Ratusan Bayi Meninggal Setiap Tahun

Sabtu, 29 November 2014 – 23:41 WIB

SURABAYA - Angka kematian bayi (AKB) di Kota Surabaya masih tinggi. Pada tahun lalu, ada sebanyak 303 bayi yang meninggal. Tahun ini, hingga triwulan tiga, jumlahnya tercatat 229 bayi. Jika dirata-rata, setidaknya ada 25 bayi per bulan yang tidak berumur panjang.

Di antara jumlah itu, separo lebih adalah bayi dalam periode neonatal. Yakni, berusia 0-28 hari. Jumlahnya mencapai 128 bayi. Sisanya adalah bayi berusia 29-364 hari, tercatat ada 54 bayi. Untuk periode balita sebanyak 47 bayi. 

"Penyebab tertinggi bayi meninggal ada tiga. Namun, penyebab terbanyak adalah berat badan lahir rendah (BBLR)," ujar Kepala Dinas Kesehatan Pemkot Surabaya Febria Rachmanita. 

Biasanya, lanjut Febri, BBLR itu terjadi pada bayi yang lahir dalam kondisi premature. Mereka meninggal di periode neonatal. Penyebab kedua bayi meninggal adalah kondisi asfiksia. Yaitu,kegagalan bernapas secara spontan dan teratur pada saat lahir. Kasus itu terkait erat gangguan kesehatan pada saat kehamilan. Kemudian, penyebab tertinggi selanjutnya adalah kelainan bawaan. Seperti kelainan jantung atau sistem saraf.

Dia menambahkan, tingginya angka kematian bayi tidak bisa dilepaskan dari angka kematian ibu (AKI). Terbukti, AKI juga mencatat rekor tersendiri. Pada 2012-2014, ada 142 ibu yang meninggal. Karena itu, dinkes melakukan berbagai upaya pencegahan kematian bayi sejak ibu mengandung. 

Salah satunya dengan menggerakkan satuan tugas penanggulangan angka kematian ibu dan bayi (satgas penakib). Satgas itu hanya dimiliki Kota Surabaya. Bahkan, Kemenkes pusat belum memiliki program tersebut. "Ada pendampingannya di Kecamatan Mulyorejo," katanya. 

Kemudian, lanjut dia, ada antenatal care (ANC) terpadu. Layanan itu diberikan selama kehamilan dan menjamin keselamatan persalinan. Lalu, menerapkan program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K).

Febri menambahkan, masalah di Surabaya bukan kematian ibu dan bayi saja. Tapi, juga balita gizi buruk. Dikatakan, prevalensi gizi buruk di Surabaya setiap tahun terus turun. Penurunan itu terjadi selama 2010 hingga 2013. Perinciannya, 0,95 persen pada 2010; 0,64 persen di 2011; 0,38 persen saat 2012, dan 0,27 persen pada 2013. 

Dia mengatakan, keberhasilan itu dikarenakan ada pendampingan pada anak gizi buruk. "Kami berikan makanan tambahan dan makanan pendamping ASI untuk balita usia dua tahun dari keluarga kurang mampu," ucapnya.

Febri menambahkan, kebanyakan penderita itu berada di Surabaya utara. Misalnya, Kenjeran dan Bulak. Penyebabnya beragam. Bukan hanya karena kekurangan asupan gizi. Namun juga ada yang lantaran kelainan kongenital atau cacat bawaan.

Selama ini. dinkes selalu rutin melacak keberadaan balita gizi buruk. Selain itu, ada programTherapeutic Feeding Center (TFC). Yakni, sarana pemulihan gizi buruk dengan perawatan dan pemberian makanan kepada anak secara intensif. Ada juga Community Feeding Center (CFC). Yaitu program berbasis warga uang memantau kondisi balita kurang gizi di lingkungan sekitar. (nir/fam/hud)
 

BACA JUGA: Warga Resah, Segel Kos Pemandu Lagu

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sakit Menahun, Pilih Akhiri Hidup


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler