Rawan Bencana, Indonesia Dijuluki Ring of Fire

Masyarakat Belum Punya Safety Awareness

Rabu, 20 Maret 2013 – 03:27 WIB
JAKARTA - Secara fisik, kondisi geografis dan geologis membuat Indonesia dijuluki sebagai ring of fire atau zona dengan tingkat kerentanan alam yang tinggi. Belum lagi, secara sosiologis dan politis mengakibatkan Indonesia sangat rawan terhadap terjadinya bencana kebakaran dan banjir.

”Secara sosiologis, masyarakat Indonesia juga belum punya safety awareness yang baik. Perilaku yang membudaya saat ini adalah cenderung mengabaikan potensi timbulnya bencana yang punya karakter sering datang secara tiba-tiba seperti banjir, tanah longsor maupun kebakaran,” ucap Ketua DPD RI Irman Gusman saat membuka International Seminar on Fire and Flood Fighting di Medan, Sumatera Utara, Selasa (19/3).

Irman menyayangkan, kondisi geografis dan sosiologis tersebut belum diantisipasi dengan baik oleh para pengambil dan pelaksana kebijakan. Sebagian kebijakan justru makin memperbesar potensi timbulnya bencana atau paling tidak membiarkan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip keamanan pribadi, masyarakat maupun ekologis. 

”Hal itu tampak dari kebijakan penataan ruang dan wilayah yang tidak baik, kurangnya penegakan hukum dalam lingkungan seperti dalam hal pemberlakuan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), pembukaan lahan hutan untuk dikonversi menjadi perkebunan tambang, pembangunan hunian liar serta hunian di daerah aliran sungai dan lain-lain tanpa memperhatikan karakter alam dan sebagainya,” jelas senator asal Sumatera Barat itu.

Selain itu, pertumbuhan ekonomi yang tidak berkualitas pun bisa memperbesar potensi bencana banjir, tanah longsor dan kebakaran. Hal ini timbul karena mereka yang tidak turut menikmati pertumbuhan ekonomi seperti buruh kecil maupun petani terkondisikan untuk mempunyai budaya tidak aman seperti tinggal di rumah yang sangat padat, bantaran sungai, daerah berbukit dan sebagainya. ”Lingkungan yang tak memenuhi syarat keamanan adalah pra kondisi bagi munculnya bencana yang sangat merusak,” cetus Irman.

Dia juga mengungkapkan, kebijakan yang salah serta-merta menimbulkan dampak buruk yang lebih jelas dan lebih terasakan langsung oleh masyarakat. Bahkan, dampaknya bisa terjadi lintas generasi dan lintas negara, kebijakan saat ini bisa sangat berpengaruh terhadap kebijakan generasi masa mendatang dan bukan hanya oleh rakyat sendiri, tetapi juga oleh dunia internasional. ”Itulah sebabnya saya berkali-kali mengungkapkan sebuah pernyataan yaitu, bad policy is even worse than coruption atau kebijakan yang salah itu bahkan lebih jelek daripada korupsi,” tegas pria kelahiran Padang Panjang ini.

Belum lagi, sambungnya, kebakaran hutan yang merugikan negara sekitar 3,6 triliun per tahun, tetapi juga harus dirasakan oleh negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura yang sampai kegiatan bisnisnya terganggu karena kabut asap yang mengakibatkan penerbangan dihentikan. ”Kebijakan yang salah berdampak sangat besar terhadap rusaknya kehidupan berbangsa dan bernegara, karena kita menyimak beberapa bencana kebakaran dan banjir,” terang dia.

Sebagai badan legislatif daerah, Irman berharap bahwa pencegahan maupun penanggulangan bencana banjir dan kebakaran dilakukan dengan lebih komprehensif dengan mamadukan sinergi kebijakan antar sektor dengan beberapa cara. ”Pertama, bahwa kebijakan yang dihasilkan benar-benar punya kesadaran terhadap social safety awarenes,” terang dia.

Kedua, tambah Irman, harus ada peningkatan partisipasi masyarakat dalam upaya pencegahan maupun penanggulangan bencana banjir dan kebakaran. Partisipasi aktif masyarakat, terutama para ahli dan praktisi dalam pencegahan dan penanggulangan bencana seperti pemadam kebakaran  akan sangat diperlukan untuk membuat kebijakan yang pro-terhadap keamanan lingkungan dari kedua bencana tersebut. ”Kehadiran pasukan pemadam kebakaran dalam sebuah peristiwa bencana, jika diibaratkan bagai kehadiran pahlawan tanpa nama,” jelasnya.

Di kesempatan yang sama, Anggota DPD Sumatera Utara Parlindungan Purba mengatakan, bahwa terjadinya bencana kebakaran selalu terjadi tidak terduga, dan bencana ini tentunya semua tidak menginginkannya. ”Karena itu, kita sama-sama perlu mencegahnya secara dini dan melakukan penanggulangannya apabila sewaktu-waktu terjadi, untuk itulah seminar ini guna memberikan wawasan dan pengetahuan guna penanggulangannya,” katanya.

Seminar ini, lanjut Purba, baru pertama dilakukan di Kota Medan dan pertama kalinya juga seminar bertaraf internasional di Indonesia. ”Panitia menghadirkan sejumlah ahli pencegah kebakaran dari Jepang seperti Mr Tanaka selaku cief advisor JICA dan beberapa pemadam kebakaran berpengalaman asal Indonesia,” pungkas dia. (fdi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR: Bukan Eksekutor, Densus 88 harus Dievaluasi

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler