jpnn.com, JAKARTA - Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) enam Laskar FPI memberikan sejumlah tuntutan terhadap Presiden Joko Widodo ketika kedua pihak bertemu langsung di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (9/3).
Presiden yang akrab disapa Jokowi itu sendiri memberikan respons atas tuntutan TP3.
BACA JUGA: Besok Bareskrim Tentukan Nasib 3 Polisi yang Tembak Mati Laskar FPI
Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, Presiden Jokowi telah meminta Komnas HAM untuk bekerja secara independen mengusut kasus tersebut.
Mengenai tuntutan pengadilan HAM terhadap kasus kematian enam anggota FPI, menurut Mahfud, presiden mengharapkan TP3 menyerahkan bukti yang kuat.
BACA JUGA: Tangan Bripda PMRMK Diborgol, Tindakannya Memalukan Polri, AKBP Mariochristy Sangat Marah
"Presiden sudah meminta Komnas HAM bekerja dengan penuh independen, dan menyampaikan kepada presiden apa yang sebenarnya terjadi, dan apa yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah. Dan Komnas HAM itu sudah memberikan laporan dan empat rekomendasi," kata Mahfud dalam konferensi pers virtual pada Selasa (9/3).
Menurut Mahfud, Komnas HAM juga meminta kepada presiden agar kasus diproses secara transparan, adil, dan bisa dinilai oleh publik.
"Bahwa temuan Komnas HAM yang terjadi di Tol Cikampek Km 50 itu adalah pelanggaran HAM biasa," kata dia.
Mahfud menerangkan, perwakilan TP3, di antaranya Marwan Batubara, Abdullah Hemahua, dan Amien Rais hanya menyakini adanya pelanggaran HAM berat yang dilakukan polisi sehingga enam anggota FPI meninggal dunia.
Namun, Mahfud menekankan hukum tidak bisa berdasarkan keyakinan belaka.
"Saya katakan pemerintah terbuka kalau ada bukti, mana pelanggaran HAM beratnya itu. Mana? Sampaikan sekarang atau kalau ndak nanti sampaikan menyusul kepada presiden. Bukti, bukan keyakinan. Karena kalau keyakinan, kita juga punya keyakinan sendiri-sendiri," kata Mahfud.
Eks Ketua Mahkamah Konstitusi itu menerangkan, pelanggaran HAM berat itu dilatari sejumlah syarat. Pertama, dilakukan secara terstruktur.
"Itu dilakukan oleh aparat secara resmi dengan cara berjenjang. Struktur itu berjenjang, harus targetnya bunuh enam orang yang melakukan ini, taktiknya begini, alatnya begini, kalau terjadi ini, larinya ke sini," kata Mahfud.
Lalu, syarat kedua ialah sistematis. Mahfud menilai ada pihak yang memberikan perintah pembunuhan itu sehingga menimbulkan korban yang meluas.
"Kalau ada bukti itu, mari bawa. Kami adili secara terbuka. Kami adili para pelakunya berdasar Undang-undang nomor 26 tahun 2000," jelas dia. (tan/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga