“Kondisi kebahasan tersebut memerlukan penanganan yang serius dan berkelanjutan agar bahasa-bahasa tetap eksis dan mampu mendukung kehidupan budaya daerah,” ungkap Wiendu kepada wartawan di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (4/9).
Dijelaskan, bahasa daerah yang mulai terancam punah disebabkan karena jumlah penuturnya sedikit dan hanya digunakan oleh kalangan generasi tua. Bahkan, bahasa etnis di Indonesia ada yang penuturnya tingga beberapa orang saja.
“Penutur bahasa seperti bahasa Lengilu, bahasa Hoti, bahasa Piru, bahasa Hukumina, bahasa Hulung, bahasa Bonerif dan bahasa Woria itu penuturnya hanya tersisa kurang dari 10 orang saja,” sebut Wiendu.
Oleh karena itu, lanjut Wiendu, upaya pemerintah dan forum ASEM untuk mengantisipasi masalah ini yakni dengan melakukan kondifikasi bahasa tersebut. Sehingga diharapkan ke depannya masih dapat dinikmati oleh generasi selanjutnya.
Usaha lainnya yang tengah dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah melalui pengkajian, pengembangan dan pelestarian. Dalam proses pengkajian, terang Wiendu, telah dilakukan pemetaan dan berhasil mengidentifikasi 514 bahasa. “Selain itu, pemerintah juga tengah melakukan pendokumentasian aksara bahasa daerah dan pendokumentasian cerita rakyat,” imbuhnya. (cha/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sekolah Khusus Olimpiade Terancam Batal
Redaktur : Tim Redaksi