan agar Inggris membayar ganti rugi atas praktik perbudakan yang mereka lakukan ketika sebagian besar negara yang kini jadi anggota Persemakmuran masih berstatus jajahan.

BACA JUGA: Ratu Elizabeth II Wafat, Gelar di Keluarga Kerajaan Berubah

Aktivis dan kelompok HAM di Karibia berharap pergantian kepemimpinan monarki dari Ratu Elizabeth ke Pangeran Charles dapat membuka pintu keadilan.

“Ketika peran monarki berubah, kami berharap ini bisa menjadi kesempatan untuk memajukan diskusi tentang reparasi untuk wilayah kami,” Niambi Hall-Campbell, seorang akademisi berusia 44 tahun yang mengepalai Komite Reparasi Nasional Bahama, mengatakan Kamis.

BACA JUGA: Terungkap, Ratu Elizabeth II Pernah jadi Mekanik dan Sopir Kendaraan Ini, Wow

Hall-Campbell ikut berbela sungkawa atas kepergian Ratu Elizabeth. Namun, dia juga mengingatkan bahwa Pangeran Charles dalam sebuah upacara tahun lalu telah mengakui perbudakan sebagai kekejaman mengerikan.

Dia berharap Charles akan memimpin dengan cara yang mencerminkan "keadilan yang dibutuhkan saat itu. Dan keadilan itu adalah keadilan reparatoris."

Lebih dari 10 juta orang Afrika jadi korban perdagangan budak Atlantik antara abad ke-15 dan ke-19. Mereka yang selamat dari perjalanan brutal itu dipaksa bekerja di perkebunan di Karibia dan Amerika.

Advokat reparasi Jamaika Rosalea Hamilton mengatakan komentar Charles pada konferensi Kigali tentang kesedihan pribadinya atas perbudakan menawarkan "beberapa tingkat harapan bahwa dia akan belajar dari sejarah, memahami dampak menyakitkan yang dialami banyak negara sampai hari ini" dan mengatasi kebutuhan untuk reparasi.

Raja baru tidak menyebutkan reparasi dalam pidato Kigali.

Jaringan Advokat, yang dikoordinasikan oleh Hamilton, menerbitkan sebuah surat terbuka yang menyerukan "permintaan maaf dan ganti rugi" selama kunjungan William dan Kate.

Cucu Ratu memiliki kesempatan untuk memimpin pembicaraan reparasi, tambah Hamilton.

Pemerintah Jamaika tahun lalu mengumumkan rencana untuk meminta kompensasi kepada Inggris atas pengangkutan secara paksa sekitar 600.000 orang Afrika untuk bekerja di perkebunan tebu dan pisang yang menciptakan kekayaan bagi pemegang budak Inggris.

"Siapa pun yang akan mengambil alih posisi harus diminta untuk mengizinkan keluarga kerajaan membayar ganti rugi orang Afrika," kata David Denny, sekretaris jenderal Gerakan Karibia untuk Perdamaian dan Integrasi, dari Barbados.

"Kita semua harus bekerja untuk menyingkirkan keluarga kerajaan sebagai kepala negara bangsa kita," katanya.

Jamaika telah mengisyaratkan akan segera mengikuti Barbados dalam membolos pemerintahan kerajaan. Keduanya tetap menjadi anggota Persemakmuran.

Sebuah survei Agustus menunjukkan 56% orang Jamaika mendukung penghapusan raja Inggris sebagai kepala negara.

Mikael Phillips, seorang anggota oposisi parlemen Jamaika, pada tahun 2020 mengajukan mosi yang mendukung pencopotan itu.

"Saya berharap seperti yang dikatakan perdana menteri dalam salah satu pernyataannya, bahwa dia akan bergerak lebih cepat ketika ada raja baru," kata Phillips, Kamis.

Allen Chastanet, mantan perdana menteri St. Lucia dan sekarang pemimpin oposisi, mengatakan kepada Reuters bahwa dia mendukung apa yang dia katakan sebagai gerakan "umum" menuju republikanisme di negaranya.

"Saya tentu pada titik ini akan mendukung menjadi republik," katanya. (reuters/dil/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler