Rayon Sritex

Oleh: Dahlan Iskan

Minggu, 29 Desember 2024 – 08:21 WIB
Dahlan Iskan. Foto/ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Apa yang bisa diperbuat pemerintah untuk "masuk" ke kasus kepailitan Sritex?

Tidak bisa apa-apa.

BACA JUGA: Nyali Besar

Kasus ini sepenuhnya wewenang yudikatif, lembaga peradilan.

Namun, pemerintah kelihatannya tetap cari jalan. Memang bisa saja, lewat jalan memutar.

BACA JUGA: Uang Suara

Pemerintah pernah sukses menyelamatkan Garuda Indonesia dari gugatan pailit, bahkan bisa dapat potongan utang sampai sekitar 80 persen. Sisanya pun separuhnya dibayar dengan saham.

Akan tetapi yang dibela saat itu perusahaan negara, sedangkan Sritex sepenuhnya swasta.

BACA JUGA: Bendungan Hasto

Kepentingan pemerintah di Sritex sebatas membela buruh yang jumlahnya mencapai 30.000 orang. Nasib buruh hanya bisa selamat kalau perusahaan kembali beroperasi.

Kini keputusan sepenuhnya di tangan empat orang kurator. Pemilik lama tidak punya kuasa apa-apa sama sekali.

Direksi yang ada juga tidak boleh lagi bekerja.

Apakah kurator punya niat untuk menghidupkan kembali Sritex? Sampai sejauh ini belum ada indikasi ke mana arah kurator.

Pertanyaan saya pun tidak dijawab.

Di sinilah pemerintah punya jalan. Bukan jalan lurus. Harus memutar. Yakni lewat bank-bank milik pemerintah, terutama BNI.

Utang Sritex ke BNI sangat besar: hampir tiga triliun rupiah. Tepatnya: Rp 2,99 triliun.

Sebagai kreditor besar Sritex, BNI -dan bank pemerintah lainnya- bisa aktif berkomunikasi dengan kurator dan hakim pengawas.

Hakim pengawas adalah hakim yang ditunjuk pengadilan untuk mengawasi kurator. Satu hakim. Hakim yang berbeda. Bukan salah satu dari tiga hakim yang memutuskan perkara kepailitan.

Hakim pengawas bisa mengusulkan pemberhentian kurator, sedangkan yang berwenang mengangkat dan memberhentikan kurator adalah hakim pemutus.

Juga bisa hakim menolak usulan kurator. Bisa tidak setuju dengan langkah kurator.

Maka pemerintah sebaiknya memerintahkan direksi bank-bank miliknya untuk mengajukan permintaan ke hakim pengawas. Yakni agar mendorong kurator memutuskan untuk menjalankan kembali perusahaan.

Soal siapa manajemen yang menjalankanmya, kurator bisa mencari ke mana-mana, bahkan diperbolehkan memilih manajemen lama. Hanya saja manajemen lama harus tunduk pada putusan kurator.

Sebenarnya dalam proses persidangan kepailitan, pemilik lama, dan manajemennya, pasti diberi kesempatan bersuara, khususnya mengenai niat baiknya untuk melunasi utang. Dari situ majelis hakim bisa menilai apakah niat baik tersebut masuk akal.

Dalam hal pabrik tekstil di Sukoharjo, Jawa Tengah, itu tidak ada masalah. Pesanan selalu penuh. Zara dan Uniqlo selalu mengorder ke Sritex.

Tantanganya hanya barang impor dari Tiongkok, khususnya impor gelap.

Seharusnya Sritex juga bisa lebih efisien. Kini Sritex punya pabrik rayon sendiri -bahan baku tekstil sintetis. Pabriknya masih baru: belum satu tahun beroperasi.

Memang pabrik rayon Sritex tidak sebesar milik IndoBharat, perusahaan India di Purwakarta itu. Pabrik rayon milik Sritex dua unit, sedangkan IndoBharat punya empat unit.

Sritex juga sedang merencanakan pembangunan gardu induk listrik yang besar: empat hektare. Dengan punya gardu induk sendiri, tagihan listrik bisa lebih hemat.

Memang BNI bukan kreditor terbesar. Yang tagihannya paling banyak ialah Citicorp Investment Bank. Yakni unit bisnisnya yang di Singapura. Tagihannya: Rp 4,43 triliun.

Segala upaya untuk menghidupkan Sritex pantas dilalukan. Jangan sampai perusahaan raksasa seperti itu berakhir begitu saja.(*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Lukisan Aktivis


Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Tim Redaksi, M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler