jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah advokat yang tergabung dalam Pergerakan Advokat Nusantara atau Perekat Nusantara mengapresiasi langkah Densus 88 Antiteros Mabes Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) serta pemerintah daerah dalam menangani jaringan Negara Islam Indonesia (NII) di Sumatera Barat.
Langkah persuasif dan tegas Densus 88, BNPT dan pemda setempat telah meyakinkan ratusan anggota NII mencabut baiat dan berikrar kembali ke NKRI.
BACA JUGA: PPDSI Dinilai Bukan Organisasi Profesi, Koordinator Perekat Nusantara: Menyesatkan
“Kami mengapresiasi langkah tegas dan persuasif Densus 88, BNPT dan Pemda di Sumbar sehingga menginisiasi ratusan orang yang tergabung dalam NII mencabut baiat dan menyatakan sumpah setia kepada NKRI,” ujar Koordinator Perekat Nusantara Petrus Selestinus seusai diskusi masalah hukum aktual di Jakarta, belum lama ini.
Adapun sejumlah Advokat yang tergabung dalam Perekat Nusantara dan hadir dalam diskusi ini antara lain Petrus Selestinus, Carrel Ticualu, Bonifasius Gunung, Daniel Tonapa Masiku, Pitri Indrianingtyas, Erlina Tambunan, Berdy Bapa, Pieter Singkali, Achmad Dilapanga, Hasoloan Hutabarat.
BACA JUGA: Kisah Eks Anggota NII, Terpikat Ustaz Lalu Tersesat
Lebih lanjut, Petrus mengatakan Densus 88, BNPT dan pemerintah perlu melakukan berbagai langkah untuk memberantas terorisme dan radikalisme di Indonesia, mulai dari soft approach hingga hard approach.
Yang terpenting, kata Petrus, radikalisme dan terorisme tidak boleh ada dan diberi ruang di NKRI.
BACA JUGA: Andre Rosiade Puji Pendekatan Halus Densus 88 dalam Kasus NII di Sumbar
“Radikalisme dan terorisme itu ancaman nyata yang bisa menghancurkan NKRI. Oleh karena itu, semua pihak harus bersatu untuk memberantasnya dengan mendukung upaya-upaya yang dilakukan Densus 88, BNPT dan jajaran pemerintahan," tegas Petrus.
Anggota Perekat Nusantara Daniel Tonapa Masiku juga mengingatkan terorisme dan radikalisme merupakan ancaman nyata bagi keutuhan NKRI. Untuk itu, kata dia, negara harus tegas dalam menghadapi mereka.
“Apalagi menjelang tahun-tahun politik, kelompok-kelompok radikal dan jaringan teroris akan memanfaatkan momentum tersebut. Oleh karena itu, semua pihak harus waspada, jangan sampai agenda politik dan demokrasi diboncengi oleh mereka,” ungkap Daniel.
Daniel juga meminta ketegasan partai politik agar tidak memberikan ruang kepada kelompok ini, apalagi memanfaatkannya demi kepentingan elektoral.
Menurut Daniel, taruhannya terlalu besar jika memanfaatkan kelompok radikal dan terorisme untuk mendapatkan keuntungan elektoral semata.
"Perekat Nusantara mengingatkan partai politik yang menjadi peserta pemilu agar tidak memberikan ruang kepada kelompok radikal dalam kontestasi pileg dan pilpres mendatang. Saringan utamanya ada di parpol karena mereka yang punya wewenang untuk mengusung caleg dan capres-cawapres. Ini harus menjadi komitmen parpol," tegas Daniel.
Diketahui, sebanyak 391 orang anggota kelompok NII di Padang, Sumatera Barat mencabut baiat dan menyatakan sumpah setia kepada NKRI di Kantor Bupati Dharmasraya, Sumatera Barat, Rabu (27/4/2022).
Kegiatan ini diinisiasi oleh Densus 88 Antiteror Polri bekerja dengan pemerintah daerah setempat.
Usulkan Revisi Dua UU
Perekat Nusantara mengusulkan kepada DPR RI dan pemerintah untuk merevisi dua Undang-Undang, yaitu UU tentaang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan UU tentang Ormas.
“Usulan itu demi pencegahan dini radikalisme dan terorisme yang dinilai jadi ancaman utama NKRI,” kata Daniel Tonapa Masiku.
Daniel menilai UU Terorisme dan UU Ormas saat ini belum memadai untuk mengusut tuntas kasus terorisme.
“Berkaitan dengan itu juga, Perekat Nusantara mengusulkan kepada DPR bersama Pemerintah agar dilakukan revisi terhadap UU terorisme termasuk UU Ormas agar pencegahan bisa dilakukan sejak dini,” ungkap Daniel.
Pengusutan kasus terorisme saat ini dianggap tak bisa dilakukan maksimal karena aparat penegak hukum seperti kepolisian baru dapat bertindak saat yang bersangkutan sudah ditugaskan oleh lembaganya atau pemerintah.
Sementara aparat penegak hukum yang bertindak individu dalam pengusutan maupun pencegahan ajaran terorisme tak dapat menjangkaunya secara hukum.
“Selama ini upaya untuk mencegah ajaran radikalisme tidak bisa dilakukan maksimal karena polisi atau penegak hukum baru bisa bertindak ketika orang itu membawa lembaga atau badan hukum yang sudah ditugaskan oleh pemerintah,” ujar Petrus Selestinus yang juga advokat senior dari Peradi ini.
“Kalau dilakukan individu, hukum tidak bisa menjangkau ke sana. Oleh karena itu, perlu revisi UU Terorisme dan UU Ormas,” kata Petrus.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari